13

4K 371 15
                                    

"Lili Leonard."

"Lili."

Dia terus menerus memanggil namanya dengan wajah tanpa ekspresinya.

"Lili Leonard"

Nama yang dia ucapkan dengan bibirnya terdengar seperti sebuah lagu, yang dinyanyikan dengan lembut dan penuh penghayatan.

Lili mengangkat matanya yang berkedut dan menatap pria itu. Suara dahan pohon yang bergoyang-goyang karena tertiup angin terdengar disekitar mereka.

"Lili, My lady." Noah memecah keseunyian terlebih dahulu ketika mereka hanya saling menatap saja.

"Duke..." suara Lili pelan karena gadis itu berusaha menahan rasa takutnya. Namun seringaian yang tercetak jelas di wajah pria itu menghancurkan keberaniannya yang tersisa sedikit.

"Ternyata kau mengenalku!" ujarnya yang kini tangannya meraup kedua pipi Lili. Rasa hangat dari telapak tangan pria itu hampir saja membuat Lili mendesah nikmat. Pasalnya dia sudah kedinginan, karena terlalu lama berada di luar ruangan.

Walau begitu, Lili mencoba menjauhkan tangan pria itu dan memberikan jarak diantara tubuh mereka.

"Yang Mulia, posisi kita tampak mengganjal di penglihatan orang lain. Saya tidak tahu apa yang anda butuhkan dari saya, maka dari itu, jika ada hal penting yang anda butuhkan, bagaimana jika kita mengatur pertemuan saja?" ucap Lili memberikan penawaran.

Bukannya menjawab permintaanya, pria itu malah mentelengkan kepalanya ke samping dengan aura yang terasa sangat berbahaya. Lili sudah mendengar semua hal rumor tentang pria ini, dan hanya ada rumor jahat dan berbahaya yang terdengar tentangnya. Jadi ia bisa sangat yakin bahwa pria ini adalah orang berbahaya.

Bagaimana seorang korban sepertinya tidak ketakutan ketika bertemu lagi dengan penculik yang menyekapnya di sebuah kamar gelap? Saat ini, ia masih bisa bicara dengan santai, memberikan penawaran yang terlihat ramah hanya karena ia sedang berakting. Karena jujur saja, sekujur tubuhnya sudah dipenuhi oleh keringat dingin dan kegugupan.

"Mengatur pertemuan? Apakah menurutmu aku adalah seseorang yang mau mendengarkan permintaan dari tawananku?" Pria itu terkekeh dan kembali mendekatkan tubuh mereka hingga hanya ada jarak tipis diantara mereka.

Noah menghirup aroma wanita itu yang terasa sangat menenangkan. Ia juga bisa merasakan kutukan yang ada dalam tubuhnya juga terasa rileks, seakan aroma khas wanita itu yang bercampur aroma musky adalah penenangnya.

Entah karena rasa candu itu, Noah tanpa sadar mengecengkram rahang gadis itu, lalu bibirnya meraup bibir tipis yang bewarna merah muda. Ia bisa merasakan gadis itu mengerang memprotes caranya ketika ia memasukkan lidahnya ke tenggorokannya.

Rontaan penolakan secara terus menerus terjadi dari wanita itu, namun sayangnya tidak digubris oleh Noah sama sekali. Pria itu bahkan tidak segan-segan mendesahkan rasa nikmat dengan kencang, seakan tidak mempedulikan jika ada orang lain sedang melihat ke arah mereka.

Lili, ia bisa menyembunyikan ketakutannya tadi, namun sekarang berbeda. Ia bisa merasakan tubuhnya gemetaran karena rasa takutnya. Ia sedang dilecehkan dengan kasar oleh seorang pria yang terhormat. Mengapa keberuntungan tidak terjadi padanya disaat seperti ini?

Dan sekarang, ia bisa merasakan tangan pria itu bergeser. Telapak tangan kapalan itu menggesek pahanya, perlahan-lahan semakin tinggi. Perbuatan pria itu semakin berbahaya dan itu menakutkannya.

Sekali lagi, dengan kekuatan terakhirnya, ia mencoba membebaskan dirinya dan akhirnya itu berhasil. Seuntai air liur yang menghubungan kedua bibir mereka ketika akhirnya berjauhan adalah bukti tindakan pemaksaan dari pria itu.

Jika Lili ketakutan setelah berhasil meloloskan diri, pria yang ada di depannya malah menyerigai dan terdengar suara kekehan yang sangat mengerikan dari mulutnya.

Lili secara refleks mundur perlahan, berusaha memberi mereka jarak aman.

"Bagaimana ini? Rasanya aku ingin mendekapmu sekarang" gumam pria itu yang terlihat semakin berbahaya.

Saat itu, yang terlintas di kepalanya adalah ia harus melarikan diri. Karena jika ia masih tetap bertahan di posisinya, pria itu mungkin benar-benar akan menyekapnya lagi.

Karena itulah, Lili berbalik dengan cepat lalu berlari sekencang yang ia bisa. Ia berusaha tidak mempedulikan kakinya yang lecet karena ia berlari menggunakan high heels di atas tanah. Satu-satunya tempat yang teraman untuknya adalah mansion milik keluarga Leonard. Ia ingin kembali secepatnya karena sekarang ia benar-benar ketakutan.

Untung saja kali ini ia berlari ke arah yang tepat. Karena tepat di ujung jalan panjang yang ia lewati, ia melihat kereta kuda dengan lambang keluarga Leonard sedang terpakir lengkap dengan kusir yang sedang memberi para kuda sebuah wortel.

"Nyonya" kusir keluarganya terlihat kaget ketika melihat Lili kembali padahal baru satu jam berlalu sejak wanita itu masuk ke dalam ballroom. Apa lagi penampilan Lili tampak tidak baik-baik saja. Wajahnya memerah, tatanan rambutnya berantakan dan jika diperhatikan dengan baik, bahkan bibir gadis itu membengkak dan ada goresan kecil pada sudut bibirnya.

Kusir yang merupakan pekerja yang sangat menghargai Lili sebagai Nyonya rumah seperti dayangnya itu memilih tidak mempertanyakan apapun dan memilih membawa atasannya itu untuk kembali secepat dan seaman mungkin menuju mansion.

^^^

Ketika gadis itu sampai dengan aman ke mansion keluarga Leonard, ia dengan cepat mengganti pakaiannya lalu membersihkan riasannya.

Malam ini, ia tampaknya tidak berniat pergi lembur bekerja dan memutuskan untuk langsung tidur.

Sudah menjadi kebiasaanya dalam beberapa hari terakhir, ia memilih tidur di kamar anak perempuan tirinya. Ketika ia berjalan dengan pelan menuju kamar Charlize, barulah ia merasakan rasa nyeri dari kakinya yang telah lecek karena sepatu yang ia gunakan tadi.

Lili menyadari, jika ia mengobati kakinya sekarang, ia mungkin akan teringat kenangan mengerikan tadi. Karena itulah ia tidak mempedulikan luka-luka pada kakinya dan memilih langsung tertidur.

Ketika malam tiba, mansion akan sangat hening seakan tidak ada manusia yang tinggal di bangunan luas itu.

Pukul dua dini hari, di waktu yang selalu sama, seseorang menyelinap masuk. Tidak seperti beberapa hari yang lalu, kali ini ia tidak kebingungan mencari keberadaan wanitanya itu.

Langkah kakinya tampak sangat santai dan tenang ketika menyusuri lorong demi lorong, seakan tempat itu adalah tempatnya. Dan ketika ia akhirnya berada di ujung lorong, ia membuka pintu ruangan yang ada di depannya. Ketika pintu itu berhasil terbuka, ia masih berdiri di posisi awalnya, namun pandangannya kini mengarah ke satu objek kesukaanya.

Sayangnya, kali ini pandangannya mengarah ke satu bagian tubuh dari pemilik tubuh itu yang paling ia sukai. Bagian tubuh yang dengan rela ia simpan dan awetkan ketika wanita itu meninggal suatu hari nanti. Dan sialnya, bagian tubuh kesukaanya saat ini tampak tidak baik-baik saja.

Secara refleks, rahangnya mengeras dan ia menggeram marah. Siapa orang yang telah melukai kesukaanya itu? Ia tidak bisa meredahkan amarahnya dengan cepat, dan kekesalannya semakin meningkat ketika ia lagi-lagi melihat wanita itu memeluk orang lain.

Gadis kecil ini tampaknya semakin tidak tahu diri karena dia telah merebut miliknya. Sudah tidak ada kesabaran yang tersisa lagi darinya. Namun geraman lembut yang keluar dari mulut kecil kesukaanya itu secara menakjubkan langsung meredahkan amarahnya.

Sial. Lagi dan lagi, ia kembali tunduk tanpa sadar. Apa yang harus ia lakukan pada gadisnya ini sekarang?

Bibirnya dengan perlahan mengecup luka-luka yang ada di telapak kaki wanitanya sembari merapalkan doa agar para Dewa Dewi menyembuhkan bagian tubuh kesukaannya ini.

Ia berharap luka-luka ini cepat sembuh dan tidak meninggalkan bekas luka nantinya, agar ia bisa merasakan rasa kepuasan dari ketakutan gadis ini nanti yang akan mencoba berlari menjauh darinya.

Dan sebelum ia meninggalkan kamar itu, ia mengecup kening dan pucuk hidung gadisnya, lalu menghirup aroma khas dari rambut gadis itu.

"Selamat malam sayangku"

Janda Selalu di DepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang