Di kamar asrama Tarek, aku menyampaikan apa yang kudapat dari jin qarin-ku kepada Tarek dan Hari. Tarek dan Hari tercengang setelah mendengar ceritaku. Tentu aku tidak memberi tahu Tarek kalau aku memberi tahu Nelly soal apa yang menjadi bayaran dariku untuk Nelly, yaitu menceritakan hubunganku dan Tarek.
"Berarti memang ada faktor eksternal yang membuat kita menjadi begini," simpul Hari. "Faktor eksternal inilah yang menjadi missing link di kematian kita dan bagaimana kita menjadi hantu."
"Kau benar kalau jin qarin-mu tahu sesuatu yang tidak kauketahui," tambah Tarek.
Aku mengangguk. "Kamu pun benar, Tarek. Ada sesuatu atau seseorang lain yang membuat kita menjadi hantu," kataku. "Apakah kamu sudah tahu mengenai hal ini?"
"Tidak. Aku baru tahu ini. Waktu itu, aku cuma menebak asal saja."
"Karena kamu mengingat keadaanmu saat kamu masih hidup yang lebih baik daripadaku."
"Hei, belum tentu juga keadaanku benar-benar lebih baik. Aku meninggal secara mengenaskan pula, karena kecelakaan motor."
"Yah, aku bisa dibilang membunuh diriku," imbuhku.
"Ngomong-ngomong soal mengenaskan," Hari menimpali, "kalian belum lupa, kan? Aku mati karena aku punya alergi kacang akut dan aku keliru membeli roti bakar."
"Oke, oke!" Tarek menghentikan kami semua dari perdebatan. "Kita tidak boleh dan tidak bisa sampai bertengkar. Kita tenangkan diri dulu dan mencerna apa yang bisa kita ambil dari pertemuan Aksa dan jin qarin-nya."
Kami langsung terdiam dan merenung. Karena aku masih berdiri, aku duduk di sebelah Hari, di kasur tanpa seprai. Tarek duduk di kasur berseprainya sendiri seperti biasa dan duduk menghadap aku dan Hari. Dua ranjang bersebelahan di kamar asrama Tarek ini sudah menjadi saksi bisu atas kegiatan supernatural kami, para hantu (kalau seandainya kami bisa terlihat, relatif bagi ranjang-ranjang). Aku menjadi mengamati seprai kasur Tarek. Seprai dengan paduan warna oranye dan hijau yang masih sama dengan saat aku masuk ke kamar Tarek pertama kali. Sudah berapa lama seprai itu tidak diganti? Apakah Tarek rutin membersihkan seprainya di saat-saat aku tidak mengetahuinya? Apakah itu berpengaruh? Apakah keluarganya Tarek tidak berpikiran untuk mengambil kembali seprai itu?
"Sebenarnya," Hari mulai berkata, "bagaimana kita meninggal itu berbeda-beda, kan? Tapi apa yang sama dari itu semua?"
"Yang sama dari itu semua?" Aku menanggapi. "Hasilnya, kita bertiga menjadi hantu."
"Hantu macam apa?"
"Hantu mahasiswa yang pernah belajar di kampus ini?" Aku terdengar sangsi. "Hantu yang punya kekuatan super berdasarkan fisika?"
"Kita sama-sama mahasiswa kampus ini," tambah Tarek, "walau, ya, pada angkatan tahun yang berbeda."
Hari membuat gerakan seperti menjentikkan jarinya (tetapi jentikannya tidak bersuara, entah karena dia tidak menjentik dengan benar atau karena ternyata hantu tidak bisa menjentikkan jari sampai mengeluarkan suara). "Di cerita-cerita, biasanya, hantu terikat dengan sesuatu yang membuatnya tidak bisa meninggalkan hal yang membuatnya terjebak. Kita terjebak di kampus, dengan kampus ini, dan karena kampus ini."
"Kita sama-sama bangkit di kampus ini juga, kan?" imbuhku lagi.
Hari (membuat gerakan) menjentikkan jarinya lagi. "Penyebabnya ada di kampus ini."
Aku menganga. Tarek masih tampak termenung. Kami memahami bahwa kami memang terjebak di kampus ini meskipun kami sebenarnya bisa keluar kampus. Kami memang terjebak karena kampus ini. Artinya, kami mati dan bangkit karena kampus kami juga.
Tarek tiba-tiba berdiri dari kasurnya. Dia seperti mendapatkan suatu ilham. Yang aku dan Hari belum ketahui adalah seperti apa ilhamnya.
"Kita harus menemukannya. Kita harus menemukan sesuatu atau seseorang di kampus ini yang menyebabkan kita menjadi hantu."
"Tentu saja, Tarek. Kita pasti akan mencarinya!" sahut Hari.
Aku turut berdiri lalu mendekat ke Tarek. "Aku yakin kamu ingin segera melakukan pencarian. Aku cuma berharap kita tidak tergesa-gesa dan mencari tanpa arah," kataku di depan Tarek.
"Yah, lebih cepat, lebih baik. Aku mau kau, Hari, dan aku bisa cepat menyebrang," balas Tarek.
"Aku paham kamu sudah sendirian menjadi hantu selama lebih dari 6 tahun. 6 tahun bukan waktu yang sebentar. Tapi, setelah 6 tahun itu, kamu punya kita, aku dan Hari. Kamu sudah tidak sendirian lagi. Aku dan Hari ada menyertaimu sehingga kita bisa menanggung semua ini bersama."
Tarek memandang ke arahku. Aku melihat sepasang mata milik Tarek. Barangkali aku baru menyadari kalau warna iris mata Tarek adalah coklat. Mungkinkah jantungku akan berdetak keras kalau aku masih memiliki jantung sekarang?
"Kau benar lagi, Aksa. Sekarang, kita sudah punya satu tujuan yang sama." Tarek memandangiku dengan sepasang matanya yang memikat. Aku merasa jika yang kukatakan tadi hanya penghiburan semata. Akan tetapi, Tarek seolah menangkapnya seperti mendapatkan tuntunan dari pemandu ahli. Ya, aku mengetahuinya melalui matanya. Mata memang merupakan jendela jiwa, bahkan mungkin untuk hantu yang sudah tidak punya jiwa lagi pula.
"Aksa, Hari," Tarek menunjuk kami berdua bergiliran dengan telunjuknya, "membandingkan penyebab kematian kita masing-masing tidak akan membuat kita hidup kembali menjadi manusia. Jadi, aku harap, kita tidak bertengkar karena itu."
Aku dan Hari manggut-manggut karena menyetujuinya. Tarek sungguh benar.
"Kami mengerti. Akan kami ingat itu," kata Hari.
"Kalau begitu, kita akan lanjut membicarakan ini besok. Ini sudah larut malam," kata Tarek. "Kita buat perencanaan, mau memulai dari mana. Kita bisa bagi-bagi tugas, bagi wilayah kampus menjadi tiga untuk masing-masing diri kita menyisiri tempat-tempat di kampus. Aksa, bisakah kau ke kamarku lagi besok pagi atau siang?"
"Bisa. Akan aku usahakan untuk ke kamar ini lagi pada waktu-waktu tersebut besok. Paling cepat pukul 8 atau 9, jam-jam mahasiswa berkuliah."
Tarek pun mengangguk, puas mendengar jawabanku. Hari turut mengangguk, masih duduk di pinggir kasur tak berseprai sambil memegangi sisi pinggir kasur dengan kedua tangannya. Kami menerima momen ini sampai tiba waktunya aku pamit meninggalkan Tarek dan Hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Menjadi Hantu
HorreurBagaimana jika suatu hari, kau menemukan dirimu sudah bukan manusia lagi? Bagaimana kalau ketika kau bangun, kau ternyata sudah mati? Bagaimana bila saat kau sudah mati, kau malah menjadi hantu? Maukah kau belajar bagaimana caranya menjadi hantu? * ...