Babak III (6)

35 7 0
                                    

Dania terkadang pulang cukup malam karena mengerjakan tugas kuliah atau mungkin melakukan penyelidikan. Dania memang tidak terlalu banyak bercerita tentang perkuliahannya, hanya menjawab beberapa pertanyaan kalau aku menanyainya. Aku tahu dia pasti cukup sibuk. Sekalinya tidur malam, Dania pasti tertidur sangat nyenyak, kadang kala sampai mendengkur. Aku tidak bisa mengganggunya kalau dia kelelahan begitu.

Pernah aku coba menanyainya soal teman sekamarku dahulu. Dania menjawab, "Nelly sedang mengurusnya, mencari nama dan data-data identitas teman sekamarmu dulu. Teman sekamar Tarek juga. Dia yang mengumpulkannya."

Setidaknya, aku tahu kalau Nelly dan Dania sedang berusaha, bekerja sama dalam penyelidikan di tengah kesibukan mereka, walau mereka bekerja atau berkuliah.

Sampai akhirnya, seminggu selanjutnya, Dania meminta aku, Tarek, Hari, dan Nelly berkumpul di pohon beech. Dania bilang, Dania menemukan sesuatu yang menarik, yang perlu diberitahukan terkait kematian aku, Tarek, dan Hari. Tentu saja kami perlu mendengarnya dari Dania.

"Percayalah kepadaku. Ini bakal terdengar gila, tetapi kalian harus percaya kepadaku," kata Dania di suatu malam di dekat pohon beech. Aku dan ketiga entitas lainnya hanya mendengarkan Dania. Kalau Dania membawa tas carrier gunung itu lagi, itu pasti cukup serius.

"Silakan, Dania." Hari mempersilakan.

Dari tas carrier-nya, Dania mengeluarkan sebuah papan tulis kapur. Dania meletakkannya di atas tanah. Kami, yang lain, serentak mengerubuti papan tulis itu untuk melihat apa yang hendak ditulis Dania.

"Apa yang mau kautunjukkan?" tanya Tarek.

"Kunci dari kematian Tarek, Aksa, dan Hari," jawab Dania. "Sebuah pola."

"Pola?"

"Kalau kamu bilang pola, itu pasti berhubungan dengan suatu perhitungan, angka-angka," kata Nelly. "Dania, kalau begitu, kita pasti akan memercayaimu. Lagian, kamu mahasiswi Matematika, bukan?"

Dania mengangguk. "Ya. Ini cukup terbantu karena aku mahasiswi Matematika. Jadi, mohon perhatikan aku."

Dengan kapurnya, Dania menulis—lebih tepatnya menggambar sesuatu. Aku mengenali gambar dari angka-angka itu. "Kalian mungkin tahu ini," kata Dania.

1

1 2 1

1 3 3 1

1 4 6 4 1

1 5 10 10 5 1

1 6 15 20 15 6 1

...

"Segitiga Pascal," tanggapku. "Itu untuk mengetahui pola koefisien binomial di matematika. Pola angka pada penjumlahan binomial dalam kuadrat, kubik, kuartik, kuintik, dan seterusnya."

"Yang lain tahu?"

"Tahu." Tarek dan Hari mengangguk.

"Ngg, aku agak lupa awalnya. Tapi, setelah tadi disebutkan, aku jadi ingat," kata Nelly.

"Oke. Ini sebenarnya hanya untuk menguji pengetahuan matematika kalian," kata Dania. Dania menunjuk Tarek. "Tarek, kamu bangkit menjadi hantu setelah satu tahun kematianmu, bukan? Meninggal pada tahun 2010, bangkit pada tahun 2011."

"Tidak pas satu tahun juga, sih. Bukan dalam dua belas bulan."

"Ya, yang kita lihat hanya selisih tahun, angka tahunnya. Kita bulatkan ke atas saja. Sama juga untuk Aksa dan Hari, tetapi selisih tahunnya berbeda. Aksa dan Hari bangkit setelah empat tahun kematian masing-masing. Aksa dari tahun 2013 ke tahun 2017. Hari dari tahun 2014 ke tahun 2018. Sampai sini, kalian menangkap maksudku?"

"Ya, kami mengerti," kata Nelly, Hari, Tarek, dan aku.

"Lalu, soal jumlah hantu. Ada satu hantu yang bangkit setelah satu tahun kematiannya. Ada dua hantu yang bangkit setelah empat tahun kematiannya," kata Dania. "Menurut kalian, apa persamaan dari 1 dan 4? Satu tahun dan empat tahun."

Sejenak, kami berpikir. Secara sekilas, kami hampir tidak menemukan korelasi antara angka 1 dan 4. Di antara angka 1 dan 4 ada angka 2 dan 3 secara berurutan. 1 bilangan ganjil, 4 bilangan genap. 1 dan 4 selisihnya 3, 1 dan 4 bukan bilangan prima keduanya, 1 dan 4 jumlahnya 5, 1 dan 4 lebih kecil daripada 5, 1 dan 4 lebih kecil daripada 10, 1 dan 4 ....

"1 dan 4, mereka dua-duanya bilangan bulat kuadrat!" seru Hari. Kami semua melihat Hari. Aku sebenarnya sedikit lagi memikirkan itu, tetapi keduluan Hari berkata. Ya, tidak apa-apa. Aku senang kami jadi menyadarinya.

"Ya, betul sekali. Selisih tahun kalian meninggal dan bangkit berdasarkan bilangan kuadrat. Makanya, aku menduga ini." Dania menghapus tulisan di papan tulis di atas tanahnya dan membuat "segitiga" dari angka-angka yang baru.

1² = 1

2² = 4; 2² = 4

3² = 9; 3² = 9; 3² = 9

4² = 16; 4² = 16; 4² = 16; 4² = 16

5² = 25; 5² = 25; 5² = 25; 5² = 25; 5² = 25

...

"Kalian yang meninggal lalu bangkit menjadi hantu di kampus ini akan mengikuti pola ini," jelas Dania. "Jujur, kuberi tahu saja, ini sebenarnya masih dugaan, belum kesimpulan final. Kalau misalkan nanti ada yang menjadi hantu setelah kalian ini, berarti jarak dari tahun kematiannya ke tahun kebangkitannya menjadi hantu adalah sembilan tahun. Maksimal jumlah hantu yang bangkit dalam waktu sembilan tahun adalah tiga hantu. Dihitung dengan kalian, totalnya enam hantu. Setelah tiga hantu yang bangkit dalam waktu sembilan tahun itu, artinya ... hantu ketujuh akan bangkit dalam waktu enam belas tahun. Begitu seterusnya."

"Oooh, begitu." Kami berempat memahami penjelasan Dania.

"Tapi, siapa yang bisa berpikiran untuk membuat aturan kuadrat seperti ini?" tanya Tarek. "Banyak orang di kampus ini yang menguasai atau mengerti matematika. Wajar saja, kampus ini institusi pendidikan, banyak yang akan mempelajari matematika di sini."

"Itu yang akan kita telusuri," jawab Dania. "Setidaknya, kita dapat sedikit petunjuk untuk menemukan siapa yang memahami pola kuadrat ini nanti. Aku tahu ini tidak begitu signifikan, tapi ada hal baru yang kita mengerti sekarang."

"Menurutku, ini sudah signifikan," kataku. "Pola kuadrat ini bagai sandi yang sudah kita pecahkan. Tinggal siapa sebenarnya yang mengerti sandi pola kuadrat ini."

"Aksa benar. Kalau kita sudah menemukan orangnya, kita bisa bertanya kepadanya mengenai pola kuadrat yang kita temukan," timpal Hari.

Nelly manggut-manggut setuju. "Kamu hebat, Dania. Seperti yang diharapkan dari mahasiswi Matematika."

"Tolong, mohon biasa saja," elak Dania. Dania malu karena dipuji. "Ini baru permulaannya."

"Tapi, terima kasih sudah memecahkan satu bagian misteri dari kematian kami, Dania," ucap Tarek.

"Ya, sama-sama," balas Dania. Dania menunjuk kami semua dengan ayunan horizontal tangannya. "Aku masih bakal membutuhkan bantuan kalian."

Untuk dokumentasi, Nelly memfoto "segitiga kuadrat" yang dibuat Dania di papan tulis kapur dengan handphone-nya. "Sekali lagi, terima kasih, Dania. Ini akan bermanfaat kelak," ucap Nelly.

"Sama-sama." Dania tampak puas dengan penemuannya yang berguna dalam penyelidikan. "Satu misteri dari keseluruhan kasus ini terpecahkan dengan bilangan kuadrat. Jadi, kita pun harus bersiap-siap untuk bagian misteri lainnya."


Catatan penulis: Sekarang sudah tahu mengapa ada lagu "Square Root of Possible" sebagai soundtrack, kan?

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang