Chapter 10

297 30 50
                                    

"Maafkan aku bila terlahir tidaklah sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maafkan aku bila terlahir tidaklah sempurna."
— Paris Kornwit Treerapanyakun







•••








Sore yang begitu menyedihkan, Paris terlihat begitu kotor dengan tepung serta telur yang mengotori tubuhnya.

Paris hanya bisa menangis, kali ini Valence segera menghubungi pengawal, bahkan pria tampan itu pun mencoba untuk membersikan sisa tepung dan telur di seragam dan almamater sekolah milik adiknya. Lalu iris mata Valence melihat bekas sudutan rokok di lengan Paris yang timbul merah-merah luka bakar.

Di sini Valence segera menyelimuti tubuh Paris dengan mantel besarnya. Iris mata pria tampan itu pun melihat kearah sekitar dan terutama pada CCTV. Sebab semuanya bisa di usut apabila bukti telah di ketahui. Sebab Paris tidak akan bisa berkata jujur karena ketakutannya. Jemari lentik milik Paris memegang kaos milik saudara kembarnya.

"Paris, siapa yang melakukan ini padamu? Tanganmu terluka, lalu tepung dan telur ini telah membuatmu kotor."

Paris hanya menggeleng segera, bocah cantik itu benar-benar ketakutan.

"Hikss... Hiks... Paris tidak mau sekolah."

"Apa yang terjadi? Lalu dimana Tibet?" Tanya Valence pada Paris yang menangis, bahkan dia ingat bila Tibet tidak masuk sekolah selama 2 pekan untuk mengikuti kompetisi ice skating.

"Hikss.. Paris ingin pulang?"

Valence pun mengangguk. "Baiklah. Kita akan pulang dan mengobati luka di lengan Paris."

Kali ini kedua anak kembar itu pun memutuskan meninggalkan area sekolahan. Bahkan Valence menatap benci pada sekolahan Paris yang menyepelekan anak kebutuhan khusus. Parahnya lagi Paris seketika takut dan tidak mau bersekolah lagi.

"Khun Noo Valence, apa yah terjadi pada Khun Noo Paris?" Tanya Peter khawatir.

"Ada anak nakal yang berusaha menyakiti Paris." Jawab Valence.

"Baiklah. Nanti saya akan beritahu Khun Wegath." Kata Peter.

Valence pun segera memakaikan sabuk pengaman pada Paris. "Tidak perlu. Akan aku beritahukan pada Hiaku."

Sementara itu, Chalita, Prem, dan Ploy sibuk bersantai di lapangan basket. Mungkin kali ini mereka sibuk bersenang-senang. Namun siapa sangka kedepannya akan ada malapetaka yang akan menghancurkan mereka.

Anak-anak nakal itu sibuk menikmati beberapa camilan. Bahkan Prem baru saja menggoda guru olahraga untuk tidak melakukan sidak lokasi.

"Bagaimana apa kau baru saja bercinta dengan guru olahraga?" Tanya Ploy pada Prem.

"Ya, bahkan dadaku menjadi merah-merah sekarang." Kesal Prem.

Lalu Chalita berceletuk. "Bukankah kau seorang pelacur!"

06. WHY Seasons 6 | A Whale Frequency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang