38

721 144 106
                                    

Jasmine

Ngeliat isi dari paperbag yang Dirga kasih ke gue, bikin gue mikir:

Apa mungkin selama ini, asumsi gue salah? Bukan keluarga gue yang nggak peduli, tapi gue yang terlalu menutup akses kepedulian mereka terhadap gue?

Mungkin, karena gue nggak pernah minta uang ke Mas Irham dan nggak pernah ngasih tahu berapa-berapa nomor rekening gue, akhirnya lewat perantara Dirga, Mas Irham ngasih amplop isi kartu debet disertai kertas bertuliskan nomor pin-nya.

Mungkin, karena gue nggak pernah ngehubungin Mbak Sonya, akhirnya lewat Dirga juga, kakak kedua gue itu ngirim kue bolu yang ketike gue makan, kepala gue sibuk memutar cerita tentang gue dan Mbak Sonya yang dulu sering 'ngerecokin' Ibu pas bikin bolu di dapur.

Dulu, sebelum pengalaman pahit itu.

Iya, masa lalu, seberapa sering kamu mencoba buat menimbun masa lalu di dasar ingatanmu, sesekali, mereka akan tetap berkesempatan muncul ke permukaan.

Dirga

Kalo nggak sibuk, Mbak Sonya minta lo sesekali hubungin dia atau Mas Irham.

Siap.
Nanti gue hubungin.

Kalo kalian nanya, emang Dirga sedekat itu ya sama keluarga lo? jawabannya ... iya, mungkin.

Gue juga nggak tahu pasti sejak kapan atau gimana prosesi pendekatan mereka bisa terjadi.

Gue ingetnya, keluarga gue kenal Dirga ya karena Dirga, Yanuar, sama Safira sering main ke rumah gue, dulu pas pertemanan kita lagi solid-solid-nya.

Dirga

Mas Irham juga ngomong ke gue, kalo pulang ke Jogja suruh ngajakin lo juga.
Gue pulang sebulan sekali, kalo lo mau ikut pulang, kabarin aja.

Iya, gue kabarin lo, nanti.
Makasih, ya.

Oke.
Sama-sama, Jasmine.

Kayaknya, sekarang, ketimbang gue, Dirga jauh lebih deket sama kakak-kakak gue. Atau, mungkin malah jauh sebelum ini, makanya pas gue dirawat inap di rumah sakit, dia nawarin diri buat ngomong ke Mas Irham atau Mbak Sonya tanpa segan.

Gue nggak tahu. Nggak mau nanya-nanya, meskipun gue agak-agak pengen tahu. Kenapa?

Adam Fahreza
panggilan suara masuk

Karena gue udah pernah ngomong sebelumnya, kalau gue nggak pengen terpaku sama masa lalu, nggak pengen juga terlalu mikirin jauh ke depan.

Gue cuma pengen fokus sama diri gue yang sekarang dan Adam, orang yang pasti sayang sama gue.

Loh, emang kakak-kakak lo nggak pasti sayang?

Entahlah. Kadang mereka mengabaikan gue seakan mereka nggak sayang. Kadang, mereka juga mempedulikan gue seakan mereka sayang, kayak sekarang ini.

Terus, Dirga?

Soal dia dan perasaannya, gue no comment.

"Aku udah di kosan ini. Tadi, pulang naik grab."

Pintu kulkas gue tutup sembari ngomong. Telepon Adam barusan gue terima. Anaknya nanyain keberadaan gue pake suara baritonnya yang serak-berat-rendah, khas banget Adam kalo baru bangun tidur.

"Hm. Kok nggak bangunin aku?"

Ini, pake ada nada ngerajuknya dikit.

"Sengaja. Biar kamu bisa istirahat aja."

INESPERADO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang