"Mak, Adul berangkat dulu, ya." Adul sudah siap berangkat sekolah saat ini, anak bertubuh tambun itu meraih tangan Salma lalu menciumnya.
"Iya, sekolah biar pinter ya, tong."
"Abang jalan dulu, ya. Ntar abang balik lagi."
"Iya, hati-hati ya, bang." Kini giliran Salma yang mencium punggung tangan suaminya.
Salma pun kembali ke dalam untuk melanjutkan pekerjaan rumah lainnya, sudah menjadi hal yang biasa untuk Salma melihat tumpukan pakaian kotor, dan beberapa cucian piring yang menanti untuk dikerjakan. Beruntung, hari ini tidak terlalu banyak, sehingga ia hanya perlu menghabiskan waktu sekitar satu jam setengah untuk menyelesaikan tugas itu dalam diam.
Setelah melakukan pekerjaan rumah, Salma pun pergi menuju warung Mpok Lela untuk berbelanja sayuran. Lagi-lagi kedatangan Salma di sambut oleh gosip-gosip murahan yang bersumber dari Nabila.
"Emang beneran Mpok Salma selingkuh?"
"Masa sih? Gak nyangka, kasian banget si Adul.
"Orang gak mampu aja sok-sokan selingkuh."
Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan dengan nada sinis dari para tetangganya yang lain. Salma hanya bisa menahan diri, bersikap bodo amat dan seolah-olah tidak mendengar ucapan menyakitkan itu. Yang terpenting, dia tidak melakukan apa yang di katakan para tetangganya. Dan lebih memilih fokus untuk berbelanja.
"Sal? Emang nya lo gak puas ama laki, lo?" Sindir Nabila.
"Anda siapa, ya?" Salma menatap sinis ke arah Nabila, bersikap seakan tidak mengenali mantan saudara tirinya itu.
"Kasian lho Sal, laki ama anak lo kalo mereka tau lho selingkuh." Nabila masih mencoba menyulut amarah Salma.
"Oh, ya? Sayangnya laki gue gak gitu orangnya, dia gak gampang percaya ama gosip murahan kayak gini, apalagi yang nyebarin gosip itu orang kurang waras kaya lo."
"Seyakin itu lo, Sal?" Tanya Nabila dengan seringai meremehkan.
"Yakin lah, karena gue lebih percaya istri gue daripada lo, apalagi ama berita murahan yang lo sebar ke orang-orang. Semua itu gak akan mengurangi sedikitpun kepercayaan gue sama Salma. Nah, ibu-ibu, kalian semua jangan gampang percaya sama berita recehan yang diomongin sama Nabila. Istri saya itu gak selingkuh, dan saya percaya itu. Lo jangan belanja ya sayang, nanti kita beli makan di luar aja, sekalian kita ke toko perhiasan yang kemarin. Cincin lo kekecilan, kan? Kita tuker ama yang baru, ya." Tiba-tiba saja, Rony muncul dari balik punggung Salma. Membuat keterkejutan di beberapa pasang mata yang menyaksikan hal yang sedikit menegangkan itu.
"Mpok, gue gak jadi belanja, ya." Salma pun menaruh kembali beberapa sayuran yang sudah berada dalam genggaman nya.
"Iya Mpok, Salma. Gak apa-apa."
Selanjutnya, Rony merangkul pinggang Salma yang membuat Nabila menghentakkan kakinya kesal. Diikuti tatapan heran dari para tetangganya yang lain.
"Lo kok bisa ada disini sih, Ron? Bukannya lo kudu nganter barang, ya?" Salma bertanya sambil berjalan beriringan dengan Rony.
"Tadi Pak Yono bilang, dia ada acara hari ini. Jadi di tuker ama besok. Eh, kebetulan banget gue ngelihat lo lagi di Bully ama si nenek lampir di warung Mpok Lela, jadi gue samperin aja."
"Makasih ya, Ron." Salma tersenyum menatap suaminya.
"Gue gak akan biarin satu orangpun ngata-ngatain lo, Sal. Lo itu baik, penilaian mereka ke lo itu salah."
Apa yang diucapkan Rony nyatanya mampu membuat Salma semakin mencintai suaminya, di balik kekurangan harta yang mereka alami, tapi rasa bahagia yang di rasakan keduanya tidak berkurang sedikitpun.
***
"Mpok, Nab. Mending jangan keseringan bawa gosip yang aneh-aneh deh, Mpok. Kasian Mpok Salma ama keluarganya. Dari dulu selalu digituin terus sama Mpok Nabila, sama Nyak Ipeh." Mpok Lela menjadi yang paling berani untuk mengungkapkan pendapatnya.
"Iya, Mpok. Kasian Mpok Salma."
"Tau, nih. Mpok Nabila. Dari dulu gak pernah berubah."
Selanjutnya, suara-suara yang menentang Nabila mulai terdengar, seakan memberi keberanian untuk mereka mengeluarkan pendapatnya.
"Berisik lo, semua!" Nabila pun memilih pergi meninggalkan ibu-ibu yang lain.
Sepanjang perjalanan pulang, Nabila terus merutuki kesialannya hari ini.
"Kenapa sih, susah banget buat nyingkirin si Midun! Perasaan dulu Nyak gue gampang banget bikin Babeh nya koit." Gerutu Nabila dalam
hati.Kematian Sabeni ternyata bukan hanya karena sakit yang di alami, melainkan ada campur tangan Ipeh dan anaknya, Nabila. Mereka berdua memang sering kali mencoba menyingkirkan Sabeni dengan cara apapun. Hingga pada akhirnya, keputusan Salma untuk tinggal bersama kakek-neneknya memudahkan Ipeh untuk melancarkan aksi pemubunuhan tersebut. Ia secara sengaja memasukan racun ke dalam makanan Sabeni yang saat itu tengah sakit.
Kematian Sabeni memang sangat janggal, namun tidak ada satupun yang menaruh kecurigaan pada Ipeh dan Nabila. Terlebih keluarga besar Sabeni mengetahui bahwa Sabeni sedang sakit kala itu.
"Cepat atau lambat, gue harus nyingkirin lo, Midun!"
Tangan Nabila sudah membulat sempurna, ia menahan dendam yang terus bergejolak dalam dadanya. Ia tidak rela Salma bahagia walaupun hidupnya pas-pasan. Sedangkan Nabila selalu merasa ada yang kurang walaupun ia dan keluarganya bergelimang harta.
____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!