28

864 165 296
                                    

Jasmine

Setelah seorang cewek cantik, wangi, berkulit agak gelap, seksi nan eksotis, ber-body tinggi-semampai tiba-tiba datengin meja gue sama Adam, ....

"Siapa, Dam?"

"Cewek gue."

... Adam ngenalin gue ke dia yang baru sadar akan keberadaan gue setelah beberapa saat cuma fokus ngajak ngobrol Adam aja seolah gue adalah makhluk tak kasat mata. Miris, ya? Iya. Gue ngerasanya gitu, sih.

"Jasmine."

Gue senyum, ngulurin tangan, dijabat, dan alhamdulillah dia bales senyum.

"Tifani. Panggil Tifa aja, hehe."

Yap, kita kenalan.

Orangnya super ramah. Sebelas-dua belas lah sama Safira. Tapi, yang ini, keliatan lebih high value dari cara dia berpenampilan yang dari atas sampe bawah nggak terhitung berapa duit tuh nempel di badan dia, semuanya branded.

Kemudian juga, cara dia ngomong, apa yang dia omongin, gesturnya, mimik wajahnya, semuanya worth it.

Dia nggak ngasih info soal dirinya ke gue selain nama karena emang guenya nggak nanya. Dia lebih banyak ngegali info soal gue dengan nanya-nanya hal-hal basic kayak kuliah di mana, jurusan apa, semester berapa, asal mana, anak ke berapa dari berapa bersaudara, dan ....

"Ayah dan ibu masih sehat?"

... gue nggak tahu, ini masih tergolong basic atau enggak. Yang gue tahu cuma, gue kesulitan buat jawab nih pertanyaan satu.

Makanya, gue diem lumayan lama sambil menimbang-nimbang mau jawab jujur atau bohong aja.

"Sehat, kok."

Dan, yaps. Gue bohong, gue senyum.

Bakal memanjang obrolan gue sama dia seandainya di situ gue jawab jujur perihal kondisi orang tua gue yang jauh dari kata sehat.

Dan lagi, gue nggak lupa, di sebelah gue ada Adam.

Buat ngasih tahu latar belakang keluarga gue ke dia yang statusnya udah naik level jadi pacar aja gue masih mikir puluhan kali, apalagi ngasih tahu orang yang belum ada sepuluh menit gue kenal.

"Dateng sama siapa lo ke sini?"

"Sendirian."

"Lah, asli?"

"Heeh. 'Kan lo tahu, dari dulu juga gue biasa ke mana-mana sendiri."

"Iya juga sih."

Buah dari gue yang nggak balik nanya-nanya alias diem aja dan Tifani yang nggak nanya apa-apa lagi adalah Adam ngajak dia ngobrol. Mereka ngobrolin banyak hal, dan gue ...

"Lo tahu, si Rena sama Darwin udah nikah? Gue nggak nyangka banget, padahal dulu kemusuhan."

"Haha, tahu gue. Orang gue diundang ke resepsinya."

"Kok gue enggak?"

"Mikir-mikir lah pasti mereka mau ngundang lo."

"Lah ngapain mikir-mikir?"

"Ya, lo-nya udah jadi model. Sibuk 'kan pasti sama jam terbang lo. Lagian lo juga sekelas sama kita cuma setahun doang pas kelas sebelas, abis itu pindah ke London. Mereka mikirnya, lo nggak akan inget sama mereka."

"Ih, padahal gue inget banget itu duo lawak di kelas. Undang aja kali. Kalaupun enggak dateng, seenggaknya gue bisa ngasih apa lah gitu."

"Hahaha, udah lewat. Nanti aja Juli, ke nikahan si Indar. Gue sampein ke dia buat ngundang lo."

INESPERADO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang