Babak II (5)

147 13 0
                                    

Hari lanjut belajar dan melatih kekuatannya bersama Tarek. Aku sesekali membantu Hari berlatih. Hari adalah pelajar yang cepat juga. Dia sempat terkendala di pengendalian pyrokinesis dan cryokinesis, hampir sama sepertiku, tetapi ke sana-sananya, dia belajar dengan lebih baik. Hari lebih andal daripada aku soal memanipulasi komponen udara. Kata Hari, itu karena dia pernah belajar tentang nanomaterial yang ada di Teknik Fisika, jadi dia bisa tahu cara merasakan molekul yang sangat kecil ukurannya itu. (Aku, sih, percaya-percaya saja.)

Bulan sekarang adalah Februari. Di minggu kedua bulan Februari, aku mendapat kabar kalau Nelly sudah kembali ke kampus dan asrama laki-laki. Aku lega mendengarnya. Suatu siang, aku sedang mengamati Tarek dan Hari yang berlatih photokinesis di pinggir danau pada siang hari. Aku merasakan ada orang yang berjalan mendekat di belakangku. Aku menoleh ke belakang, itu ternyata adalah Nelly.

"Nelly!" Aku memanggil.

"Aksa!" Nelly membalas panggilanku dan tersenyum. "Aku tidak menemukan Tarek di kamarnya. Aku sudah tahu soal Tarek yang melatih hantu baru. Aku tebak kalau Tarek pasti melatih di suatu tempat di kampus. Tebakanku benar, kalian semua ada di sini."

"Kamu penebak ulung," aku memuji Nelly. "Kamu sudah mengenal hantu yang baru? Namanya Hari."

"Ya, aku sudah tahu namanya. Oh, aku pasti meninggalkan kesan pertama yang tidak baik di mata Hari," kata Nelly. "Dia terpaksa terusir saat aku ke kamar Tarek pekan lalu. Kasihan dia."

"Ya ampun. Kasihan." Aku menghela napas. "Tapi Hari pasti memaafkanmu juga, kok. Harusnya, Tarek sudah menjelaskannya ke Hari."

"Kalau dia ingat," kata Nelly sangsi.

"Tumben kamu ragu, Nelly."

"Habisnya, Tarek agak pelupa, padahal hantu punya ingatan eidetik, katanya."

"Mungkin ingatan eidetiknya pun tidak terlalu bagus," kataku. "Tapi, memang, ingatan eidetik cuma berlaku untuk membaca atau melihat sesuatu."

Nelly tertawa. "Yah, mungkin kamu benar. Oh ya, omong-omong, kamu jadi hantu setahun lalu di sekitaran bulan ini, kan? Ini sudah pertengahan Februari. Mungkin aku akan membantumu memanggil jin qarin-mu kalau ada waktu."

Aku terperangah. "Kamu bersedia?" tanyaku.

"Tentu saja," kata Nelly sambil mengangguk.

"Minggu depan kamu ada waktu?"

"Antara Selasa, Kamis, atau Jumat. Tunggu aku di antara ketiga hari itu. Oke?"

"Oke, Nelly."

***

Aku memberitahukan rencanaku dan Nelly kepada Tarek dan Hari di kamarku (aku yang meminta mereka, ini kali pertama Hari ke kamarku). Tarek dan Hari baru saja selesai pendalaman materi cryokinesis di malam hari, jadi mereka begadang dan ada di kamarku pagi ini. Mereka tampaknya memahami rencanaku. "Jadi, kalian akan melakukan pemanggilan minggu depan?" tanya Tarek.

"Ya."

"Nelly itu medium, ya?" Hari berujar. "Apakah aku boleh bertanya kepada jin qarin-ku mengenai mengapa aku punya alergi kacang?" Hari bertanya pada Tarek.

"Takdir," jawab Tarek lalu melambaikan tangannya sekali ke Hari. "Kau selesaikan latihanmu sebagai hantu dulu, baru kau bisa bertanya ke jin. Paling tidak dalam setahun. Kita tidak tahu kita akan menjadi hantu selama berapa lama, makanya kita butuh mengembangkan kekuatan hantu untuk "bertahan hidup"." Tarek benar-benar memberi kutip dalam bertahan hidup.

"Ah, baiklah." Hari mengerling. "Aku harus menerimanya."

"Ada lagi yang ingin kausampaikan, Aksa?"

"Aku punya ide," ujarku. "Bagaimana kalau kamu sesekali istirahat dalam melatih Hari, Tarek? Biar aku yang coba melatih Hari. Dengan kamu punya libur, kamu jadi bisa bersama Nelly berdua di kamarmu, bukan? Hari juga tidak perlu merasa terusir."

"Hm." Tarek berpikir, menimbang-nimbang ideku. "Itu ide yang bagus, Aksa. Aku bisa pertimbangkan."

"Haha. Aku setuju itu," tanggap Hari sambil menunjukku.

"Oke. Sudah tidak ada lagi yang mau kubicarakan. Kalian boleh keluar kamarku. Terima kasih."

"Sama-sama," ucap Tarek dan Hari bersama.

Tarek dan Hari menuju pintu kamar asramaku untuk ke luar. Namun, sebelum Hari keluar, Hari berbalik badan dan memanggilku.

"Aksa."

"Iya, ada apa, Hari?"

Hari menunjuk, "Jangan lupa kembalikan bukunya ke perpustakaan. Nanti ada yang mencari, lho."

"Oh, ahahaha. Pasti dikembalikan," balasku mengenai buku novel yang Hari tunjuk di atas meja belajar.

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang