Seminggu setelah acara pernikahan Jennie dengan pria lain, Jisoo masih saja terus diam sembari mengurung dirinya didalam kamar. Seulgi berkali-kali mendatangi Jisoo dan meminta agar Jisoo keluar dari kamarnya hanya untuk sekedar mengisi perutnya yang sudah kosong berhari-hari.
Tampaknya kesabaran Seulgi telah habis, dirinya kini memilik mendobrak pintu kamar milik Jisoo. Butuh usaha beberapa kali agar pintu bisa terbuka, hingga dirinya merasakan sakit pada area bahunya.
Saat pintu terbuka, Jisoo di kejutkan dengan kondisi kamar Jisoo yang berantakan. Semua barang-badang milik Jisoo jatuh berserakan di lantai kamarnya serta ada beberapa pecahan kaca dan ada banyak botol minuman beralkohol.
Seulgi memasuki kamar Jisoo, bau alkohol menyeruak begitu saja pada indra penciuman Seulgi begitu dia memasuki kamar Jisoo. Mata Seulgi terbelalak begitu mendapati Jisoo yang kini tengah tergeletak dengan wajah pucatnya serta pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.
"Jisoo!" pekik Seulgi, lalu Seulgi dengan cepat berlari kearah Jisoo.
"Dasar bodoh! Apa yang kau lakukan sialan!" maki Seulgi, dirinya dengan cepat mengambil kain untuk menutupi luka di pergelangan tangan Jisoo, agar darahnya tidak semakin banyak keluar.
°
°Setalah kejadian tadi, Seulgi kini tengah duduk di kursi ruang rawat di sebelah ranjang Jisoo, sembari menatap lurus kearah sahabatnya itu.
"Seberpengaruh itukan Jennie untukmu, Ji?" Seulgi menghela nafasnya sembari memejamkan matanya.
Dirinya merasa lega karena Jisoo masih bisa di selamatkan. Untung saja dirinya cepat, jika tidak mungkin nyawa Jisoo bisa saja tidak tertolong.
Seulgi membuka kedua matanya saat mendengar suara ringisan lirih milik seseorang.
"Ji? Kau sudah bangun?" Seulgi menegakkan duduknya lalu segera beranjak. "Sebentar biar kupanggil dokter."
Setelahnya Seulgi berlari keluar untuk memanggil dokter guna memeriksa keadaan Jisoo. Sekitar 10 menit berlalu sejak pemeriksaan dokter, kini hanya ada Seulgi dan Jisoo yang berada di ruang inap milik Jisoo.
"Kenapa?" tanya Seulgi, hal itu membuat Jisoo menyergit tidak mengerti menatap kearah Seulgi.
"Kenapa kau bodoh sekali? Melukai dirimu hanya karena gadis bodoh yang mencampakkan begitu saja." Seulgi menatap tajam kearah Jisoo.
"Kau tidak mengerti Seul." Jisoo berucap dengan nada lirih.
Jisoo menatap lurus, serta pandangan mata yang kosong. "Kau tau bukan? Alasanku bertahan selama ini setelah kematian eomma karena adanya Jennie di hidupku. Tapi sekarang apa? Di telah pergi Seul, dan kini aku tidak memiliki alasan untuk hidup." suara Jisoo kembali terdengar parau.
"Jika alasan untuk bertahan hidupku telah pergi, lalu apa gunanya aku hidup saat ini? Seharusnya kau memberiarkanku mati saat itu, agar aku bisa segera menemui eommaku. Andai kau tidak datang pasti rencanaku untuk mati-"
"Yak! Apa yang kau katakan bodoh!" Seulgi berdiri lalu menarik kerah baju pasien milik Jisoo.
Jisoo mendongak menatap mata Seulgi yang kini memancarkan sorot marah serta takut secara bersamaan.
"Aku memanglah tidak tau seberapa rasa sakit yang kau rasakan saat perempuan itu tiba-tiba memutuskan hubungan kalian dan memilih menikah dengan pria lain tanpa adanya penjelasan! Tapi bukan berarti dengan cara bunuh diri kau menyikapinya bodoh! Kau harus terus hidup dan tunjukkan pada wanita sialan itu bahwa kau bisa lebih bahagia daripada bersamanya!" ucapan Seulgi pelan namun penuh dengan penekanan.