Chapter 17. [D]

84 4 7
                                    

Nisrina POV

Malam minggu, kami selalu membuat acara dinner. Awalnya ini terjadi ketika kami saling sibuk satu sama lain. Malam minggu menjadi salah satu pilihan untuk saling ngobrol. Menceritakan aktifitas kami di luar rumah. Ayyub menjadi yang paling malas di antara kami. Dia memang lebih suka di rumah doang sibuk dengan PS-nya. Kadang kami sebagai orang tua sedikit khawatir dengan anak cowok kami yang lebih pendiam. Sejak duduk di bangku SMA sifat pendiamnya semakin mengkhawatirkan. Lihat saja sekarang dia terlihat sangat bete menunggu Kakaknya datang ikut bergabung dengan kami.

"Sorry telat banget," seru Gizem setengah berlari ke arah kami.

Ayyub tak acuh dibuatnya. Langsung menarik buku menu. Si paling tidak suka basa-basi itu hanya memberikan muka datar khasnya.

"Mukanya yang ikhlas kenapa, Dek."

Adi yang ikut dibelakang Gizem ikut bergabung. Hanya tertawa kecil sambil menepuk pundak Ayyub. "Dari kantor Kakak kamu macet banget tadi." Adi selalu menjelaskan seperti itu.

"Masih untung ini agak cepet, ya nggak, Di?"

Seperti yang terjadi seperti biasa, Ayyub enggan menjawab. Dia hanya menoleh sebentar lalu kembali fokus memilih menu sampai pilihannya muncul. Tidak banyak bicara dia menyandarkan punggung sambil bermain ponsel. Kelihatan capek banget, padahal baru keluar setengah jam.

"Habis ini nonton yuk," ajak Gizem. Kelihatan bersemangat.

"Kalau adek mau sih ya nggak papa Kak. Ya kan Yah?" tanyaku. Mas Fazwan mengangguk setuju. Tapi Ayyub hanya memandang kami. Dia masih belum memberikan jawaban.

"Ayolah, Muhammad Al-Ayyubi," bujuk Gizem.

"Aku pulang aja."

Mas Fazwan hanya bisa geleng-geleng. Terkekeh melihat kelakuan anak cowoknya yang paling absurd. Kadang kami juga heran sama ini anak, masa' sih dia tidak suka keluar rumah gini? Aku menoleh ke arah Gizem sekarang, dia pasti gondok banget dengan jawaban Ayyub.

"Eh Dek, kamu tuh ya bener-bener keterlaluan. Tinggal duduk doang aja nggak mau kamu," omel Gizem. "Toh yang bayarin juga Kakak." Yang diajak bicara cuman bisa mendengus. Terlihat tidak tertarik. Adi dan Mas Fazwan hanya geleng-geleng kepala tidak percaya. "Ini filmnya bagus tahu."

"Kakak aja kalau gitu," jawab Ayyub enteng. "Aku nggak tertarik."

Gizem jelas dongkol. Dia hampir meninggikan suara kalau tidak ingat mereka sedang ada di mall. Sementara Mas Fazwan hanya memperhatikan perdebatan mereka.

"Nih yang kayak gini nih bakal sulit cari cewek," sindir telak Gizem.

Ayyub masih tenang. Merespon hanya akan membuat Kakaknya kesal.

"Mana ada coba cewek yang berani deketin dia kalau model kayak gini?"

Untung pelayan restoran datang mengalihkan membawa pesanan kami. Ayyub dengan salad dan es cream coklatnya. Sementara Gizem dengan steak dan juga jus jeruknya. Pesanan yang sama setiap kali kami dinner. Ayyub bilang dia harus menjaga tubuhnya biar tetap fit. Beda sama Gizem yang sudah mulai acuh dengan segala hal yang berhubungan dengan diet sehat.

"Habis ini kalian mau kemana?" tanyaku ke Gizem dan juga Adi. Yap, sejak kejadian Gizem galau beberapa tahun yang lalu. Mereka kini menjadi sepasang kekasih. Aku juga terkejut ketika mereka meminta restu untuk hubungan yang lebih serius seperti ini. "Pulang atau nonton dulu?"

Gizem mengedikkan bahu. Menoleh ke arah Adi meminta jawaban. "Kayaknya jalan-jalan dulu deh, Mah. Nggak jadi nonton kita. Berdua doang nggak seru. Ini kan film keluarga, bukan film romantis."

"Jelek banget berarti filmnya."

Gizem berdecak dengan jawaban Ayyub. "Iya jelek banget kayak lo, Dek."

"Ya udah kalian hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut kalau jalan," kataku menasehati. Mas Fazwan ikut menyahuti, "Pokoknya jangan pulang terlalu malam. Kalian nggak usah macem-macem."

Ini nih yang selalu Mas Fazwan katakan ke Gizem dan Adi kalau lagi keluar. Selalu curiga tidak jelas. Padahal anaknya itu sudah jauh lebih dewasa dari terakhir kali patah hati.

Setelah makan malam kami berpisah. Aku dengan Mas Fazwan, Adi dengan Gizem, sementara Ayyub naik motor sendiri. Mengiringi mobilku dari belakang. Dari kaca spion aku melihat dengan jelas bagaimana wajah serius anak itu. Tatapannya terlihat sangat tajam dari helm teropong miliknya. Kadang Mas Fazwan sedikit menggoda dengan mempercepat laju mobil kami. Anak itu dengan wajah seriusnya bergegas mengejar.

"Kamu tuh ya emang usil."

Mas Fazwan tertawa. Sesekali melirik ke arah spion. "Itu anak serius banget."

Aku menjawil lengan Mas Fazwan. Ikut menoleh ke belakang. Memastikan Ayyub masih mengikuti kami.

"Pendiam banget tuh anak."

Mas Fazwan mengangguk setuju. Menghadapi Ayyub bukan perkara muda. Dia lebih tertutup dari Gizem. Bahkan mungkin beda seratus delapan puluh derajat. Kalau Gizem berani menceritakan setiap kejadian di luar rumah. Sementara Ayyub lebih memilih untuk diam. Bahkan kalau ditanya pun dia enggan mengatakan sesuatu. Lebih mempertimbangkan untuk membuka isi kepalanya.

Aku mengusap lengan Mas Fazwan. "Kamu jangan lupa banyak ngobrol sama Ayyub. Jangan Gizem mulu yang diperhatikan. Usia Ayyub ini jauh lebih butuh perhatian. Mungkin kalau sama kamu, dia agak sedikit terbuka. Sama aku, dianya lebih banyak diamnya daripada bicara."

"Iya, nggak ada yang pilih kasih kok."

Aku menunduk. Sedikit berpikir. "Bukan kamunya Mas yang berpikir kayak gitu. Bisa jadi Ayyub berpikir kamu terlalu fokus ke Gizem."

Mas Fazwan terkekeh. Seolah mempermudah masalah ini.

"Serius ini," kataku. "Aku cuma nggak mau salah satu dari mereka ada yang berpikir dianak tirikan. Ayyub juga anak kita."

Mas Fazwan memilih diam. Menanggapi ucapanku dengan lirikan di spion cukup lama. Memperhatikan Ayyub yang berusaha mengejar dari belakang. Kadang anak itu berada di samping mobil. Menoleh ke arah kami. Juga terkadang jauh di belakang tergantung penuhnya jalanan Jakarta.

Terkadang sama seperti Mas Fazwan, aku tidak bisa menebak sama sekali jalan pikiran Ayyub. "Udah jangan dipikirkan, anak itu memang kayak gitu kok. Besok-besok aja kalau ada waktu aku ajak main basket bareng. Biasanya kalau ada masalah, dia nggak bakal bicara kok. Kalau mau ngomong sama Ayyub itu harus punya strategi."

Sebagai seorang Ibu aku berharap tidak ada yang disembunyikan dari Anak bungsuku itu.

****

~ Minggu, 28 Juli 2023

Mandatory Love [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang