Selama tiga hari ini, Tarek sempat pingsan dan tidak sadarkan diri di kamarnya. Kami semua, berempat, kebingungan. Tarek pun hanya ditidurkan di kasur kamar asramanya.
Syukurlah, itu berakhir saat Hari, yang senantiasa menunggu Tarek sadar di kamar asrama Tarek, mendengar Tarek memanggil namanya dan mengatakan sesuatu.
"Hari, aku sudah ingat semuanya."
Maka dari itu, kami mengadakan pertemuan darurat di dekat pohon beech seperti biasa pada sore hari. Tarek bercerita bahwa ia memang pernah pergi ke Klinik Bumi Sehat saat masih hidup dan bertemu dr. Lorenz. Selain itu, detail memori Tarek saat ia masih hidup sebagian besar mulai kembali kepadanya.
"Ingatan yang kembali itu cukup banyak sehingga aku bisa pingsan," kata Tarek mengakhiri ceritanya.
"Jadi, maksudmu, dr. Lorenz memanipulasi pemasukan klinik?" Dania bertanya kepada Tarek.
"Ada kemungkinan begitu."
Dania mengangguk. "Oke, Tarek. Itu selaras dengan cerita kesaksian Laila sesungguhnya, saat aku dan Nelly bertemu dengannya."
"Pencucian uang," sebut Hari. "Itu bisa terjadi untuk "membersihkan" uang yang didapat dari pesugihan. Dokter Lorenz membuatnya seolah-olah banyak pasien yang datang berobat atau diperiksa di Klinik Bumi Sehat."
"Benar juga!" sahut Nelly. "Waduh, mengerikan sekali!"
Aku pun turut tercekat. "Jadi, begitu rupanya? Jika benar begitu, apakah itu berarti aku dan Hari pernah mencurigai hal yang sama ketika kami masih hidup?"
"Sehingga kami menjadi target juga, ya?" Hari menimpali. "Untuk yang seperti itu, kita mungkin harus menunggu ingatan kita kembali."
"Atau, kita bisa menyelidikinya sekarang," kata Dania. "Kalian berdua pernah ke Klinik Bumi Sehat, bukan?"
"Ya!"
"Tapi kalian tidak ingat apa alasan kalian pergi ke sana? Coba pikirkan sesuatu mengenai bagaimana kalian meninggal lalu kaitkan dengan dr. Lorenz. Pasti berkaitan."
Aku berkata, "Kalau aku, pasti ada hubungannya. Aku mungkin pernah ke Klinik Bumi Sehat untuk berkonsultasi dengan dr. Lorenz karena masalah mentalku. Mungkin aku pernah mengatakan atau melakukan sesuatu yang membuatku dijadikan target. Lalu, aku pernah mendapatkan morfin dari klinik itu juga."
Dania menangkap apa yang kujelaskan. "Oke. Kautahu, Aksa? Yang memberikan morfin berlebihan itu memang Laila. Namun, resepnya bukan dari Klinik Bumi Sehat, melainkan dari dokter di rumah sakit lain. Kata Laila, dr. Lorenz menargetmu bukan karena kau mengatakan atau melakukan sesuatu yang membuatmu dicurigai, melainkan karena semata-mata kau dalam kondisi sangat rentan waktu itu." Dania mengambil napas. "Aksa, kamu memang murni dibunuh, kamu tidak bunuh diri."
Mulutku menganga, aku tidak bisa mengatakan apa pun. Meskipun mulutku terbuka, aku hanya terdiam dan tidak bisa berkata-kata. Sontak, seperti disambar listrik, ada kilatan-kilatan dahsyat yang masuk melalui mataku dan menyetrum diriku.
"AAARGHH!" Aku mengerang dan memegangi kepalaku. Aku tersungkur. Kepalaku tiba-tiba terasa sakit.
"Aksa!"
"Aksa!"
Tarek, Hari, Nelly, dan Dania mengerubungiku. Aku berteriak kesakitan. Masih memegangi kepalaku, aku perlahan mulai menyadari sensasi ini.
Ingatanku. Semua ingatanku selama aku masih hidup mulai kembali kepadaku.
Ya, aku melihat kilasan-kilasannya. Apa yang kulakukan, apa yang kukatakan, sampai penyakitku.
Bahkan rasa sakit di kepalaku saat ini adalah rasa sakit yang pernah kurasakan saat aku masih hidup.
"Nelly! Dania!" Tarek berseru. "Aksa ... Aksa mulai mendapatkan ingatannya kembali!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Menjadi Hantu
HorrorBagaimana jika suatu hari, kau menemukan dirimu sudah bukan manusia lagi? Bagaimana kalau ketika kau bangun, kau ternyata sudah mati? Bagaimana bila saat kau sudah mati, kau malah menjadi hantu? Maukah kau belajar bagaimana caranya menjadi hantu? * ...