Jennie duduk merenung di kursi pojok di salah satu cafe di kota Seoul. Menatap jalanan yang basah dari kaca jendela akibat hujan yang mendera kota tersebut. Kedua matanya berkedip beberapa kali dengan sebelah tangan yang menompang dagu dan sebelah lagi mengaduk asal minuman pesanannya.
"Hujan-hujan gini kok minum ice americano?"
Tangan Jennie yang sedang mengaduk minuman miliknya reflek terhenti saat mendengar suara yang baru saja menyapa indra pendengarannya.
Matanya kini dapat menangkap sosok laki-laki yang berjalan mendekat kearahnya dengan senyum hati yang menghiasi wajahnya.
"Aku boleh ngak duduk di sini?" tanyanya. "Diam tandanya iya. Berarti boleh kan? Boleh dong."
Kedua mata Jennie terus saja mengikuti pergerakan laki-laki itu hingga kini duduk sosok itu duduk di hadapannya. Bahkan, tanpa sadar minuman miliknya kini sudah berpindah tangan.
"Enak ya." ucapnya. "Tapi ngak baik tau minum, minuman dingin gini waktu cuacanya dingin, kamu bisa sakit, atau kena flu nantinya."
Mata Jennie bercaka-kaca saat terus menatap kearah pria tersebut, entah kenapa sangat sulit rasanya untuk mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya untuk saat ini.
"Hei... Kok kamu ngeliatin aku gitu banget? Aku tau kok aku ganteng, tapi biasa aja dong." pria itu berucap dengan nada bercanda.
"Ji-jisoo?"
Jennie beranjak dari kursinya, berjalan dengan sedikit tertatih kearah pria yang kini duduk di hadapannya.
"I-ini beneran k-kamu... Sayang?"
Jennie menangkup wajah pria yang sangat mirip dengan Jisoo, kekasihnya yang telah lama pergi meninggalkannya untuk selamanya.
"Aku tau kamu masih hidup, aku tau itu."
Jennie menarik pria tersebut ke dalam dekapannya, sehingga mau tidak mau membuat pria tersbeut berdiri dengan spontan.
Sekarang gantian, malah pria tersebut yang merasa bingung dan tidak mengerti maksud dari wanita yang saat ini memeluknya.
"Hikss... A-aku nunggu k-kamu, hiks.. aku percaya sama k-kamu. Dan aku yakin kamu ngak bakalan pernah kecewain a-aku hiks..." Jennie semakin mengeratkan pelukannya pada sosok yang saat ini di peluknya, seakan jika di lepaskan, sosok itu akan hilang ntah kemana.
"M-maaf, kamu mungkin salah orang?"
Pria itu dapat merasakan gelengan keras dari Jennie di dadanya. "A-aku ngak salah hiks... Aku n-ngak salah hiks... Kamu Jisoo, kamu pacar aku, kamu calon suami aku!" ujar Jennie.
Jennie sedikit mendongak dengan mata yang bengkak karena menangis serta hidung dan kedua pipi gembilnya yang memerah.
"Hiks... K-kamu masih... M-masih mau pergi lagi?"
Pria itu menelan kasar salivahnya saat melihat kedua mata berair milik Jennie yang menatap dengan sorot penuh luka dan harap kearahnya. Ada perasaan tidak tega saat melihatnya, seakan dirinya juga dapat merasakan apa yang wanita ini rasakan.
Menghela nafas sebentar, pria itu mengerdarkan pandangannya untuk menatap sekitar yang kini mereka menjadi pusat perhatian. Tanpa ingin membuat keadaan semakin rumit, pria itu kini bersuara dan berbicara dengan Jennie.
"Kita cari tempat yang nyaman ya buat bicara? Jangan di sini, kita keluar. Kamu ngak papa kan?"
Pertanyaan dari pria itu mendapat anggukan cepat dari Jennie, mencoba untuk melepaskan pelukan mereka dengan perlahan. Pria itu meraih tangan Jennie untuk di genggamnya.