Bab 34

995 86 8
                                    

"Malem nisfu sya'ban, udah mau bulan puasa, apa-apa pada naek, bahan pokok naek, listrik naek, tapi herannya si Rony kagak pernah naekin duit belanja gue, untung aja gue pinter bercocok tanam, jadi kagak puyeng mikirin sayur-sayuran, coba kalo gue gak bisa bercocok tanam--"

"Sshhut!"

Suara seseorang terdengar memanggil Salma yang tengah memetik cabai di kebun belakang rumahnya, wanita berhijab yang gemar mengenakan daster itupun mendadak menghentikan aktivitas nya. Matanya mulai menebar ke segala arah.

"Kayak ada yang manggil." Gumam Salma sambil terus memperhatikan halaman belakang rumahnya. Ia kembali terdiam dengan perasaan gamang, lalu kembali melanjutkan aktivitas memetik cabainya. "Perasaan gue doang kali, ya. Pokoknya, besok-besok gue harus minta si Rony buat naekin jatah belanja gue. Ya kali semuanya pada naek tapi jatah belanja gue kagak naek--

"Mpok! Sshhuut! Gue juga udah naek dari tadi. Lo kagak lihat?"

"Astaghfirullahaladzhiim. Nab! Lo ngapain disono! Kayak tokek lo lama-lama!"

Akhirnya, setelah menelusuri sumber suara, Salma pun menemukan Nabila yang tengah berdiri di tembok pembatas rumah keduanya menggunakan tangga darurat, gadis berhijab yang usia nya lebih muda dari Salma hanya menyengir Kuda.

"Gue dari tadi di mari, Mpok. Lagi ngintipin Lo metik cabe. Eh, Mpok. BTW, gue bagi dong Mpok, cabe nya." Kata Nabila yang sudah memasang wajah melas.

"Dih, lo kesini mau minta cabe doang?"

"Hehe, lo kan Mpok gue. Kalo nggak kita simbiosis mutualisme aja gimana? Gue di rumah ada beras banyak. Kita tukeran aja dah. Gue minta cabe lo, lo ambil beras gue."

Wah, lumayan nih, beras kan lagi naik daun hehe. Batin Salma.

"Oke dah, bentar, gue ambil plastik dulu. Lo ambil sono beras buat gue. Gue minta dua liter, ye."

Tanpa banyak cingcong, Salma pun menyetujui ide dari saudara tirinya.

"Ya ilah, dua liter doang. Gue punya dua karung. Hehe, karung nya doang."

Sementara itu, Nabila pun dengan sigap menuruni anak tangga, lalu beralih menuju ke area dalam rumahnya.

"Alhamdulillah, lumayan, cabe dari si Midun bisa gue semai lagi. Jadi pas ntar puasa, gue kagak perlu beli cabe."

Nabila pun mengambil kantung plastik berwarna hitam, lalu menuangkan enam kaleng bekas susu berisi beras ke dalam nya.

"Mau kemana, Mih?" Tanya Paul yang tengah bersantai di ruang keluarga rumahnya.

"Mau minta cabe Pih, sama si Midun."

"Ya ampun, Mamih. Tinggal beli aja pake minta segala."

"Mahal, Pih."

Setelah memberikan jawaban, Nabila pun segera meninggalkan Paul lalu berjalan ke arah luar rumahnya untuk menuju rumah Salma. Sementara itu, Paul hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya.

"Si Nabila mah segini doang ge cukup, kagak usah banyak-banyak. Gue ngeri dia ama si Paul mencret doang kalo kebanyakan makan pedes." Ujar Salah sambil terus memetik beberapa buah cabai lalu memasukannya ke dalam kantung plastik transparan.

"Teh, arek kamana?" Tanya Novia ramah, ketika secara tidak sengaja ia bertemu dengan Nabila di depan gerbang. Namun gadis berhijab itu seakan enggan membalas sapaan Novia. Ia malah memalingkan wajah dengan tatapan remeh, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah saudara tirinya.

"Astagfirullahaladiim, Aya wae nya tetangga kos Kitu. Kere tapi sombong na ya Allah." Cibir Novia, setelah Nabila berlalu.

***

"Assalamu'alaikum, Mpok." Nabila mengucap salam, setelah beberapa kali mengetuk rumah Salma.

Salma yang masih berada di halaman belakang rumahnya pun lantas menoleh, "nah, itu dia orangnya." Kata Salma, lalu ia berjalan ke arah luar rumahnya.

"Wa'alaikumussalam. Eh, Nab. Mana beras gue?" Tanya Salma langsung ke intinya.

"Ya ilah, sabar napa Mpok. Gue udah bawa kok, Lo tenang aja. Nih." Nabila pun menyerahkan kantung plastik berwarna hitam berisi beras itu ke arah Kakak tirinya.

"Wiiih, pulen nih."

"Iya lah, beras gue mah gak kaleng-kaleng."

"Sombong amat lo, nih, cabe lo." Kini giliran Salma yang menyerahkan kantung plastik transparan itu ke arah Nabila. Namun, bukannya bersyukur, Nabila malah mengangkat kantung plastik itu ke udara, lalu memperhatikan isi nya seakan tak percaya dengan jumlah cabai yang bisa di hitung dengan jari tersebut.

"Buset, Mpok. Lo mau jadi gue apa gimane sih? Ini mah--" kata Nabila menggantung, ia sibuk menghitung jumlah cabai dalam kantung plastik tersebut. "Lo kebangetan banget dah, kagak ada dua puluh biji ini mah, Mpok."

"Ya ilah, Nab. Gue pan kagak mau lo pada mencret gara-gara makan pedes-pedes. Baik gue tuh sebenernya."

"Baik dari Hongkong! Lo baik apa medit." Cibir Nabila.

Belum sempat kering bibir Nabila, gadis berhijab itu kembali berucap. "Itu gue bagi dua liter berapa butir coba? Lo ngasih gue cabe cuma dua puluh butir, itupun kagak nyampe."

"Masa lo nyuruh gue buat ngitung nih beras berapa butir. Bisa juling mata gue, Nab. Udah lo kagak usah marah-marah. Udah mau puasa, Nab. Lo kurang-kurangin dah marahnya. Ntar malem gue bawain sayur daun singkong dah."

"CK! Kagak usah dah. Lo makan daun mulu, gue ngeri e'e gue ijo doang kalo keseringan makan daun." Nabila yang masih kesal dengan saudara tirinya itupun memilih untuk pergi tanpa pamit dari rumah Salma.

"Lah, Nab? Lo ngambek?" Kata Salma meneriaki saudara tirinya.

***

Malam harinya..

"Bang, lo jangan lupa abis makan langsung ke musholla Ama di Adul. Hari ini malem nis'fu sya'ban. Lo banyak-banyak berdo'a supaya kita cepet kaya."

Salma yang baru saja menghidangkan makan malam untuk Rony dan Adul, kembali mengingatkan sang suami untuk mengikuti sholat berjama'ah di musholla kampung Senggol.

"Lo minta nya kaya mulu, Sal. Orang kaya itu hisab nya lama, Lo tau kagak."

Salma hanya mendengus melihat Rony menasehati dirinya.

"Lo makan dulu, dah. Gue mau ke rumahnya si Nabila, mau nganterin makanan buat dia." Salma pun beralih ke arah dapur, mengambil rantang susun berisi opor ayam untuk keluarga adik tirinya itu.

"Emak mau kemana?" Adul yang baru saja tiba di meja makan langsung bertanya pada Salma.

"Mau ke rumah Cing Nabila, lo makan dulu dah. Abis itu ikut sholat di musholla ama Baba lo." Titah Salma pada Adul yang langsung di respon dengan anggukan kepala dari anak semata wayang nya.

"Emak ngapa dah, Ba?"

"Udah lo jangan banyak tanya, kita makan aja dah. Mumpung emak lo lagi masak enak hari ini.

Rony pun memilih untuk menikmati makan malam yang telah di hidangkan oleh istrinya. Begitupun dengan Adul yang begitu lahap menikmati kenikmatan masakan Salma.
_____________________

Kampung Senggol X PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang