Chapter 7. [B]

273 9 2
                                    

Fazwan POV

Pengumuman kelulusan gue sebagai anggota staff tim PBVSI Indonesia akhirnya keluar juga. Seminggu ini gue beneran sibuk banget ikut pemberkasan dan lain-lain. Gue sama Nisrina beneran nggak ada waktu buat ketemu. Dia sibuk dengan proyek film barunya. Nisrinanya pulang pagi, gue baru berangkat. Giliran dia pulang malem, gue udah tidur karena sangking capeknya.

Baru kali ini gue beneran kepikiran buat menyempatkan waktu. Pulang lebih awal. Sebelumnya juga Nisrina udah bilang kalau kerjaannya di kantor hari ini nggak terlalu banyak. Jadi yap, kami sedang merencanakan buat saling menyempatkan waktu sama lain.

Gue sampai di rumah lebih dulu, menyiapkan beberapa makanan yang sudah gue beli. Buat makan malam kami nanti.

"Mas?"

Panggilan itu bikin gue menoleh. Mendapati Nisrina sudah berdiri di sana. Bahkan gue nggak tahu sejak kapan dia membuka pintu unit kami. Kemudian bergerak cepat memeluk gue dari belakang.

"Capek banget," gumamnya.

Gue mengelus pelan pergelangan tangan Nisrina. "Mau aku pijitin habis ini?"

Nisrina menyandarkan kepalanya di punggung gue. Agak lama. Gue rasakan hembusan nafas kasar. "Mau lah. Kaki ya, beneran pegel pas dibuat jalan."

"Ya udah ya, makan dulu biar perutnya ke isi? Sate ayam mau?"

Untunglah Nisrina nggak nolak waktu gue ajak makan. Gue lihat Nisrina juga nggak buru-buru makan. Dia menceritakan semua kejadian yang ada di kantornya. Wajar kalau dia capek banget. Pekerjaannya kelihatan lebih capek dibandingkan dengan gue.

Gue yang pengen menceritakan juga apa yang terjadi di tempat kerja gue, berhenti ketika ponsel Nisrina berbunyi menginterupsi pembicaraan kami. Membuat Nisrina kembali terfokus kepada pekerjaannya.

"Udah malem ini, kamu beneran masih mau kerja?" tanya gue menatap tajam Nisrina. Nggak ada berhentinya kerja. Bikin gue capek ngelihatnya.

Nisrina langsung bangkit, mengikuti gue yang sudah berjalan ke kamar dengan langkah kesal.

"Ngeluh capek. Ini itu tapi tetep aja direspon. Kamu gini tuh dapat jatah lembur?" tanya gue.

Nisrina menggeleng. "Ya enggak, Mas. Seenggaknya target yang pengen aku raih tercapai. Gitu aja." Dia ikutan bergabung naik ke ranjang.

"Ya udah sana kamu selesaikan dulu," kata gue. Namun Nisrina hanya diam saja. Cuman natap gue. Kemudian ikut gabung naik ke ranjang. Meskipun cuman tidur-tidur ayam, buat nemenin gue doang. Nisrina beneran memberikan kenyamanan buat gue. "Jadi mau dipijitin nggak?" tanya gue. Melihat Nisrina kusut, bikin gue nggak tahan buat menawarkan. "Laptopnya kamu matiin dulu gih, selesaikan kalau memang ada yang diselesaikan."

Nisrina menurut beranjak mematikan laptop lalu kembali setelah kurang lebih lima menit.

"Udah dimatiin laptopnya?" tanya gue.

Nisrina balas senyum. Menunjukkan ponsel yang juga dalam kondisi mati. "Laptopnya aku cas. HP juga aku matiin biar nggak ada yang bisa ganggu kita."

Gue hanya bisa mengucapkan terima kasih.

"Gitu dong, istinya Mas." Dengan sangat sengaja gue mencubit hidung Nisrina.

Sesaat kami sama-sama diam. Saling menatap satu sama lain. "Mas?" panggil Nisrina. "Kalau kita mau, soal anak. Aku mau kok jalani program hamil."

Gue sangat terkejut. "Serius?" tanya gue. "Pekerjaan kamu? Nggak papa kan?" Jujur saja aku harusnya senang banget meskipun rasanya ada keraguan.

Nisrina masih menatap gue. "Serius. Nggak papa kok. Nanti itu bisa diatur."

Gue mengecup hidung Nisrina. "Kapan kita mulai ke dokter?" tantang gue. Lagian ya sudah kalau ini memang waktunya. Toh kapanpun ini pasti terjadi. Semakin cepat semakin baik. Baik gue ataupun Nisrina sama-sama dalam kondisi subur dan masih sehat. Seenggaknya itu yang terlihat sekarang. "Nanti ke dokternya pakai uang Mas ya?"

"Kenapa emang kalau pakai uangku?" Senyum Nisrina terlihat sangat lebar mengejek gue.

Gue balas mengecup bibir Nisrina lalu menjawab, "Ya nggak papa. Tapi nggak enak ke kamunya. Ini tanggung jawabku. Uang kamu simpen aja mulai sekarang, kalau kita butuh, bisa jadi tabungan."

Nisrina mengerucutkan bibirnya. "Oh yang sekarang punya kerjaan hebat. Agak sedikit sombong," ucapnya. "Mas jangan lupa loh ya, kamu punya janji liburan ke Jepang kalau nggak lupa."

Gue cuman senyum sebagai tanggapan. "Beneran mau ke Jepang?"

Dia mengangguk. Kemudian cemberut. "Kamu nggak pengen ya ke Jepang? Sekali-kali lah, Mas. Aku pengen banget. Terakhir tahun lalu sama anak-anak kantor. Masa' sekarang nggak sih."

Sambil mencium tangan Nisrina gue mengangguk. "Iya, gaji pertama Mas nanti kita ke Jepang ya. Doain ada waktu aja. Biar kita beneran bisa jalan ke sana. Kita balik lagi ke program hamil aja ya. Fokus ke sana dulu."

Nisrina mengerucutkan bibir tidak terima. "Yah kok gitu sih, program hamil kan belum ada sebelum kita ngerencanain liburan ke Jepang."

Gue tertawa pelan.

"Iya... Iya. Berangkat ke Jepang kok. Kita atur jadwalnya. Tinggal berangkat aja. Habis itu program hamil."

Nisrina tersenyum lebar. Tampak puas dengan jawaban gue. Dia menyandarkan kepalanya di dada gue. Sambil menikmati pijatan halus di kepalanya.

****

~ Minggu, 03 Maret 2024

Mandatory Love [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang