Aku memanggil Tarek dan Hari ke kamarku untuk bertemu dengan Dania pada sore hari. Saat aku pergi ke kamar Tarek, aku sudah memberitahukan Tarek dan Hari tentang Dania sebelumnya, saat Dania masih kuliah di kelasnya. Mereka berdua terkejut mendengar ceritaku karena akhirnya, ada seorang manusia hidup yang indigo dan mampu membantu memecahkan permasalahan kematian kami.
Tarek dan Hari memperhatikan Dania, si mahasiswi hidup, di kamarku dan Dania. Dania pun memperhatikan mereka. "Oh, jadi, ini bentukan kalian berdua, yang hantu-hantu lelaki," ujar Dania yang duduk di kursinya. Sejauh ini, aku mesti duduk di kursi meja belajar yang satu lagi dan tidur di kasur satu lagi. Namun, khusus saat ini, aku duduk di kasurnya Dania.
"Bentukan?" tanya Hari menceletuk.
"Ya, masih terlihat kalau kalian laki-laki," balas Dania. "Silakan duduk. Kalian Tarek dan Hari, benar? Kamu yang Tarek, kamu yang Hari." Dania menunjuk Tarek dan Hari bergiliran.
"Ya, itu benar," tanggap Tarek setelah Tarek dan Hari duduk di kasurku, di seberangku, menghadapku. Dania dan kursi tempat duduknya berada di antara kami. Tarek bertanya, "Kapan dan mengapa kau pindah ke sini?"
"Aku awalnya mengekos. Tapi, aku ingin pindah ke asrama ini. Lagian, aku bosan di kos tersebut," jawab Dania. "Syukurlah aku diperbolehkan menempati kamar kosong asrama ini, tepat di kamar ini, demi penyelidikanku meski semester kuliah sudah hampir pertengahannya. Sayangnya, aku harus membayar penuh dengan biaya asrama satu semester, tapi tidak apa-apa. Aku pindah kemarin malam. Saat aku memindahkan barang-barangku kemari, Aksa sedang tidak di kamar kemarin malam dan baru kembali besok paginya."
"Kau tidak kembali ke kamarmu kemarin malam?" Tarek beralih dan bertanya kepadaku.
"Iya. Kemarin malam, aku berjalan-jalan di kampus. Aku kelelahan di danau dan akhirnya tertidur di bawah pohon dekat danau. Makanya, aku tidak ke kamar," jawabku.
"Wah. Kok sama sepertiku? Aku juga pernah tidur di dekat danau," Hari bertanya.
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Oke. Aku ingin tahu," Dania menukas. "Apakah kalian tahu apa yang harus kalian lakukan agar kalian bisa menyebrang ke dunia selanjutnya? Agar kalian tidak terus-terusan menjadi hantu?"
"Ya, kami sudah tahu. Ada seseorang. Seorang manusia hidup saat ini. Entah bagaimana caranya atau mengapa alasannya, manusia hidup ini membuat kami menjadi hantu. Manusia hidup ini berkaitan dengan kampus kita ini dan itulah mengapa kami terikat kampus ini. Kami harus menemukan dan mungkin mengonfrontasi manusia hidup ini agar dia menghilangkan apa yang membuat kami terjebak di kampus sebelum menyebrang dan akhirnya kami terlepas dari dunia ini," jawab Hari.
"Kalian tahu seseorang itu? Siapa yang harus kalian cari?"
Tarek menjawab, "Ya, seseorang. Kita bisa mencari tahu identitasnya sembari mencari barang bukti yang mengarah ke orang itu. Kita akan melacak identitasnya, mungkin dengan bantuan medium."
"Okelah." Dania mengerling. "Lalu, seseorang itu pasti juga punya sesuatu yang menyebabkan kalian semua terikat dengan kampus ini, yang kata kalian barang bukti. Menurut kalian, apa sesuatu itu? Buhul santet? Sesajen? Banyak helai rambut hitam? Pecahan-pecahan kaca? Keris sakti?"
Kalau aku punya liur, aku pasti sudah menelan liurku mendengar Dania berkata. Bahkan aku yang hantu pun bergidik ngeri dengan benda-benda mistis dan horor seperti itu. Menakutkan.
"Tidak mungkin sesajen atau dupa, aku rasa. Ada satpam yang suka menghisap lisong berbau kemenyan bak dupa. Di kampus ini juga ada komunitas agama mahasiswa yang memasang sesajen," Dania mengimbuhi kata-kata dirinya sendiri. "Kalian mau mencurigai mereka?"
"Tidak, be-belum tentu," kata Tarek sambil menggeleng. Tarek jarang gugup dan melihatnya menjadi gugup, aku pun khawatir.
"Setidaknya, kalian tidak bisa mencari secara acak begitu saja. Akan memakan terlalu banyak waktu meskipun kalian punya banyak sekali waktu di dunia ini karena kalian sudah tidak hidup dan bernapas lagi sebagai manusia," imbau Dania. "Kalian perlu segera menyebrang juga, bukan?"
"Iya, kami tahu. Kami butuh fokus di siapa, bukan apa," balas Hari.
"Nah, makanya, aku bakal membantu kalian untuk mencari tahu siapa secara spesifik, mengerucutkan pilihan-pilihan kalian," kata Dania. "Ada ribuan mahasiswa di sini, ditambah para dosen, staf-staf, belum lagi orang-orang yang sudah lulus kuliah setelah sekian lama. Aku akan menyediakan informasi itu untuk kalian."
"Benarkah?"
"Ya. Aku bisa mengakses banyak informasi langsung secara lebih leluasa mengenai kalian bertiga. Oh, ya, tadi kalian bilang soal medium. Kalian kenal seorang medium?" tanya Dania.
"Ya, kami kenal seorang medium, teman kami," jawabku. "Dia bernama Nelly, anak perempuan kepala asrama laki-laki ini. Dia sudah bekerja, jadi dia sesekali saja ke sini. Saat ini, dia sedang sibuk dengan pekerjaan kantornya."
"Oke. Perlu kalian ketahui," kata Dania, "aku bisa berkomunikasi dengan kalian semua, tapi aku bukan medium. Aku tidak bisa memanggil makhluk halus dari dunia lain."
"Oooh. Jadi kamu cuma seorang indigo?" Hari bertanya.
"Ya," jawab Dania, "tapi aku punya kemampuan deduksi untuk menyelidiki."
***
Kami bertiga menjelaskan kepada Dania semua yang kami ketahui. Dania mencatat seluruhnya di buku catatannya. Dengan begitu, Dania tinggal mencari informasi pelengkap. Aku tentu memberi tahu Dania soal pemanggilan jin qarin-ku bersama Nelly.
"Oke. Terima kasih atas informasi dari kalian," ucap Dania. "Oh, ya, aku jadi penasaran dengan Nelly ini. Apakah kalian punya kontaknya? Mungkin aku bisa bekerja sama dengannya."
"Itu bagus," kata Tarek. "Sayangnya, kami, hantu, tidak lagi punya handphone. Jadi, kami hanya menunggu saat-saat Nelly ke kampus. Nelly juga sangat sibuk, jadi tidak terlalu sering Nelly datang ke sini."
"Tahu di mana Nelly bekerja?"
"Aku tahu," jawab Tarek. Tarek telah mengakui kepada Dania bahwa dia dan Nelly berpacaran. "Dia adalah seorang manajer di suatu perusahaan manufaktur besar. Namun, tempatnya lumayan jauh dari sini. Kami bisa saja ke sana, tapi terlalu riskan bagi kami, para hantu, jika terlihat oleh manusia hidup yang bisa melihat kami di luar sana. Kami juga tidak memiliki banyak waktu karena kami sibuk melatih kemampuan kami."
"Kemampuan apa?"
"Kemampuan hantu. Kami punya kekuatan super," timpal Hari.
"Oke. Kalian belum memberi tahu itu," kata Dania. Kami memang hanya memberi tahu Dania soal semua hal terkait kematian kami sebelumnya, belum termasuk soal kemampuan kami. "Jadi, kapan aku bisa melihat demonstrasi kemampuan kalian?"
"Kamu mau lihat?" tanyaku yang langsung dijawab Dania.
"Tentu saja. Aku ingin tahu. Siapa tahu itu bisa aku pelajari cara bekerjanya."
"Berarti bergantung padamu. Kapan kau senggang dan tidak sibuk? Jadwal kuliahmu?" tanya Tarek.
Dania tampak berpikir. "Aku kuliah dari Senin sampai Jumat. Hanya akhir pekan aku tidak kuliah, mungkin aku bisa melihatnya di hari Sabtu atau Minggu, aku lowong dari pagi sampai malam."
"Tidak harus lihat kami di siang hari, tapi oke. Bagaimana kalau kau lihat kami Sabtu malam nanti?"
"Aku bisa," kata Dania menyetujui. "Aku tinggal butuh cara untuk mengontak Nelly untuk berjaga-jaga kalau aku harus menghubunginya."
"Nelly pasti punya handphone. Yang kita butuhkan adalah nomornya," kataku. "Kita belum punya nomor Nelly."
"Bagaimana cara kita mendapatkan nomor handphone Nelly?" Dania bertanya.
Tiba-tiba, lagi-lagi, Hari menjentikkan jari. "Aku punya ide!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Menjadi Hantu
HorrorBagaimana jika suatu hari, kau menemukan dirimu sudah bukan manusia lagi? Bagaimana kalau ketika kau bangun, kau ternyata sudah mati? Bagaimana bila saat kau sudah mati, kau malah menjadi hantu? Maukah kau belajar bagaimana caranya menjadi hantu? * ...