Impossible

1.3K 158 8
                                    







"Jennie!"

Jennie menghentikan langkah kakinya saat mendengar nada tegas dari Jiyong. Memejamkan matanya sejenak, lalu berbalik menatap kearah papinya itu.

"Jennie capek pih, mau sampai berapa kali lagi Jennie harus jelasin ke papi. Kalau Jennie belum bisa nikah sama orang pilihan papi." ucap Jennie dengan mata yang berkaca-kaca.

"Harus Jennie, kamu harus bisa. Mau sampai kapan kamu terus terpaku sama masalalu!"

"Jiyong, kita bisa bicarain baik-baik sama Jennie, jangan terlalu keras." Sandara mencoba untuk menenangkan amarah suaminya terhadap Jennie anak mereka.

"Ngak bisa Dara. Jennie perlu di kerasi dalam hal ini. Mau sampai kapan dia terus mencintai orang yang sudah mati!"

"Papi!"

"Apa? Kamu mau marah?" Jiyong menatap tajam Jennie yang kini menatap tidak suka kearahnya.

"Jiyong-"

"Faktanya, apa yang papi katakan ini adalah kebenarannya Jennie! Lima tahun, lima tahun sudah kamu menutup diri kamu hanya untuk orang yang sudah meninggal! Mau sampai kapan Jennie! Sampai kapan?"

Jennie memejamkan matanya, tanpa di minta air matanya mengalir begitu saja membasahi kedua pipinya. Faktanya, apa yang di katakan papinya adalah benar bahwa dirinya masih mencintai  kekasihnya yang sudah lama meninggal.

"Malam ini, kamu ikut papi untuk makan malam dengan keluarga calon suami kamu. Tidak ada penolakan, ini adalah perintah multlak Jennie!"

Setelahnya mengatakan hal tersebut Jiyong berjalan meninggalkan area ruang keluarga, tersisa Sandara dan juga Jennie yang kini mulai menangis tersedu-sedu. Melihat hal tersebut, Dara mendekat dan membawa anak semata wayangnya itu kedalam pelukannya.

"Kamu harus ikhlas ya sayang, mungkin ini udah jalan yang terbaik untuk kamu." Dara mengusap punggung anaknya dengan lembut guna menenangkannya.

"Hiks... Ng-ngak bisa mih.. Hikks... Je-Jennie... Jennie..."

"Stthh... Mami tau, ini pasti berat banget untuk kamu. Tapi, kamu ngak bisa terus menerus hidup dalam bayang-bayang masalalu kamu, kamu harus bisa nemuin kebahagian kamu, harapan kamu, dan juga dunia kamu lagi sayang."

Sandara melerai pelukan mereka, tangannya beralih untuk menangkup kedua pipi anaknya. Hatinya sakit saat melihat sorot mata sendu dari sang anak yang menatap kearahnya.

"Percaya sama mami, ini yang terbaik untuk kehidupan kamu kedepannya sayang. Nurut ya, sama perkataan papi tadi?" bujuk Sandara.

"Ta-tapi Jennie..."

"Kamu menikah bukan berarti berhenti untuk mencintainya sayang, kamu menikah hanya untuk melanjutkan kehidupan kamu yang sudah lama menghilang. Mami ngak nuntut kamu untuk cepat-cepat ngelupain dia. Tapi mami mohon, kamu juga harus belajar untuk mencintai calon suami kamu nanti." ucapan dari Sandara membuat Jennie semakin menangis, ini adalah ungkapan halus dari maminya bahwa dirinya harus bisa belajar mengikhlaskan kekasihnya yang sudah tiada.

Sandara kembali membawa Jennie kedalam dekapannya. "Mami juga yakin, bahwa dia ngak akan suka melihat kamu yang seperti ini. Mami mohon, sedikit beranjak dari masalalu kamu ya? Mami juga yakin, bahwa Jisoo juga ingin kamu melanjutkan kehidupan kamu." ucap Sandara.

||||||||||||||||||

Seperti perkataan Jiyong tadi, malam ini mereka telah berada di salah satu restoran mewah dikota Seoul. Mau tidak mau Jennie harus menuruti perkataan dari Jiyong.

OS/MS JENSOO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang