Babak III (5)

29 4 0
                                    

Pada suatu malam di hari Kamis, hampir seminggu berlalu, aku melihat Dania yang kutunggu masuk kamar pada pukul 19.00. Dania pulang cukup malam karena ada tugas kelompok bersama teman-temannya. Dania pernah bilang kalau teman-temannya belum tahu tentang penyelidikannya terhadap kami, dan tidak berniat untuk menceritakannya kepada siapa pun lagi, jadi dia berusaha sebisa mungkin untuk menyesuaikan dirinya. Tentu saja orang yang sudah diberi tahu soal penyelidikannya adalah Nelly. Mereka direncanakan bertemu Jumat besok.

"Aksa, aku meminta Nelly untuk bertemu di kamar kita. Apakah itu tidak apa-apa?" Dania bertanya setelah membereskan seluruh bawaan kuliahnya dan berganti pakaian.

Nelly dan Dania sudah berencana bertemu besok sore, tapi aku belum tahu di mana tempatnya sebelumnya. "Mengapa di sini?" Aku bertanya, ingin tahu.

"Tidak mungkin di kamar Tarek," Dania menjawab dengan senyuman tersungging, "dan pohon beech bukan opsi terbaikku—tidak berarti aku tidak suka pohon beech itu, ya. Saat ini, akulah yang butuh mengobrol dengan Nelly. Mungkin kamu bisa bantu beri tahu Tarek dan Hari soal info pertemuanku dengan Nelly."

Aku mengangguk. "Baiklah. Boleh saja di sini."

"Kisaran pukul 6 sore kita akan bertemu," tambah Dania. "Kalau aku ditanya pengurus asrama perempuan, aku akan bilang bahwa Nelly adalah temanku yang berkunjung."

"Mungkinkah para pengurus asrama perempuan sudah mengenal Nelly? Dia, kan, anak kepala asrama laki-laki."

"Ya, setidaknya, kita berjaga-jaga dan bilang seperti itu. Tak masalah juga kalau kita mengaku temannya Nelly. Aku yang bilang dan mengaku, tepatnya."

Aku mengangguk setuju. Nelly temanku. Aku merasakan kalau Nelly dan Dania akan bisa berteman dengan baik juga.

Aku hanya berharap kalau Nelly sudah tidak bersedih dan marah kepadaku.

Maka, saat Jumat sore pukul 18.00 itu tiba, Dania membukakan pintu kamar asramanya setelah pintunya diketuk. Itu adalah Nelly. Dania menyilakan Nelly masuk. "Selamat datang," sambut Dania.

"Halo, Dania. Senang bertemu denganmu," kata Nelly. Dania mengarahkan Nelly untuk duduk di kasurnya. Aku duduk di kasurku sendiri.

"Jadi, Aksa dan Dania sekarang sekamar?" Nelly berujar. Nelly akhirnya melihatku di hadapannya. "Halo, Aksa," sapa Nelly ramah.

Aku tersenyum dan balas menyapa Nelly. "Halo, Nelly."

Tidak ada tanda-tanda kalau Nelly masih marah atau sedih.

"Ya, kita "teman" sekamar. Aksa jadinya tidak tinggal sendirian di sini." Dania duduk di kursi belajarnya. "Langsung saja, Nelly. Ada beberapa hal yang perlu diketahui."

***

"Aku pernah membantu ruh tersesat karena mencari anaknya yang hilang, yang anaknya rupanya sudah meninggal juga. Itu salah satu yang tersedih."

"Begitu?" tanggapku dan Dania saat mendengar cerita Nelly.

Aku dan Dania mendengarkan cerita-cerita Nelly saat bertugas menjadi medium karena Dania memang meminta Nelly untuk bercerita sebagai medium selama ini. Dania butuh gambaran mengenai pekerjaan medium. Seperti biasa, Dania akan mencatat segala informasi pada buku catatannya.

Nelly mengamati Dania yang menulis di buku catatan di pangkuannya. "Dania, kamu menulis semua yang kuceritakan?"

"Hampir semua, terutama beberapa poin penting. Aku bisa memilahnya."

"Apakah kamu ini seorang detektif, Dania?" tanya Nelly ke Dania.

"Aku tidak akan bilang begitu," Dania menjawab. "Aku hanya senang menyelidiki sesuatu."

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang