CHAPTER 48: A Mandate For Upperclassmen.

18 1 0
                                    

Mungkin sudah berminggu-minggu aku tinggal menyendiri di rumah pohonku, menatapi asrama setiap malam, atau mendengarkan orang-orang di dalam sana bercengkrama. Ku pikir pembicaraan singkatku dengan Castiel di kelas waktu itu akan mengubah dirinya, namun tak sekalipun setelahnya dia mau berdekatan denganku lagi. Dia sedang berpikir keras atas ucapan terakhirnya hari itu.

Saat ini aku baru saja menyelesaikan kelas perhitungan, dan sebentar lagi akan ada ujian kedua. Aku harap tak ada lagi monster aneh yang ikut serta.

Aku turun lewat tangga, berpapasan dengan beberapa murid setingkatku yang langsung menjauhkan diri mereka. Hingga sampai aku di lantai 3, ketika beberapa para murid tahun ke4 dan 5 menghadang langkahku ke arah tangga.

"Hey, Pangeran. Apakah kau ingin lewat?" Tanya salah satu dari mereka yang mendekatiku.

"Haruskah kami menggelar karpet merah untukmu?"

"HAHAHA!"

Oh.. Aku baru mengerti sekarang.

"Bukankah para pasukan Jenderal Barbarian mencari keberadaanmu? Aku tak menyangka kau dilindungi di sini. Bagaimana jika aku menjadi saksi atas keberadaanmu di Akademi?" Laki-laki di depanku menyenggol bahuku dengan telunjuknya.

"Kau akan dikeluarkan dari Akademi, dan kami akan hidup dengan tenang tanpa harus waspada akan dirimu."

"Benar! Kenapa kau tak sadar diri juga, wahai Pangeran Sagara."

"Hahaha! Kau tak bisa memerintah prajuritmu untuk menangkap kami. Di sini kau hanya murid tahun pertama!"

"Hahaha!"

Aku hanya mengacuhkan perkataan mereka dan berbalik hendak menuju tangga yang lain, namun beberapa dari mereka kembali mencegat langkahku hingga aku tak bisa kemana-mana.

"Ah kau mau lari kemana? Urusan kita belumlah selesai."

Aku pun mengangkat kepalaku sedikit lebih tinggi, "Dan urusanku tak hanya menghiraukan kalian."

"Heh sombong sekali!" Laki-laki di depanku mencengkram kerah bajuku hingga aku nyaris tak menyentuh permukaan lantai 3. Tapi aku tak khawatir dengan apa yang ia lakukan, aku bahkan khawatir tentang apa yang akan terjadi padanya jika aku kelepasan kendali.

"Turunkan aku dan aku akan pastikan kau baik-baik saja" ucapku sekali.

"Hah! Kau sungguh aneh!" Laki-laki itu mengepalkan tangannya dan memukul pipiku sampai aku terjatuh ke lantai.
Semua orang bersorak, menepuk tangan karena dia berhasil menjatuhkanku.

"Ku dengar kau itu kuat, ayo bangun dan tunjukkan padaku."

Aku pun bangun. Jika aku menghiraukan permintaannya, aku akan terlambat ke lapangan hutan. Guru akan marah padaku, atau ujian itu dibatalkan sepenuhnya.

"Bagaimana jika Pangeran Allegro melihatmu seperti ini? Dia pasti akan sangat malu, hahahaha! Dia bahkan sudah malu lebih dulu!"

Saat mendengar ucapannya aku melempar buku tebal di tanganku ke wajahnya hingga dia kehilangan keseimbangannya, aku juga bisa melihat hidungnya yang mengeluarkan darah karena buku itu.

"Aku tak ingin membuang-buang waktu dengan berurusan denganmu. Rendah sekali dirimu untuk membayangkan bagaimana kakakku melihat diriku" ucapku lalu mengambil bukuku yang terlempar sedikit jauh, dan berjalan kembali.

"Sialan!"

Laki-laki itu berlari ke arahku, dan aku bisa tau dengan mudah kalau ia melayangkan kepalan tangannya ke arah kepalaku. Aku langsung menghindar sampai ia tersungkur di depanku.

Namun, harapanku bahwa dia menyelesaikan tindakan konyolnya adalah angan-angan saja. Laki-laki itu bangun menyerangku dengan beberapa pukulan. Refleks aku mengangkisnya dan ikut dalam perkelahian kecil itu.

Metanoia; The Hybrid.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang