32. Kehadiran Jihoon

939 105 47
                                    

✨ Selamat membaca ✨

•••

Tolong izinin aku ketemu Leo.

Itu adalah kata-kata terakhir Jihoon saat ia mengantarkan surat cerai mereka. Sebelum pulang, Jihoon juga meminta izin memeluk Hazel untuk terakhir kalinya dan Hazel pun mengizinkan hal itu sebagai bentuk perpisahan mereka. Dalam pelukan itu Jihoon sempat membisikkan sesuatu pada Hazel,

Perasaan aku tulus ke kamu. Semua yang aku lakuin atas dasar ketulusan. Maaf, aku belum bisa bahagiain kamu.

"Kamu yakin ingin bercerai?" Hazel tersadar dari lamunannya dengan mata yang masih menatap lekat surat perceraian itu di atas meja.

"Memangnya apa yang harus membuat Hazel tidak yakin ayah? Semuanya sudah berakhir," lirih Hazel.

"Pikirkan lagi, nak. Menjadi orang tua tunggal itu tidak mudah. Pikirkan juga masa depan anak kamu, hidup tanpa orang tua yang lengkap pasti akan berpengaruh terhadap Leo juga nantinya,"

"Tapi Hazel gak bisa maafin Jihoon, ayah. Semua ini salahnya, Gyuri meninggal karena Jihoon," Hazel mulai tersulut emosi yang berujung menjadi air mata yang keluar.

"Jangan menyalahkan orang lain atas kepergian seseorang, Hazel. Itu sudah jalannya Gyuri harus pergi. Jihoon bisa apa jika memang itu takdir dari Tuhan?" Hazel terdiam dengan air mata yang terus mengalir.

"Seorang ayah memang tidak merasakan mengandung dan melahirkan, tapi bukan berarti mereka tidak akan sedih dan merasakan kehilangan juga saat anaknya meninggal. Ayah sudah merasakannya, Hazel. Kehilangan Jungwon rasanya kehilangan sinar kehidupan ayah. Tidak ada yang mau merasakan itu, tapi jika memang sudah takdirnya, apa yang bisa kita lakukan? Kita harus menerimanya dan mengikhlaskan nya." Lanjut tuan Tarendra lalu mendekati Hazel dan memeluknya.

Hazel tak bisa berkata-kata lagi, tangisannya membuat Hazel sulit untuk bicara. Semua hal yang terjadi sungguh menyesakkan bagi Hazel. Pikirnya ia akan berakhir dari semua rasa sesak ini saat bercerai dengan Jihoon. Namun, nyatanya saat dihadapkan dengan hal itu, rasa sesak di hati Hazel justru semakin menjadi dan seakan mencabik-cabik hati Hazel.

"Apa kamu tau, saat kamu masih di rumah sakit, Jihoon selalu berada disana setiap hari. Dia selalu menjaga kamu dari jauh karena kamu yang gak mau ketemu dia. Jihoon juga selalu mengawasi Galleo dan Gyuri. Bahkan setelah Galleo pindah ke ruangan kamu, Jihoon masih terus mengawasi Gyuri di NICU. Ayah rasa jam makan Jihoon sudah tak beraturan karena terus merasa khawatir dan mengawasi kalian."

Hazel hanya dapat menangis di pelukan ayahnya, tak tau harus menanggapi bagaimana. Namun, hal itu tak berlangsung lama karena panggilan Sunghoon yang memberitahu Hazel bahwa Galleo terbangun dari tidurnya dan menangis. Hazel pun segera berjalan ke kamar sembari menghapus air matanya. Ia lalu menggendong anaknya itu dan memberikan ASI setelah Sunghoon keluar.

Hazel mulai tertidur saat Galleo sudah tenang. Namun, dirinya kembali terlonjak karena Galleo yang kembali menangis. Hazel mencoba menenangkan anaknya itu dan kembali memberikannya ASI, tetapi Galleo menolak dan terus menangis kencang.

"Ck! Kamu tuh maunya apa sih?!" Hazel sedikit berteriak hingga tangisan anaknya semakin kencang.

Tuan Tarendra dan Sunghoon bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar bentakan Hazel.

"Sini biar ayah gendong," tuan Tarendra akhirnya mengambil Galleo dan membawanya keluar kamar. Sementara Sunghoon menatap tak suka pada Hazel.

"Kakak tidur aja, biar aku dan ayah yang jagain Leo." Ujar Sunghoon dengan datar lalu pergi.

Pikiran Hazel kacau hingga tanpa sadar membentak bayinya sendiri. Setelah sadar dengan perbuatannya itu, Hazel akhirnya ikut keluar dan kembali menggendong putranya sembari menangis dan terus meminta maaf. Hazel menenangkan Galleo hingga bayinya tertidur dan memindahkannya ke atas kasur. Hazel pun ikut tertidur di samping putranya.

Fate Love | Jihoon Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang