Jasmine
"Halo."
"...."
"Eum, iya, aku mandi dulu, ya, Cantik."
Jadi, ini adalah suara yang terakhir gue denger semalem, sebelum tidur.
Dan, ini juga adalah suara pertama yang gue denger pagi ini, setelah bangun tidur.
Bedanya, ketimbang semalem, yang sekarang tuh kedengaran lebih ... deep and ... husky, mungkin?
Bedanya lagi, semalem gue bisa liat muka dia karena kita terhubung melalui video call, tapi subuh ini gue nggak bisa liat muka dia karena kita cuma terhubung melalui voice call, dan ini bikin akal gue bebas berkreasi:
mengkreasikan gimana bentuk muka seorang Adam pas baru bangun tidur.
Iya, karena gue udah dapet peringatan dari Adam buat enggak mengandalkan Safira lagi tiap berangkat kuliah apalagi jalan kaki dan juga permintaan Adam agar dibangunkan pagi-pagi, gue akhirnya memutuskan buat nelpon dia,
"Sok, kamu siap-siap. Nanti, jam setengah tujuh aku jemput."
tanpa pernah berpikir bahwa itu mungkin bisa aja mengganggu kelancaran sistem pernapasan gue.
Nggak pake kata mungkin lagi. Gue sadar, sesadar-sadarnya kalo suara Adam emang beneran kedengaran nggak kayak biasanya, lebih deep and husky, sama satu lagi ...
... sexy.
Tiap denger dia ngomong, gue selalu tahan napas sampe hampir lupa gimana caranya bernapas dengan baik dan benar.
"Nanti kabarin, ya, kalo mau otw."
Akhirnya, gue cukupkan sekian telepon yang berpotensi bikin hati beserta kewarasan gue jatuh sejatuh-jatuhnya kalo disambungin lebih lama.
Gue nggak mau, ya, jadi satu dari sekian banyak populasi manusia yang bulol alias bucin tolol ke pasangannya kayak temen-temen gue kebanyakan. Gue masih pengen mempergunakan akal-logika gue di setiap ranah kehidupan gue, termasuk ranah percintaan.
Persetan sama stereotip orang-orang yang bilang kalo cinta dan logika hampir mustahil disejalankan. Hampir, 'kan. Bukan enggak.
Tuh, buktinya, Safira bisa.
Kalo ada prahara cinta, dia masih bisa nongkrong-nongkrong, belanja-belanja, ketawa-ketawa bareng gue dan bareng temen-temennya. Nggak ada kata galau di kamus hidup dia. Bagi Safira, cowok datang dan pergi itu udah jadi hal biasa, katanya nggak perlu lah galau-galau, tinggal cari yang lain.
Gue pengen kayak dia, "kuncinya, nggak usah berlebihan sayang sama cowok biar kalo ditinggal nggak sakit-sakit amat."
Itu katanya, dan itu juga yang bakal gue terapin ke depannya.
Bukannya gue nggak percaya Adam. Gue cuma pengen menerapkan satu upaya pencegahan kalo pada akhirnya gue harus melewati yang namanya proses perpisahan.
Lagian, ya, ini masih pagi, sist. Terlalu dini untuk gila.
Dan, asal lo semua tahu aja, semalem, gue juga udah menutup hari dengan menjadi sedikit gila.
Semalem, pas gue video call sama Adam. Tampak di layar hape gue, dia lagi nyetem gitar di pelukannya.
"Aku nggak jago bahasa Inggris, tapi coba dengerin ini ya ...."
Nggak lama setelah itu—
"... oh, baby, i'll take you to the sky
forever you and i, you and i, you and i
and we'll be together 'til we die
our love will last forever and forever you'll be mine,
you'll be mine."
KAMU SEDANG MEMBACA
INESPERADO [END]
Romance"Gue pacarin, kalo lo bilang suka gue." "Suka aja nggak apa-apa. Gue udah soalnya."