10

5.1K 443 27
                                    

Seperti yang disebutkan, keberuntungan selalu berpihak padanya. Lili yang sudah selesai membantu para pelayan akhirnya berhasil keluar dari mansion itu.

Langkah kakinya membawanya menuju pasar yang ternyata tak jauh dari mansion pria itu dan secara kebetulan, ia bertemu dengan salah satu pelayan yang bekerja di mansion Marques. Pelayan itu mengenalnya dan segera membawanya kembali. Dan disinilah sekarang ia berada, di dalam kamarnya yang menenangkan.

Ia baru saja selesai mandi dan makan malam akan diantarkan ke kamarnya. Sembari menunggu makan malam, Lili memutuskan untuk membaca laporan tentang keseharian anak-anak tirinya.

Ia memang tidak akrab dengan anak-anak tirinya, namun bukan berarti ia tidak peduli sama sekali. Dia lah yang paling memahami bahwa anak-anak yang ia rawat dengan baik dari kecil merupakan investasi besar untuk negara dan karena itulah, ia ingin anak-anak tirinya mendapatkan semua yang mereka butuhkan. Cinta? Lili juga bisa memberi hal itu jika anak-anaknya mau mendekat ke arahnya.

Dalam laporan yang tertulis, anak laki-lakinya tampak tidak suka dengan guru berpedang yang telah ia tunjuk. Anak laki-lakinya merasa kesal padanya karena ia baru saja mengusir paman mereka yang selama ini yang mengajarkannya berpedang.

Menghela napas lelah, Lili sangat tahu bahwa jalan yang akan ia lewati sangat sulit. Andai saja anak laki-lakinya mengetahui apa yang dilakukan pamannya itu. Namun karena Lili tidak ingin ikut campur masalah keluarga anak-anaknya, Lili akhirnya memutuskan untuk tidak memberi tahu anak-anaknya.

Lalu pada dokumen kedua adalah laporan mengenai anak perempuannya yang masih menghabiskan waktu di dalam kamar saja. Apakah ini salah satu cara dia untuk memperlihatkaan ketidaksukaannya atas kehadiran Lili?

Ketika ia masih berkonsentrasi dengan laporan-laporan yang ada di depannya, lampu tiba-tiba padam. Hanya ada sumber cahaya dari balik tirai-tirai kamarnya, yang tampaknya bersumber dari kilatan cahaya petir. Tampaknya akan badai malam ini, pikir Lili termenung.

Dulu, ia sangat membenci disaat-saat seperti ini. Namun keadaan membuatnya harus terbiasa, karena ia tidak bisa mengharapkan siapa-siapa. Apakah anak-anak tirinya baik-baik saja sekarang? Pikir Lili.

Karena ingin memastikan, Lili memilih untuk mendatangi kamar anak-anaknya dengan bermodalkan lilin yang ia temukan.

Langkah kakinya dengan tenang menjelajahi setiap lorong-lorong untuk mencapai lantai dua, yang memang dikhususkan untuk ruangan anak-anaknya.

Karena sudah tengah malam, tak ada lagi pelayan yang berkeliaran di lorong. Suasana sangat sunyi dan satu-satunya sumber suara hanyalah dari luar.

Untung saja pakaian tidurnya tidak terlalu tipis sekarang, sehingga ia bisa leluasa berkeliaran seperti ini.

Tempat pertama yang ia tuju pertama kali adalah ruangan yang paling dekat dengannya, yaitu kamar anak laki-lakinya.

Ketika ia membuka pintu kamar itu, ia bisa melihat bayangan seseorang yang sedang tertidur di atas tempat tidur. Tampaknya Ignis sudah tertidur pulas sekarang.

Setelah selesai memastikan, ia melanjutkan langkah kakinya menuju tempat selanjutnya. Tak jauh dari kamar Ignis, kamar anak perempuannya berada di ujung lorong.

Ketika ia membuka pintu kamarnya itu, keningnya mengernyit bingung. Kenop pintu kamar anak perempuannya terlalu tinggi, sehingga ia tidak yakin apakah anak perempuannya sudah bisa membuka pintu kamarnya sendiri atau tidak. Ia yakin, usia lima tahun anak perempuan tidak sampai setinggi ini.

Ketika ia hendak membuka pintu kamar itu, ia mendengar suara jeritan seiring dengan suara petir yang menyambar.

Panik, Lili buru-buru masuk ke dalam kamar putrinya. Kilatan petir dari luar memudahkannya menemukan posisi keberadaan Charlize, yang saat ini meringkuk di bawah tempat tidurnya.

Tampaknya Charlize sangat ketakutan sekarang.

Ia menaruh lilin yang ada di tangannya ke atas nakas lalu mendekati Charlize sepelan mungkin, berharap agar putrinya tidak terkejut dengan kedatangannya.

"Charlize!" Panggilnya lembut. Wajah yang di dekap dengan tangan mungilnya perlahan terlihat ketika mendengar suaranya.

"Charlize!" Panggil Lili lagi dan seakan tersadar bahwa ia tidak sendirian lagi, gadis kecil itu akhirnya menangis.

"Mama!" Panggilnya yang akhirnya berjalan keluar dari bawah kolong tempat tidur.

Ketika panggilan itu disebutkan, tubuh Lili tampak membeku. Ia tidak pernah memikirkan sebelumnya bahwa ia akan dipanggil Mama oleh seseorang.

Gadis kecil yang masih menangis itu akhirnya keluar dari bawah kolong tempat tidur dan langsung memeluk Lili.

"Charlize takut mama. Suara petirnya....lampunya juga padam..." adu Charlize.

"Ternyata Charlize takut petir ya!" Ucap Lili yang kebingungan harus merespon apa. Setelah Charlize masuk ke dalam pelukannya, Lili memutuskan untuk menggendong gadis kecil itu.

"Charlize mau tidur bareng aku?" Tanya Lili yang canggung.

Anak perempuan kecil itu menjauhkan wajahnya agar bisa melihat ekspresi Lili. Ketika ia sudah selesai memastikan sesuatu, gadis kecil itu mengangguk. Wajahnya tampak basah karena telah lama menangis dalam diam.

Karena telah mendapatkan izin putrinya, Lili akhirnya membawa Charlize menuju kamarnya. Ketika pertama kali melihat Charlize dulu, ia tahu bahwa gadis kecil ini adalah gadis ceria yang centil. Namun semua laporan yang masuk ke kantornya tentang keseharian Charlize, si gadis kecil ini masih dalam keadaan berduka sehingga mengurung diri di dalam kamarnya. Sangat berbeda dengan apa yang lihat.

Lili sangat tidak ingin ikut campur dengan masalah keluarga lain, sehingga ia hanya membiarkan Charlize seperti itu. Ia ingin memberikan gadis kecil itu waktu sendiri, karena duka atas kehilangan seseorang itu memang sangat menyakitkan.

Untung saja sekarang Charlize tampak baik-baik saja. Wajahnya kembali ceria ketika mereka sudah sampai ke kamar tidur miliknya, lalu berbarik berdua.

Si anak gadis kecil itu tanpa canggung memeluk tubuhnya, seakan tidak ingin ia pergi. Apakah seperti ini rasanya ketika ia memiliki anak nantinya? Tanya Lili sambil termenung. Tangannya dengan lembut mengelus rambut putri tirinya yang terurai di atas bantal.

Di sisi lain, di malam yang seharusnya senyap, mansion milik keluarga Macmillian malah terdengar sangat bising dan sibuk.

Tamu mereka yang tiba-tiba menghilang membuat pemilik mansion kehilangan kesabarannya dan disinilah ia berada sekarang, di ruangan latihan yang sangat luas dengan sepuluh tahanan yang akan mendapatkan hukuman mati nantinya.

Noah tahu bahwa kutukannya sedang bereaksi sekarang dan hal yang ia butuhkan sekarang seharusnya adalah gadis itu.

Menghilangnya dia membuat Noah dengan terpaksa melampiaskan rasa haus darahnya dengan membantai para tahanan-tahanan yang ada di depannya.

Sialan! Makinya.

Entah bagaimana anak buahnya juga masih belum mendapatkan informasi apapun tentang gadis itu dan sekarang, ia hanya bisa mengirimkan para ksatria bayangannya untuk menemukan gadis tanpa informasi itu.

Tbc

Janda Selalu di DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang