"Tarek, apakah sebenarnya kita ini punya mata?"
Aku berbaring di sebelah Tarek. Aku dan Tarek baru selesai melakukan suatu sesi sore. Karena Nelly belum juga datang ke kampus, Tarek berpasangan denganku untuk melakukannya. Hari sedang keluar kamar Tarek, berlatih kemampuannya sendirian di hutan mini kampus (aku yang merekomendasikan tempat itu ke Hari).
"Yah, punya, tapi bisa jadi tidak punya juga," jawab Tarek di sebelahku di atas kasurnya yang berseprai. "Aku mengerti maksud pertanyaanmu. Kalau kita tidak punya organ mata, mengapa kita bisa melihat? Yah, itu karena kita—ruh kita—masih berfungsi layaknya manusia hidup sebagai hantu, sebagai mantan manusia, meski tanpa adanya fungsi organ-organ tertentu. Tempat mata kita di tubuh, di mana penglihatan kita berfungsi, masih berada di tempat yang sama dengan saat kita masih hidup."
Aku mendengus. "Dan itu juga mengapa kita bisa melakukan ini. Berhubungan bersama."
Aku bangkit untuk duduk di atas kasur. "Tarek, kurasa, aku sedang tidak ingin melakukan itu setelah ini selama beberapa lama. Aku tidak ingin dikelabui oleh perasaanku sendiri."
Tarek ikut duduk di sebelahku. "Aku menghargai keinginanmu, tapi apa yang kau maksud dengan dikelabui perasaanmu sendiri?"
Aku beranjak turun dari kasur dan membuat diriku berpakaian. Aku membalikkan badan sehingga aku menghadap ke Tarek untuk berkata, "Kamu mungkin sudah tahu kalau aku menyukaimu. Tapi, itu tidak berarti aku pantas melakukan hubungan fisik denganmu saat ini."
"Kata siapa?"
"Kamu masih pacar Nelly dan kita membutuhkan bantuan sebanyak mungkin untuk menyelesaikan permasalahan kematian kita. Terima kasih, Tarek. Aku akan kembali ke kamarku. Aku mau melakukan sesuatu yang lain. Mungkin aku bisa memberi Dania pertolongan dalam penyelidikan atau tugas kuliah di kamar."
Tarek hanya mengangguk. Aku meninggalkan kamar Tarek dengan ketidaktahuanku mengenai apa yang akan Tarek lakukan selanjutnya.
***
Aku mengamati Dania yang mengetik di laptopnya. Dania tengah mengenakan headset sambil mengetik untuk mengerjakan suatu tugas kuliahnya. Dia tidak akan mendengarku memanggilnya karena telinganya yang tertutup headset yang menyalakan audio yang keras sehingga mengalihkan pendengarannya.
Mungkin beginilah enaknya menjadi hantu yang tidak punya PR. Hanya saja, terlalu lama diam begini bisa membuatku mati kutu. Walaupun aku sudah mati.
Dania menoleh kepadaku lalu melepas headset-nya. "Hei," panggilnya, "aku sempat bertemu dengan Hari yang sedang jalan-jalan sendiri di kampus."
"Oh ya?"
"Iya. Katanya, kamu suka membaca novel. Benar, Aksa?"
"Ya, itu benar."
"Makanya," Dania mengambil tas kuliahnya yang ada di dekatnya, "aku meminjam novel ini dari perpustakaan tadi, selain aku meminjam buku pelajaran Desain dan Rekayasa Manajemen dan buku pelajaran Kalkulus. Kebetulan batas jumlah peminjaman buku yang nonpelajaran adalah tiga buku—lima buku kalau semua buku pelajaran."
Dania mengeluarkan sebuah novel dari tasnya. Itu adalah sebuah buku novel historical fiction dengan time travelling atau perjalanan waktu. "Aku asal saja memilihnya, tapi kuharap kamu suka, Aksa."
"Oh! Aku bakal suka ini, kok. Terima kasih," ucapku saat menerima novel tersebut dari Dania.
"Sama-sama."
Aku meletakkan novel di sebelahku di atas kasur. Aku dan hantu-hantu lainnya sudah tahu kalau Dania adalah mahasiswi jurusan Matematika, jadi wajar kalau dia meminjam buku Kalkulus. "Mengapa kamu pinjam buku pelajaran Desain dan Rekayasa Manajemen? Bukannya itu untuk jurusan Manajemen?"
"Hmmm. Aku tertarik untuk melanjutkan studi ke Manajemen nanti. Aku memang suka hal-hal terkait manajemen juga."
"S-2?"
"Ya."
"Keren sekali," sanjungku. Itu membuatku mendadak sedih karena kini, aku sudah tidak punya kesempatan untuk berkuliah lagi.
"Jangan sedih, Aksa. Maafkan aku," ujar Dania. "Nah, aku akan membantumu sebisa mungkin selama aku berkuliah di sini. Toh, aku masih mahasiswi tingkat pertama, jadi masih ada waktu."
"Iya, Dania."
"Itu membuatku ingin tahu," imbuh Dania. Dia menyimpan fail pekerjaan di laptopnya dengan memencet tombol save agar tidak hilang. "Aku tahu kamu lupa beberapa hal dari selama kamu masih hidup. Tapi, apakah kamu ingat teman sekamarmu dulu?"
Aku mengingat-ingat sebentar. "Aku rasa, ada seorang mahasiswi lagi yang menempati kamar ini bersamaku. Tapi, aku lebih sering sendirian karena mahasiswi teman sekamarku ini sering berkegiatan di luar asrama. Sayangnya, aku sudah lupa siapa dia."
"Kamu sudah lupa siapa?"
"Ya. Aku bahkan sudah lupa juga apakah dia kakak tingkatku atau teman seangkatanku dulu."
"Oooh." Dania manggut-manggut. "Yang itu berarti, aku memang butuh bantuan Nelly. Dia, kan, putri dari bapak kepala asrama laki-laki. Mungkin aku bisa dapat data soal penghuni asrama dari tahun-tahun lalu."
"Ya, itu benar!"
Dania tersenyum. "Aku akan mencoba menghubungi Nelly secepatnya. Tentu setelah aku menyelesaikan tugas-tugasku dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Menjadi Hantu
HorrorBagaimana jika suatu hari, kau menemukan dirimu sudah bukan manusia lagi? Bagaimana kalau ketika kau bangun, kau ternyata sudah mati? Bagaimana bila saat kau sudah mati, kau malah menjadi hantu? Maukah kau belajar bagaimana caranya menjadi hantu? * ...