Babak I (9)

276 17 2
                                    

Catatan penulis: Bab ini mengandung konten eksplisit.


Aku sudah memberanikan diri memakai internet di laboratorium komputer kampus untuk mencari informasi terkait hubungan badan. Aku memakai komputer saat para pegawai dan mahasiswa sedang makan siang sehingga lab kosong waktu aku menggunakan komputer. Memang, ada beberapa hal yang bisa kutemukan dari buku, tetapi tidak begitu banyak. Jadi, aku mencari tambahan informasi lewat internet.

Setelah sekitar sejam, aku merasa sudah cukup. Mataku sudah tidak kuat lagi menerima kegamblangan, kegemblengan, dan kegemblungan yang aku cari dan temukan. Aku terpaksa melakukannya agar aku paham! Karena aku takut ketahuan orang-orang hidup, aku segera menutup program di komputer setelah sejam aku browsing. Aku keluar lab selagi belum ada orang yang masuk lab komputer.

Tarek pernah bilang kalau kita sebagai hantu telah menjadi makhluk atau entitas yang lebih bebas di dunia ini daripada manusia yang masih hidup. Itu berarti kita tidak hanya terlepas dari hal-hal materiel dari dunia ini, tetapi kita juga tidak terikat dengan aturannya lagi. Agak kontra, ya, antara apa yang pernah Tarek nyatakan dengan kenyataan bahwa Tarek berpacaran dengan Nelly sekarang. Atau, justru karena pernyataan itulah Tarek bisa berpacaran dengan Nelly yang manusia hidup? Karena kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan dunia tempat kita terperangkap ini.

***

Pada pukul 7 malam, aku sudah ada di dalam kamar Tarek. Tarek ternyata sudah menungguku di dekat pintu. Aku tahu aku tidak punya jantung, tetapi kalau punya, pasti rasanya sudah berdebar-debar. Aku mendekati Tarek sambil setengah menunduk malu.

"Jadi, bagaimana persiapanmu?" Tarek bertanya sekonyong-konyong.

Aku mengangguk singkat, "Aku sudah siap."

"Kau yakin?" Tarek seperti mengetesku. "Aku ragu kalau kautahu cara membuat dirimu sendiri telanjang."

Aku menelengkan kepala. "Kita ... tidak telanjang?"

"Kau melihatku memakai baju saat ini, bukan? Kau juga seharusnya memakai baju."

"Memangnya aku pakai baju apa sekarang?"

"Memangnya apa yang kau sendiri pikirkan?"

Yang kupikirkan adalah ingatanku tentang pakaian kesukaanku. Pakaian yang terbayang olehku adalah sweter rajut merah dengan dalaman kemeja hitam dan celana jins biru. Aku menyatakan semua itu kepada Tarek.

"Ya, oke. Yang kulihat adalah sweter merah dan celana jins biru. Aku tidak bisa melihat kemeja hitam karena ada di balik swetermu yang agak besar, bukan?"

Akhirnya, aku merunduk untuk melihat badanku sendiri. Ya, pakaianku memang seperti yang dideskripsikan. "Berarti pakaianmu adalah ... pakaian favoritmu yang selama ini kamu pikirkan, Tarek?"

"Tidak spesifik favoritku, tapi ya, inilah yang biasanya kupikirkan," jawab Tarek sambil menunjuk pakaiannya sendiri. "Sudah kuduga kau tidak memperhatikan apa yang kaukenakan."

"Oh, maaf. Lalu, sesudah itu apa?"

"Tutup matamu," perintah Tarek. Aku menutup mataku (setidaknya cara melakukannya adalah dengan memejamkan mata). Setelah aku mengikuti perintahnya, Tarek melanjutkan, "Bayangkan dirimu telanjang."

"Hah?"

"Sudahlah, bayangkan saja."

"Oke, aku sudah membayangkannya."

"Ketika kau membuka matamu, kau sudah akan menjadi telanjang. Nah, coba kaubuka."

"Apa? Aku tidak mau."

"Aku melakukan hal yang sama denganmu. Aku juga akan telanjang. Buka!"

Sontak, aku membuka mataku. Aku melihat lagi badan diriku sendiri. Ternyata benar! Aku sudah telanjang. Secara refleks, aku mencoba menutup-nutupi badanku dengan kedua tanganku. Aku beralih ke Tarek.

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang