Chapter 3. [C]

461 7 1
                                    

Fazwan POV

Sabtu siang, gue udah siap dengan boxer hitam pendek gue. Sekolah libur. Rencana gue cuman nyante-nyante doang. Tidur-tidur ayam di sofa. Nggak ada agenda lain. Gue cuman mau satu saja kesempatan buat leha-leha. Ngencengin punggung bentar. Sayangnya kenyataan berkata lain. Pagi gue diganggu Mama yang tiba-tiba datang, membuat onar di apartemen gue.

"Fazwan??!"

Gue bangkit dari sofa. Menghampiri Mama. "Apa sih Mah," protes gue. Gue udah mau nyantai-nyantai malah diganggu.

"Nisrina kok belum pulang?" tanyanya.

Gue cuman mendengus sebagai tanggapan. Capek bilang kalau Nisrina masih di kantor kerja. "Kan udah bilang tadi, Mah."

"Jam berapa pulang? Katanya cuma setengah hari tapi ini udah jam berapa? Kok belum kamu jemput?"

Iya, gue baru inget bilang kalau Nisrina cuma 'setengah hari' kerja. Padahal enggak, kenyataannya gue nunggu chat dari Nisrina, kalau dia udah minta jemput bakal gue jemput. Gue bohong soal 'setengah hari' ke Mama.

"Nanti aja, Mah. Nunggu chat."

"Loh kok gitu? Kamu nggak tanya dia pulang jam berapa?"

"Enggak. Nisrina bilang nanti ngechat."

Gue kembali ke sofa. Tiduran di sana. Nonton televisi. Mengabaikan Mama yang mulai bersih-bersih rumah. Gue cuma diam saja. Kecuali kalau Mama nyentuh kaktus dan tanaman sirih. Gue yang paling mencak-mencak.

Sambil menguap gue mulai tidur-tidur ayam. Mama entah udah ada di mana. Televisi gue bunyi sendiri.

"Tiap hari kamu gini?" tanya Mama. Bikin gue membuka mata.

"Iya," jawab gue. Sebenernya gue nggak ngerti Mama bilang apa tapi gue iyain aja. Daripada makin ribet.

Sekilas gue lihat Mama geleng-geleng kepala. Mulai dari bagian dapur sampai kamar mandi beliau bersihkan. Sebenarnya enak juga sih ada Mama. Kerjaan buat bersih-bersih rumah beliau tangani sendiri. Yang gue suka, Mama juga nggak pernah menyalahkan Nisrina. Beruntung gue punya orang tua seperti dia. Mengeluh tentang Mama rasanya hampir nggak mungkin. Tapi galaknya beneran sebelas dua belas sama Nisrina. Kok bisa kayak nggak ada bedanya gitu.

"Kapan kamu sama Nisrina bisa libur kerja?" tanya Mama. Kembali mengonfrontasi tidur gue. Dengan malas gue menguap, berusaha buat nggak peduli sama ucapan Mama. "Mama tuh kesini mau lihat hubungan kalian udah sejauh mana. Eh malah yang ada kalian sama-sama sibuk sendiri. Weekend yang harusnya libur malah kerja," jelas Mama mengomel. Semalam waktu ditanya, Nisrina bilang kalau hari ini libur. Ya, siapa sangka juga kalau tiba-tiba bosnya minta buat datang ke kantor. Gue coba jelaskan itu tapi Mama emang nggak mau ngerti kayaknya. Makanya dari tadi beliau heboh banget.

Mama kemudian duduk di sofa. Sama gue. Natap gue cukup lama. Sebenarnya gue nggak tahan ditatap seperti itu.

"Kapan kalian bisa sama-sama kalau kayak gini terus?" tanya Mama.

Gue balas senyum lebar. "Minggu lah Mah, kan besok bisa."

"Bukan itu maksud, Mama." Beliau hampir melayangkan pukulan keras, membuat tangannya hanya melayang di udara.

"Bisa kok kalau Nisrina lagi ngerjain skenario doang. Baru jarang ke kantor tuh. Biasanya ke kantor cuman buat meeting sama presentasi doang. Sekarang dia nggak kebagian di sana, Mah. Lagi ngurus project lain. Jadi ya, agak sedikit lebih sibuk sih emang."

"Kalian baik-baik aja kan?"

Mama sepertinya memastikan hubungan gue sama Nisrina baik-baik aja. "Ya kalau nggak baik-baik aja, Fazwan udah pulang lah, Mah."

Mandatory Love [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang