"MAK! SABUN KEMANAIN?" Pekik Adul yang membuat Salma tersentak kaget. Salma memang tengah berada di dapur untuk membuat nasi goreng. Ini adalah kemajuan yang cukup pesat, biasanya Salma hanya akan menyajikan olahan singkong untuk sarapan Adul dan Rony. Salma itu antara pelit dan tidak mau rugi, jika saja batang singkong bisa di olah menjadi makanan, mungkin pagi ini sudah dijadikan menu sarapan olehnya. Misalnya, sayur batang pohon singkong.
"KAGAK USAH PAKE SABUN, DUL! PAKE AIR AJA! LO MANDI KAGA PAKE SABUN JUGA GANTENG, KOK!"
"MASA MANDI GAK PAKE SABUN, MAK! BAU DONG, ADUL!" Kini Adul yang tengah diuji kesabarannya.
"SABUN NYA ABIS DI CEMILIN EMAK LO, DUL!" Sahut Rony yang baru saja bangun dengan jejak air liur yang masih menempel di pinggiran bibirnya.
"Lap dulu bang iler, lo!" Rony dengan sigap mengelap jejak air liur itu menggunakan daster yang di kenakan sang istri.
"BANG!! BUKAN PAKE DASTER GUE BANG! PAKE BAJU LO, KEK! SARUNG LO, KEK! SUKA AMAT NYARI PERKARA AMA BINI!!" Sungut Salma.
"Tadi lo bilang suruh di lap, giliran udah gue lap, lo malah ngomel."
"Mak, Ba, jangan ribut mulu ngapa! Baba mandi dah, Adul udah laper nih."
Rony pun menuruti perintah sang anak, ia meraih handuk lalu pergi menuju kamar mandi.
"ADUUUULLLL!! LO BERAK BELOM DI SIRAAM!!"
Kini giliran pekikan suara Rony yang membuat Salma tersentak kaget, Salma hanya tertawa sembari mengikuti gerak langkah sang anak yang melenggang santai menuju kamarnya, anak bertubuh tambun itu telah menghilang bersama jejak kaki basah yang ia tinggalkan di lantai semen rumahnya.
"ADDUUULL!! TAPAK KAKI LO!! YA ALLOH! BENER-BENER TUH ANAK!"
***
"Putri sayang, anak mamih, bangun yuk, nak. Mamih udah bikinin breakfast buat Putri." Nabila tengah membangunkan sang putri dengan penuh cinta, di sebuah kamar ber-AC yang di dominasi oleh cat berwarna pink berpadu putih. Putri menggeliat, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke dalam matanya.
"Mamih?" Cicit Putri, dengan lirih.
"Mandi, yuk, nak. Terus siap-siap ke sekolah, papih juga udah rapi." Titah Nabila pada anaknya, Putri segera bergegas menuju kamar mandi, lalu melakukan ritual mandi pagi seperti biasa, sedangkan Nabila menyiapkan pakaian merah-putih lengkap dengan atribut dasi dan topi yang ia letakan di atas kasur sang putri.
Setelah selesai mandi pagi dan memakai seragam, Putri segera melesat menuju meja makan. Nabila tengah menyiapkan kotak makan berwarna pink berisi roti tawar, susu kotak serta beberapa butir buah anggur, Nabila memang selalu membawakan Putri bekal agar tidak jajan sembarangan di sekolah.
"Sayang, anak mamih. Ini bekal nya ya, nak. Nanti di makan biar nggak jajan sembarangan. Terus Putri langsung sarapan ya, mamih udah buatin nasi goreng ayam suwir, ada potongan sosis nya juga. Di makan ya, sayang." Titah Nabila sembari membenamkan kotak makan itu ke dalam tas Putri.
"Pih, mamih minta uang belanja, dong." Kata Nabila pada sang suami yang tengah menyesap kopi buatannya.
"Mau berapa?" Tanya Paul sombong.
"Seperti biasa, pih. Tapi kalo papih mau nambahin mamih ikhlas kok, pih."
"Ya udah, nih." Paul mengeluarkan enam lembar uang berwarna biru lalu menyerahkan nya pada sang istri.
"Makasih, papih." Jawab Nabila dengan senang hati.
"Pokoknya sehari harus habis, jangan ada sisa. Kalo kurang, minta lagi." Titah Paul.
Keluarga ini memang sombong, kecuali Putri yang baik hati.
***
Sementara itu, Rony dan Adul sudah duduk di kursi meja makan, Salma meletakan dua buah piring berisi nasi goreng di depan suami dan anaknya.
Bukannya mendapat sambutan meriah atau ucapan terimakasih, Adul dan Rony malah menatap kecut ke piring tersebut."Ini nasi goreng, mak?" Tanya Adul seolah meragukan masakan Salma.
"Ya iya, Dul. Lo kira ini apaan?"
"Adul kira ada potongan sosis nya." Anak bertubuh tambun itu sudah menunjukan wajah sedih nya.
"Potongan sosis pala, lo." Sungut Salma mendapati anaknya yang kurang bersyukur.
"Definisi nasi goreng menurut emak lo ya emang begini, Dul. NASI GORENG = NASI DI GORENG. Lo jangan berharap ada dekorasi lain di dalem nasi goreng ini, apalagi menghayal ada potongan sosis segala. Udah makan, banyakin istighfar aja ngadepin emak lo. Lo juga kudu bersyukur. Sekali-kali lihat ke bawah, jangan lihat ke atas mulu." Kata Rony menasehati anaknya.
"Tuh, dengerin apa kata Baba lo. Diluaran sana banyak anak-anak seumuran lo yang nggak bisa makan ampe seharian. Kudu kerja dulu baru bisa makan. Kita harusnya bersyukur walaupun cuma bisa makan nasi goreng. Emak tuh kaga demen kalo Adul begaul sama si anak ayam itu, ujung-ujungnya Adul jadi kurang bersyukur."
Adul hanya mendengkus pasrah mendengarkan kultum yang diberikan orangtuanya.
Akhirnya, Adul dan Rony pun makan dengan nasi goreng yang di buat Salma. Walaupun dalam hati, anak itu terus berkomat-kamit mengikuti omelan orangtuanya.
***
"Ba, entar Baba anterin Adul nya agak jauhan dari sekolahan ya, Ba." Titah Adul pada Rony setelah merampungkan sarapannya. Kini, Rony tengah bersiap untuk mengantarkan Adul ke sekolah.
"Emang ngapa si, Dul? Ntar lo jalan kaki yang ada kurus."
"Adul malu, Ba. Masa di anterin nya pake mobil angkot."
"Ya Alloh, lo malu di piara!" Sungut Rony.
"Nih, goceng." Salma yang baru saja merapikan meja makan berjalan menghampiri Adul, lalu menyerahkan uang saku sebesar lima ribu rupiah ke arahnya.
"Goceng, mak?" Tanya Adul.
"Lah emang biasanya berapa?"
"Goceng."
"Nah ya udah, ngapa lo protes emak kasih goceng."
"Lah iya, ya." Adul hanya cengengesan, sedangkan Salma hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan aneh anaknya.
"Baba dulu kalo sekolah cuma di kasih dua rebu ama engkong, lo. Lo di kasih goceng kudu bersyukur harusnya."
"Goceng paling dapet es doang sekarang mah, Ba." Sahut Adul menginterupsi ucapan Rony.
"Dulu Baba dua rebu dapet banyak."
"Dulu lo bawa dua rebu, tapi di sekolahan lo malakin orang, Bang." Sahut Salma.
"Adul juga suka malakin orang, Ba." Celetuk Adul terlalu jujur.
"HAH? LO MALAKIN ANAK ORANG, DUL!" Pekik suami-istri itu secara bersamaan.
"Wah! Lo kaga boleh gitu dong, Dul. Lo lama-lama gue telen juga nih. Besok-besok lo kaga boleh malakin anak orang lagi! Mau jadi apa lo kecil-kecil udah berani malakin anak orang."
Sedangkan Rony hanya menggelengkan kepalanya, "Emang mirip gue si, Adul." Kata Rony dalam hati.
"Udah, dah. Lo jangan ngomel mulu. Gue mau anterin si Adul ke sekolah." Salma segera mencium punggung tangan suaminya, diikuti Adul yang mencium punggung tangan Salma.
Walaupun jengkel dengan kelakuan Adul, Salma tetaplah seorang ibu. Dia pasti sedih melihat anaknya yang suka memalak, persis suaminya dulu.
____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!