32 : Pain

1.1K 130 43
                                    





Waru mengerjapkan matanya pelan. Butuh beberapa detik baginya agar pandangannya menjadi normal dan kesadarannya kembali penuh. Dahinya berkerut kala menerawang ruang asing yang tampak kumuh dan remang-remang dihadapannya saat ini.

Waru beralih memandang kedua tangannya yang sudah di rantai dengan besi berkarat, begitupun kedua kakinya. Ia terduduk diatas lantai kumuh yang dingin. Dan atensinya diambil oleh suara decitan pintu besi yang terbuka, menampilkan sosok yang sudah hampir 3 tahun ini tak pernah Waru lihat.

Derap langkah itu kian mendekat pada tubuh yang kini terduduk malang diatas lantai yang dingin itu.

"P-papa..." lirihnya pelan. Bibirnya bergetar hebat. Waru rindu, namun juga takut. Ia memandang manik mata yang sangat mirip dengan miliknya itu lamat-lamat, dan sorot yang ia dapat masih sama.

Kebencian.

Plak!

Waru terhenyak dengan kepala yang kembali terasa pening setelah mendapat tamparan yang begitu keras dari sang ayah.

Plak!

Tamparan kedua kembali dilayangkan di tempat yang sama. Hingga akhirnya sudut bibirnya kini dibuat sedikit robek dan hidungnya mengeluarkan darah segar.

"Anak sialan! Sudah berapa kali saya bilang untuk jangan mengusik hidup saya lagi!"

"Kenapa kamu masih juga bersikap bebal hah?! Kenapa kamu kabur dari tempatmu! Kenapa kamu kembali, jalang!"

Segala umpatan keluar dari lisan Adipati. Matanya memerah karna amarah. Sorotnya menunjukkan amarah yang sudah berada di puncak. Kedua tangannya sampai mengepal ketika menatap putri sulungnya itu.

Waru memejam erat. Ia sangat takut sekarang. Wajahnya sangat sakit, pun semua ingatan tentang hari dimana ia sering menerima pukulan dan cambukan dari ayahnya kembali menerjang ingatannya.

"P...papa..."

"Diam kamu bajingan!"

Adipati berjalan ke sudut ruang dan meraih sebuah cambuk yang terbuat dari rotan yang memang ada disana entah sejak kapan. Waru yang menyadari apa yang kini ayahnya raih pun langsung menggeleng keras dengan air mata yang merebak deras.

"J-jangan... Waru mohon jangan..."

Ia beringsut mundur dengan susah payah. Namun Adipati langsung menarik kasar tubuhnya hingga rantai yang membelit tangan dan kakinya berbunyi nyaring. Waru mencoba memberontak namun kalah kuat. Tubuhnya dilempar keras hingga tersungkur, dan Adipati langsung melayangkan cambuk yang berada di tangannya ke punggung Waru.

Ctas!

"Dasar pembawa sial!"

Waru merintih dalam posisinya sekarang.

Ctas!

Ctas!

Adipati melayangkan cambuknya tanpa ampun.

Ctas!

Ctas!

Ctas!

Waru bahkan tak diberi jeda sedikitpun walau hanya sekedar untuk menyuarakan sakitnya. Gadis itu mulai meringkuk ketika hoodie putih Nadi yang saat ini ia gunakan mulai terkoyak bagian punggungnya dan terdapat bercak darah miliknya disana.

Itu sangat menyakitkan, dan Waru hanya bisa menangis dalam diam.

"S-sakit..." lirihnya pelan, bahkan hampir tak terdengar.

(Un)happy | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang