Babak IV (5)

14 4 0
                                    

"Seseorang mencurigai keuangan klinik kampus. Dia bilang, klinik kita terlalu surplus untuk klinik yang tidak banyak dikunjungi mahasiswa. Padahal, kita juga bisa melayani masyarakat umum juga, bukan?" kata dr. Lorenz yang menjelaskan kepada Laila. "Itu kebetulan kecurigaan yang baik, sebenarnya. Kita bisa menjadikannya tambahan saluran pertama untuk pemasukan kita. Dengan begitu, pembukuan bisa menjadi lebih masuk akal ke depannya."

"Jadi, kita akan ... menyingkirkannya? Orang itu?" Laila bertanya. Suatu waktu, Laila dipanggil dr. Lorenz ke ruang kerjanya di Klinik Bumi Sehat. Laila sudah duduk mendengarkan penjelasan dr. Lorenz dari awal sampai akhir.

"Ya," jawab dr. Lorenz. "Tentu kita tidak bisa membuatnya terlihat disengaja."

"Nanti Anda akan menyerahkan ... dia ke makhluk gaib yang bekerja sama dengan Anda?" Laila sebisa mungkin tidak memakai kata 'tumbal'.

"Tepat sekali."

"Tapi, dia akan berubah menjadi hantu, bukan, nantinya?"

"Hantu itu akan menjadi semacam 'malaikat pelindung' di kampus," terang dr. Lorenz. "Itu tidak hanya akan menguntungkanku, tetapi juga semua orang di kampus."

"Selagi hantunya ada, Anda akan mendapat keuntungan?"

"Ya, berbanding lurus. Dia yang menjadi hantu pun sebenarnya masih bisa merasakan hidup sekali lagi."

"Berbanding lurus? Itu berarti, jika hantunya semakin banyak ...."

"Belum saatnya untuk menambah," sela dr. Lorenz. "Lihat-lihat terlebih dahulu keadaan dan kebutuhan kampus kita. Ini masih yang pertama."

Dokter Lorenz menjelaskannya sepotong-sepotong karena memang harus berhati-hati. Meskipun begitu, Laila mudah paham. Tentu akan lebih mengerikan menurut bayangan Laila jika dr. Lorenz memberi penjelasan secara inklusif dan lengkap langsung.

"Kalau begitu, siapa orang ini, yang menjadi target pertama kita?"

Dokter Lorenz menjawab pertanyaan Laila dengan mengeluarkan sebuah map berisi beberapa dokumen. "Ini mahasiswa Teknik Mesin. Beberapa hari yang lalu, dia berkonsultasi kepadaku, menjadi pasien. Tenang, aku meresepkan obat yang benar. Aku ingin kita melakukan sesuatu di luar hal yang berkaitan dengan klinik."

Laila melihat isi map yang terbuka di atas meja kerja dr. Lorenz. Isinya adalah data-data diri seseorang yang, katanya, menjadi target yang dimaksud. Mata Laila membelalak, Laila terkejut. "Inikah orang yang mencurigai keuangan kita?"

"Ya, itu dia orangnya, karena dia sempat membahasnya saat kemari. Karena dia membahasnya, kita bisa fokus ke kecurigaannya."

"Dokter, ini ... ini salah satu teman dekat saya," kata Laila. Pasalnya, Laila tidak tega pada orang yang menjadi target mereka sekarang. Haruskah Laila menyingkirkannya? Mengapa? Sebegitu inginkah Laila mempertahankan operasi laknat ini dan bekerja di Klinik Bumi Sehat?

"Kalau begitu, teman dekatmu ini mencurigai kita."

Laila hanya bisa terperangah. Tentu saja Tarek bisa curiga, Tarek memang cukup pintar. Namun, menyingkirkan Tarek bukan hal yang dimau Laila saat ini.

"Dokter, teman dekat saya ini pintar, dia mahasiswa berprestasi pula," Laila berujar. "Tolong berikan saya waktu untuk mempertimbangkan ini. Saya juga perlu merencanakan apa yang perlu dilakukan supaya jejak kita tidak berbekas. Kita butuh rencana."

Dokter Lorenz menautkan jari-jari tangannya dengan lengan menumpu di meja. "Baiklah. Aku beri waktu tiga hari. Jika kamu menolak atau tidak memberi jawabanmu, mohon maaf, aku perlu memberhentikanmu dari kerja paruh waktu di apotek agar kau lebih fokus pada kuliahmu. Kamu pun tidak usah terlalu merepotkan diri dalam urusan ini."

Napas Laila tertahan, Laila tercekat. "Memberhentikan" yang dimaksud dr. Lorenz di sini bisa bermacam-macam artinya. Laila tidak bisa berhenti berkuliah, secara harfiah atau secara metaforis, belum lagi kerja paruh waktunya ini cukup membantu kondisi finansial dirinya sehingga ia tidak perlu meminta uang saku lebih pada orang tua yang mengasuhnya.

"Baik, saya akan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Saya akan berpikir terlebih dahulu, Dokter," ucap Laila akhirnya.

"Tentu saja boleh." Dokter Lorenz menyunggingkan senyum. "Sudah selesai info dariku. Silakan, Laila, kau boleh pergi."

"Saya permisi."

Laila akhirnya keluar dari ruangan dr. Lorenz. Kasar, Laila mengembuskan napas. Ini adalah pilihan dan tugas terberat yang harus Laila pikul. Dan Laila harus memakai tiga hari terberatnya untuk membuat keputusan.

***

Tiga hari telah berlalu. Pada tiga hari kemudian itu, Laila mengetuk pintu ruangan kerja dr. Lorenz. Laila sebenarnya tidak kuat melakukannya, tetapi ia harus tetap bertahan.

"Silakan masuk!" Suara dr. Lorenz terdengar dari dalam.

Laila membuka pintu dan masuk. dr. Lorenz melihat Laila menutup pintu ruangannya.

"Jadi, bagaimana, Laila?" Dokter Lorenz bertanya setelah menyilakan Laila duduk di kursi di hadapannya.

Dengan perlahan, Laila menganggukkan kepalanya. "Saya siap melakukannya, Dokter."

Dokter Lorenz menyunggingkan senyum mendengar kesanggupan Laila. "Baguslah kalau begitu!"

"Dan sebagai teman dekat," tambah Laila, "saya tahu apa yang butuh dilakukan. Saya mengenali seluk-beluk dari Tarek, teman saya yang mahasiswa Teknik Mesin itu."

"Jadi, kamu punya rencana, The Night Assassin?"

Lagi-lagi, Laila mengangguk. Suatu hal telah meyakinkannya. "Saya bisa menyabotase rem motornya, Dokter. Kebetulan, dilakukan pada malam hari. Itu akan membuatnya terlihat seperti kecelakaan."

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang