Chapter 16. [C]

112 5 8
                                    

Fazwan POV

Acara rapat tahunan orang tua siswa. Kesempatan banget buat gue untuk bertemu Ran setelah beberapa cara dipastikan gagal. Di acara tahunan ini biasanya para siswa mendirikan stand bazar berdasarkan kelas mereka masing-masing. Di sini gue jelas mencari stand bazar Giz. Anak itu sejak kenal Ran sulit banget diajak ngobrol. Lebih ke menutup semua akses pembicaraan ke gue. Beda banget kalau sama Nisrina. Gue kadang lebih suka mengorek-ngorek tentang Ran dari cerita Nisrina.

"Selamat siang, Om," sapaan itu sontak membuatku menoleh. Mendapati remaja yang tingginya hampir sama kayak gue berdiri tanpa canggung dengan senyum lebar. "Ran," lanjutnya mengenalkan diri. Gue beneran terkejut mendengarnya.

Nggak jauh gue lihat Giz berjalan menghampiri kami, dengan muka cemberut. Terlihat tidak suka.

"Ayahnya, Giz." Gue menjabat tangan Ran.

"Om mau mampir ke stand kita?"

Gue menurut ketika Ran menunjukkan stand bazar kelasnya. Berjalan berdampingan di sebelah Giz.

"Om mau coba ini nggak?" Ran menawarkan makanan yang sangat asing di mata gue. "Takoyaki. Kita bikin sendiri dari resep Mama." Bentuknya bulat-bulat kecil. Bikin gue menyipit sesaat. Namun demi bersikap baik dan mendapatkan lagi perhatian dari Gizem, gue rela kok nyoba makanan aneh kayak gini.

Gue memaksa senyum. Menyicipi makanan yang katanya takoyaki. "Enak kok. Dalemnya ada isinya ya?"

Gizem menoleh ke arah gue. Tatapannya beneran sinis. Sementara gue nggak ambil pusing. Tersenyum ke arahnya lalu menghampiri Ran yang menawarkan makanan lain. Ran ini menurut gue cukup cakep. Dia nggak kelihatan cupu kayak cowok-cowok Jepang lain. Dibandingkan cowok Indonesia yang lain, kulitnya beneran putih banget. Gue aja kalah putih. Posturnya juga nggak terlalu pendek. Padahal orang Jepang terkenal pendek-pendek.

"Udah lama tinggal di Jepang?" tanya gue. Ran mengangguk. Kemudian senyum. "Di Indonesia ikut Mama Papa?" Pertanyaan itu sontak mendapatkan pelototan dari Giz. Emangnya kenapa kalau gue tanya? Nggak masalah kok. Pertanyaan umum. Demi buka topik pembicaraan.

"Ayah tahu nggak sih, pertanyaan Ayah itu ganggu banget," bisik Giz.

Gue akhirnya menyerah. Enggan bertanya lagi. Toh Ran juga kelihatan nggak tertarik buat ngejawab. Perhatian gue teralihkan dengan kedatangan Adi. Sebenernya jauh sebelum Giz kenal Ran, gue lebih suka Giz punya hubungan sama Adi. Adi ini muka Indonesia banget. Kulitnya nggak seputih Ran, tapi untuk urusan tampang, dia nggak kalah cakep. "Om," sapa Adi, menunjukkan deretan gigi putihnya begitu datang nyapa gue.

"Buka stand juga?" tanya gue penasaran. Ya kan Ran buka stand. Siapa tahu Adi juga melakukan hal yang sama. Mereka beda kelas kan.

Adi menunjukkan stand-nya di bagian pojok. Menjual kaos custom. Kreatif juga anak-anak jaman sekarang.

"Kesana yuk?" Gue mengajak Giz dan juga Ran melihat stand Adi. Mereka menuruti. Jalan di belakang gue.

"Mau bikin baju custom bertiga nggak Om? Berempat deh sama Tante Nisrina. Masing-masing dibuat couple."

"Iya udah, atur aja," jawab gue pasrah. Soalnya ide bagus juga. "Desain nya kamu sesuaikan saja. Pilihin yang bagus."

Adi mengangguk bersemangat. Dari dulu kalau gue lihat bakat seni-nya Adi kelihatan. Beda dengan Giz yang lebih condong ke pendidikan. Kalau Ran gue beneran nggak ada gambaran dia ada lebih condong kemana sekarang.

"Yah?" panggil Giz. "Kok bukan Mama sih yang dateng? Kan aku suruh Mama yang dateng, bukan Ayah."

Gue berdeham. "Ya emangnya kenapa sih Sayang kalau Ayah yang datang? Orang rapat biasa. Biasanya juga Ayah yang datang."

Mandatory Love [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang