Babak III (2)

17 5 0
                                    

Keesokan harinya, kami berniat melakukan rencana dari Hari. Aku dan Hari pergi ke kantor bapak kepala asrama laki-laki. Pada pukul 10.00 seharusnya para pegawai sudah berada di kantornya. Kami akhirnya masuk ke ruangan bapak kepala asrama. Sejauh ini, tidak ada yang bisa melihat aku dan Hari. Tarek ditinggal di kamarnya sendiri karena rencana ini membutuhkan kemampuan menghafal dan Tarek bukan penghafal yang baik.

Ini kali pertama aku melihat Govinda Ravielli, bapak kepala asrama laki-laki, ayahanda dari Nelly, secara langsung. Nelly mendapatkan matanya dari mata Pak Govinda karena mirip. Kalau diperkirakan, Pak Govinda berumur 50 tahun ke atas, melewati paruh baya.

"Hari, apakah kamu yakin kita bakal dapat melihat isi handphone bapak kepala asrama?" tanyaku.

"Aku rasa, pasti akan ada waktu saat bapak kepala asrama meninggalkan handphone-nya, seperti saat mengisi ulang baterai handphone dan bapak kepala asrama harus meninggalkan ruangan. Kita hanya perlu bersabar," jawab Hari. "Kita bisa menunggu lama. Kalaupun tidak, kita punya banyak waktu untuk mencoba besoknya. Atau kita bisa pikirkan cara lain, seperti mengintip ke handphone bapak kepala asrama kalau beliau sedang menghubungi Nelly."

Aku menghela napas. Aku jadi berharap Nelly berada di sini. Tentu aku juga menyetujui dan mengikuti apa kata Hari.

Kami hanya mengamati Pak Govinda bekerja di mejanya sambil berdiri bersandar di dinding salah satu sisi ruangan. Kami terdiam lama sekali karena sama-sama sibuk masing-masing mengamati Pak Govinda. Waktu berlalu cepat. Aku yang kelamaan berdiri terduduk di lantai di pinggir ruangan Pak Govinda, sedangkan Hari tetap berdiri di sebelahku. Aku tertidur sambil duduk memeluk lututku.

"Aksa! Aksa!"

"Hah!" Aku terbangun, tersentak, dan mendongakkan kepalaku setelah tertidur. Aku melihat sendiri Pak Govinda berdiri dari kursinya dan hendak pergi meninggalkan meja kerjanya. Aku pun berdiri.

"Pak kepala asrama sedang men-charge handphone-nya," tunjuk Hari. "Dia tampaknya tidak akan membawa handphone saat istirahat siang ini."

"Oh, begitu," kataku. Kami melihat Pak Govinda meninggalkan ruangannya. Setelah itu, aku dan Hari mendekat ke meja kerjanya. Handphone Pak Govinda ada di atas meja dengan kabel charger yang tersambung ke terminal cable extension. Hari mengambil handphone Pak Govinda.

"Aku tahu password-nya, tenang. Aku tadi mengintip saat kamu sedang tidur," kata Hari kepadaku.

"Iya. Kalau begitu, coba kamu buka handphone beliau."

Hari mengetik angka-angka password di lockscreen. Setelah kunci handphone terbuka, Hari membuka daftar kontak telepon dan mencari nomor Nelly.

"Ini dia! Ketemu! Aku akan menghafalnya."

"Aku juga akan menghafalnya, jaga-jaga kalau ada yang lupa padamu, aku bisa melengkapi," kataku.

"Baik."

Kami menghafal nomor telepon Nelly bersama-sama. Kami membutuhkan waktu hanya sekitar 3 menit sampai kami sudah menghafal nomor Nelly.

"Bagus. Kita akan ke kamarmu sekarang," kata Hari setelah meletakkan kembali handphone Pak Govinda di atas meja. "Dania juga sedang istirahat kuliah, kan? Kita akan menemui Dania di kamar asramamu."

Aku mengangguk. Aku dan Hari bergegas ke asrama perempuan. Saat kami sampai di kamarku, Dania belum datang, jadi kami menunggu di dalam kamar.

Pintu kamar terbuka beberapa menit kemudian. Masuklah Dania yang sudah kami tunggu. Dania melihat kami. "Oh, kalian! Aku sempat kaget. Kalian pasti sudah punya nomor Nelly untuk diberitahukan kepadaku."

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang