Minefields

805 107 9
                                        





"Kita bisa nggak ya sampai nikah, Ji?"

Jisoo menoleh kesamping, menatap Jennie yang kini tengah menatap lurus kearah langit malam yang bertabur bintang. Keduanya kini tengah berbaring di padang rerumputan tempat biasa keduanya datangi.

"Kita usahain ya?"

Jennie menoleh kearah Jisoo dengan pandangan yang berkaca. "Sesusah itu ya?"

Diam, lidahnya terasa keluh hanya untuk membalas sekata saja pertanyaan dari Jennie.

"Sesusah itu untuk kita bisa sama-sama raih impian kita untuk bangun rumah tangga dan keluarga kecil yang bahagia?"

"Jangan mikirin hal yang ngebuat kamu sakit. Apapun itu, aku bakalan usahain supaya kita bisa terus untuk selalu sama-sama."

Jennie kembali mengalihkan pandangannya menatap kearah langit. Kenapa takdir begitu jahat untuk mereka berdua? Apa salahnya jika mereka saling mencintai dan mempunyai keinginan untuk saling memiliki satu sama lain, apa sesusah itu untuk mereka bersatu?

Lahir dari dua keluarga yang memiliki konflik besar di masa lalu membuat keduanya mendapat imbas dari hal yang sama sekali tidak mereka ketahui. Kedua saling mengenal di bangku sekokah atas. Berkenalan, berteman, bersahabat, lalu memiliki rasa satu sama lain dan akhirnya berpacaran hingga saat ini.

Awalnya semua berjalan dengan baik, bahkan mereka berdua sempat mengantongi restu dari masing-masing keluarga. Hingga saat pertemuan kedua keluarga untuk pertama kalinya, konflik hubungan keluarga membuat mereka harus tersakiti satu sama lain.

Baik Jennie dan Jisoo, keduanya kini berada dipilihan yang sulit, bertahan sakit, tapi lebih sakit jika mereka melepaskan satu sama lain.

"Kita pulang ya, udah malam."

Jisoo memilih duduk dari baringnya, tidak lama Jennie mengikutinya.

Menghela nafas pelan, Jennie menganggukkan kepalanya pelan. "Kamu jangan nangis, sayang."

Kedua tangan Jisoo terangkat menangkup wajah Jennie, serta kedua ibu jarinya yang bergerak mengusap air mata Jennie yang jatuh mengalir membasahi wajahnya.

"S-siapa yang nangis sih, aku cuma kelilipan doang." kilah Jennie, lalu terkekeh pelan.

Jennie kembali mengalihkan pandangannya saat Jisoo menatapnya begitu intens, berusaha kuat menahan tangisannya agar tidak pecah, akhirnya runtuh juga saat Jisoo menariknya kedalam pelukan hangat pria itu.

"Jangan nangis, aku mohon." lirih Jisoo, menepuk nepuk pelan punggung Jennie.

Namun bukannnya berhenti, Jennie malah semakin terisak. Jisoo memejamkan matanya kuat, menahan dirinya agar tidak ikut menangis.

"Aku bakalan usahain, apapun itu caranya untuk hubungan kita berdua, sayang. Aku janji!" batin Jisoo.

Mengecup lama puncak kepala Jennie, guna menyalurkan sedikit ketenangan untuk kekasihnya itu. Jisoo berdoa agar ada sedikit harapan untuk hubungan keduanya nantinya.

_____

Jisoo berdiri di lantai atas dekat dengan pembatas kaca, kedua tangannya tersimpan disaku celana. Melirik tanpa minat kelantai bawah, dimana keluarganya sedang berbincang hangat dengan keluarga dari rekan bisnisnya.

"Gimana? Udah bisa nentuin pilihan mana yang mau dipilih?"

Jisoo melirik kearah saudara kembarnya Jeano, yang kini menatap kelantai bawah. "Jawabannya tetap sama, dan akan tetap sama." balas Jisoo.

Jeano tampak menganggukkan kepalanya pelan menanggapi ucapan dari Jisoo. "Padahal Krystal itu nggak jauh-jauh banget kelasnya dari Jennie, atau bahkan lebih terlihat tinggi kelas Krystal."

OS/MS JENSOO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang