Chapter 07

327 25 75
                                    

"Kami anak autis tidaklah bodoh, kami hanya berinteraksi dengan cara yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kami anak autis tidaklah bodoh, kami hanya berinteraksi dengan cara yang berbeda."
— Paris Kornwit Treerapanyakun









•••










Paris pergi sekolah di antara oleh supir pribadinya. Kali ini dirinya sedikit bingung karena Tibet sedang pergi ke ajang ice skating di tim nasional.

"Khun Noo, apakah anda bisa sendiri untuk masuk ke dalam?" Tanya pengawal itu pada Paris.

Bocah cantik itu mengangguk yakin. "Aku bisa. Terima kasih sudah mengantar."

"Sama-sama, Khun Noo."

Kaki mungil milik Paris berjalan menuju kearah gerbang sekolah. Bahkan dirinya terlihat takut ketika ada beberapa siswa yang berlari. Paris pun segera menyingkirkan sebelum dirinya di tabrak.

Di lorong sekolah pun terlihat para siswa-siswi yang sibuk bercengkrama. Tapi Paris memutuskan masuk ke dalam kelas untuk membaca buku. Hingga akhirnya waktu pelajaran di mulai. Serta para siswa-siswi sibuk duduk di tempatnya masing-masing.

"Selamat pagi, anak-anak." Ucap Guru seni pada para muridnya.

Semua siswa menjawab dengan serentak. "Pagi, Miss."

"Hari ini kita pelajaran kita adalah sebuah seni. Dimana semua hal di dunia ini di tuangkan dalam keindahan seni terapan maupun lukis." Ucap guru seni pada siswanya. "Oleh karena itu, mari kita pergi ke ruang seni untuk melukis."

"Baiklah." Jawab para siswa-siswi.

Saat ini, kelas milik Paris sedang berada di ruang seni. Semuanya sibuk mencari tempat untuk melukis. Namun sayangnya, Paris berada di tepat paling pojok di ujung hingga tanpa seorang teman.

Bocah cantik itu pun sibuk mengoreskan pencil lukisannya pada kanvas. Iris matanya pun melihat kearah tempat pencil yang terdapat gambar paus. Hal itu membuat Paris pun berimajinasi bila seekor paus tengah berenang dan masuk ke dalam kelas seninya.

"Miss, apakah sebuah imajinasi itu sebagai bagian dari sebuah seni itu sendiri?" Tanya Paris tiba-tiba.

"Tentu saja." Jawab Guru seni sangat yakin. "Oleh karena itu, kalian semua boleh membuat sebuah lukisan dari imajinasi kalian sendiri."

Paris mulai melukis sebuah puas orca di dalam imajinasinya. Bahkan guru seni itu pun sibuk membantu Paris yang kesusahan untuk membuka tutup cat akrilik. Semua siswa melihat Paris biasa saja. Namun tidak dengan Chalita yang menganggap Paris itu bodoh.

Setelah selesai kelas melukis. Seperti biasa para siswa-siswi sibuk melukis palletnya sendiri-sendiri. Kali ini Chalita tidak sengaja menumpahkan bekas cat pada almamater sekolah milik Paris.

"Upss..." Ucap Chalita sambil menutup mulutnya pelan. "Aku tidak sengaja menumpahkan cat pada almamatermu karena aku tersandung. Jadi, maafkan aku."

"Baiklah. Tidak apa-apa." Paris hanya mengangguk ketika mendengar Chalita meminta maaf.

06. WHY Seasons 6 | A Whale Frequency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang