Babak III (7)

21 4 0
                                    

(Peringatan eksplisit!)


Dania memasukkan papan tulis kapur, kotak kapur, dan penghapus papan tulis ke dalam tas carrier. Kami akan meninggalkan pohon beech tempat berkumpul kami setelah Dania menjelaskan pola dari kematian kami. Kami semua sudah berdiri. Satu-satunya yang akan keluar dari kampus adalah Nelly. Nelly hendak pulang ke indekosnya, tempat tinggalnya.

Namun, "Oh, ya, Tarek," Nelly memanggil Tarek, "ada satu hal pribadi yang aku ingin katakan kepadamu. Jadi, aku butuh privasi untuk mengatakannya."

Aku mengetahui waktu ini akan datang. Aku sudah tahu apa yang akan dikatakan Nelly. Aku mengalirkan udara ke dalam tubuhku secara perlahan, berusaha menenangkan diriku sendiri.

"Ya, boleh, Nelly," kata Tarek. Tarek berpaling kepada kami bertiga, aku, Dania, dan Hari, "Oh, kalau kalian mau kembali duluan ke asrama, silakan. Aku menyusul."

"Baik, Tarek," kata Hari.

Aku, Dania, dan Hari meninggalkan pohon beech duluan untuk membiarkan Tarek dan Nelly berdua dan membicarakan sesuatu.

"Mereka mau membicarakan apa?" Dania bertanya sembari berjalan bersamaku, mengekori Hari di belakangnya.

"Mungkin sesuatu yang berkaitan dengan pasangan kekasih hantu-manusia, antara dua dunia," timpal Hari, mendengar Dania.

"Jadi, apa maksudmu? Menurutmu apa?" tanyaku ke Hari yang ada di depan. Sepertinya, Hari tengah menduga hal yang sama denganku.

Akan tetapi, Hari mengangkat kedua bahunya lalu berkata, "Ya, kita cuma bakal tahu sampai ada yang memberi tahu hasilnya."

Aku mendengus, mengalirkan udara lagi dari hidungku. Aku, Dania, dan Hari terus menuju asrama hingga Hari berpisah dari aku dan Dania karena Hari pergi ke asrama laki-laki, sedangkan aku dan Dania ke asrama perempuan. Aku hanya terdiam mengikuti Dania sampai kamar asrama kami.

Jadi, Hari benar, kami hanya bisa tahu kalau ada yang memberitahukan hasilnya.

***

"Oh, umh, Aksa."

"Ah, Tarek ...."

Tarek mencegahku untuk berkata-kata lebih lanjut karena kini ia menciumi bibirku. Tarek yang duduk di pinggir kasurnya menggerayangi badanku serta mengentak-entak dan memacuku dari bawah dengan kecepatan tinggi. Kuduga, aku ini tipe yang pasrah karena aku tidak melakukan banyak selama duduk di pangkuan Tarek. Setidaknya, kami sama-sama merasa terisi selama aku mendapatkan kecupan dan pelukan dari Tarek serta Tarek sendiri mampu menyalurkan emosinya kepadaku.

Setelah selesai, masih di pangkuan Tarek, di hadapannya, aku bertanya, "Apakah kamu sudah mengeluarkan seluruhnya, Tarek?" setelah kami selesai melakukan sesi cepat kami.

Tarek hanya mengangguk pelan. Aku hanya bisa mencium pipi dan dahi Tarek. "Kamu baik-baik saja?" tanyaku lagi.

Tarek mengangguk lagi dan sekarang, dia pun bertanya, "Aku yang harusnya menanyakanmu, kamu baik-saja?"

Aku mengedikkan bahu. "Kita sudah mati. Aku baik-saja."

"Maafkan aku," ucap Tarek meminta maaf.

Aku menangkup wajah Tarek dengan kedua tanganku. "Nelly masih akan kemari, Tarek. Dia perlu membantu untuk memecahkan misteri di balik kematian kita."

Tarek berkata, "Aku seharusnya tahu kalau hubungan kami tidak akan lama. Nelly adalah manusia hidup yang punya pekerjaan, yang mencari uang. Sementara itu, aku adalah hantu yang harus pergi menyebrang. Makanya, putus menjadi pilihan terbaik. Aku sedikitnya merasa bersalah karena aku melampiaskan semuanya kepadamu."

Cara Menjadi HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang