"Psychofágos sedari tadi mengelilingi sisi hutan sebelah kiri, tempat terakhir ia melihat Gara" ucap Jack sambil menurunkan teropong miliknya, dan memberikan benda itu pada Ardan.
Ardan mendekatkan teropong itu pada matanya, "Kau benar, dia masih di sana."
"Berhentilah memata-matai makhluk itu, apa kalian tidak lapar?" Suara itu berasal dari mulut Edward.
Ardan dan Jack menghela napas panjang, mereka berbalik dan masuk ke tenda yang dibuat oleh Chlea hanya menggunakan kain yang tidak bisa menembus apapun seperti suara dan cahaya. Kain itu digantung di empat tali. Di dalam tenda, mereka memiliki lentera yang tidak terlalu besar, cukup untuk dimasukkan dalam tas pinggang tak terbatas milik Selena. Mereka bersyukur sekali Selena membawa lentera itu untuk penerangan dan sebagai penghangat.
Matahari sudah terbenam, suasana hutan itu sangat dingin. Mereka sedang bersiap untuk makan malam.
"Malam ini sangat dingin, beruntung sekali kita punya bulu-bulu ini" kata Chlea.
"Apa di antara kalian ada yang membawa selimut?" Tanya Selena sambil menggosok-gosokkan tangannya untuk menjaganya tetap hangat. Yang lain menggelengkan kepala.
"Kain ini tidak bekerja begitu baik, aku pikir bisa menahan suhu sekitar" ucap Gara selesai dengan makanannya.
"Kurasa hanya pada suara dan cahaya saja. Aku penasaran, apakah tidak tembus air atau api juga?" Chlea bingung.
Gara bangun dari duduknya, merenggangkan otot-otonya karna sama sekali tidak bergerak setelah diperban Selena. "Lycanthrope punya suhu tubuh yang bisa melindungi diri dari suhu dingin seperti ini. Salah satu dari kita harus menghangatkan Selena."
Dia mengeluarkan degger miliknya lalu bersiap untuk turun ke bawah pohon. Hal itu disadari Ardan, dan segera menghentikannya, "Kau mau kemana? Ingatlah lukamu."
"Tidak apa, lukanya sudah tidak terasa sakit" ucap Gara sambil merobek perban ditubuhnya dengan degger miliknya, dan membalikkan tubuh untuk memperlihatkan punggungnya. "Lihat, sudah mengering."
"Hahaha lucu sekali, bagian luka itu kehilangan bulu" ketawa Jack.
Gara melompat begitu saja, tapi dia juga tidak lupa seberapa tinggi pohon itu. Pada beberapa batangnya, dia menghinggap, dan berayun hingga ia sampai ke permukaan tanahnya. Untung saja, dia tidak membuat suara sama sekali.
Dirinya hendak melakukan ritual yang dilakukan Andrea saat asrama.
"Bahkan aku tidak tau kalimat yang harus kuucapkan untuk ritual ini, aku hanya tau artinya saja" batin Gara kepada Saga.
"Kau bisa bertelepati dengan Andrea, jika kau bisa bertelepati dengan saudaramu. Coba saja" balas Saga.
Gara pun berkonsentrasi untuk terhubung dengan Andrea, ternyata hal itu berhasil.
"Andrea, ini aku, Gara. Bagaimana kondisi kalian?"
"Gara? Wow, kita bisa bertelepati!? Kondisi kami benar-benar tidak aman, kami sedang bersembunyi!" Ucap Andrea di seberang sana.
"Oh, begitu. Bisakah kau memberi tau padaku, kalimat yang kau ucapkan saat melakukan ritual penggunaan degger?" Pinta Gara.
"Tentu saja, syukur aku mengingatnya. Tapi, untuk apa?"
"Aku ingin mencobanya, tanpa penggunaan degger ini, kami tidak akan berhasil di sini" jelas Gara.
"Baiklah, dengarkan aku baik-baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia; The Hybrid.
AdventureKelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia...