Babak III (10)

25 4 0
                                    

Nama teman sekamarku dulu adalah Belinda Retnosari Satya. Di saat kebanyakan orang lebih umum untuk memakai hanya dua kata untuk nama lengkap mereka, Belinda masih dinamai dengan tiga kata. Sayangnya, hubungan Belinda dengan ayahnya, yang bernama Satya itu, pun tidak terlalu baik. Ayahnya pernah melakukan KDRT kepada ibunya. Ibunyalah yang pernah memberi nama 'Retnosari' kepadanya. Makanya, untuk menyebut nama panjangnya, Belinda biasanya terhenti di 'Retnosari', jadi Belinda Retnosari saja. Syukurlah, saat ini, Belinda memiliki ayah tiri yang baik bersama sang ibu, selepas perceraian kedua orang tua kandungnya.

"Aku tahu kalau sebenarnya ada yang tidak beres dari meninggalnya Aksa," kata Belinda setelah menyambut datangnya Nelly dan Dania ke kantornya. Belinda telah mengetahui maksud dan tujuan Nelly dan Dania menemuinya karena Nelly dan Dania juga menyatakannya secara gamblang: "mencari tahu informasi tentang kematian Aksa". "Bukannya aku bermaksud tidak sopan, tapi dari kematian yang tidak beres, ada hal yang lebih tidak beres lagi di baliknya," lanjut Belinda.

Belinda, Nelly, dan Dania berada di lounge untuk istirahat karyawan kantor arsitek dan desain. Mereka sudah janjian dan bertemu di kantor tempat Belinda bekerja. Belinda dulu memang mahasiswi arsitektur.

"Mohon maaf. Aku izin merokok, ya," ucap Belinda yang duduk di kursi panjang di seberang tempat duduk Nelly dan Dania, sesama kursi panjang, lalu menyalakan sebatang rokok. "Ini area boleh merokok. Kalau masuk ke pintu kaca itu, itu baru area non-smoking," tunjuk Belinda ke ruang lounge yang terletak lebih dalam. Rokok Belinda tersangkut di antara dua belah bibirnya.

"Oh, baik," kata Nelly. Nelly dan Belinda hampir sepantar. Belinda dulunya adalah kakak tingkat dua tahun di atas (Belinda masuk terlebih dahulu pada tahun 2011, Aksa masuk pada tahun 2013).

"Aku juga salah satu orang yang mengetahui kondisi Aksa," kata Belinda setelah menghembuskan asap rokok. "Faktanya, aku salah satu dari sedikit orang yang tahu selain, mungkin, dokter dan segelintir dosennya. Aku sudah berusaha terbuka untuk Aksa, mencoba membantunya menghadapi perkuliahan di tahun pertama karena dia masih mahasiswa baru waktu itu. Aku ingin menganggapnya seperti adikku sendiri. Tapi, ternyata ...," mata Belinda tampak berkaca-kaca dan dia tercekat sejenak, "dia pergi begitu cepat."

"Kami sangat berduka cita mendengarnya," kata Dania. "Aksa juga teman kami."

Belinda mengernyit lalu menunjuk Nelly dan Dania bergantian. "Kalian tahu, dari awal, aku sudah merasakan hal yang lucu dari kalian. Kalian pasti mengenal Aksa baru setelah ia meninggal, bukan? Ya, kalian teman Aksa, aku percaya itu, tetapi aku merasa kalian mampu berteman dengan Aksa yang "tanpa fisiknya". Kalian tahu maksudku. Kalian ini ... paranormal."

"Bagaimana bisa ... kautahu?" tanya Nelly.

"Aku punya insting yang cukup tajam," jawab Belinda sambil melanjutkan merokok. "Aku pun sebenarnya sulit menjelaskannya. Tapi, kalau kalian datang kepadaku saat ini, itu berarti, kalian pernah bertemu Aksa yang "tanpa fisiknya" itu, kan? Aksa yang sudah meninggal? Jiwanya Aksa? Dan kalian ingin menuntaskan permasalahan terkait meninggalnya Aksa?"

Nelly dan Dania saling berpandangan. Mereka tidak tahu apakah mereka harus mengatakan yang sesungguhnya kepada Belinda atau tidak. Namun, Nelly akhirnya berkata, "Belinda, kamu benar. Jiwa Aksa ... masih bergentayangan di kampusnya. Kami memang menemuinya."

Belinda menghela napas beserta kepulan asap rokoknya dan menepuk paha kanannya sendiri. "Sudah kuduga. Pasti ada sesuatu eksternal yang membuat Aksa seperti itu. Makanya, meninggalnya Aksa itu sangat janggal. Sebutlah aku menyangkal kenyataan karena memang aku yang paling pertama menemukan Aksa meninggal di kamar asrama, yang paling pertama bersedih juga, tetapi aku tidak bisa menjabarkannya karena aku tidak punya bukti konkret."

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang