Bab 6

1.3K 112 11
                                    

Jam yang menempel di ruang tamu sederhana itu baru menunjukan pukul setengah enam sore, tapi Rony menepati janjinya, dia kembali dengan membawa uang pelicin sebagai syarat agar bisa indehoyan dengan Salma. Salma juga telah membeli tiga potong bebek bakar untuk makan malam bersama suami dan anak semata wayangnya.

"Sal, ntar abang sholat isya dulu, ya. Katanya ada imam baru di mushola kampung Senggol, adek ipar nya Bang Jafar. Abis itu baru dah, kita beraksi." Setelah merampungkan makan malam bersama Adul dan Salma. Rony telah bersiap untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim, yaitu sholat berjamaah.

"Iya, gih dah abang jalan. Cari shaf paling depan, biar kebagian onta. Jangan ampe kebagian ayam nya doang, apalagi ayam nya si Paul. Udah paling kagak enak banget itu mah. Alot."

Rony pun menginterupsi Salma yang membuatnya tersentak kaget, "Sshuutt!! Gue mau sholat lo malah sibuk gibah."

Sambil cengengesan, Salma berujar,
"Iya ya, keceplosan bang. Udah gih dah jalan, bentar lagi juga adzan." Salma pun mencium punggung tangan Rony lalu mengantarnya ke depan teras.

***

Malam semakin meninggi, jam yang menempel di sudut dinding kamar ber-AC itu telah menunjukan pukul setengah tujuh malam, Nabila masih dengan sigap menemani Paul yang sudah bersiap untuk berangkat ke mushola, walaupun rasa sakit terus menjalari tubuh dan bokongnya sejak kejadian ia jatuh tertimpa tangga.

"Habis ini mamih tiduran gih, pasti badan mamih masih sakit." Titah Paul saat telah berada di ambang pintu dengan Nabila.

"Iya, pih. Badan mamih masih sakit banget. Ini semua gara-gara si midun! Awas aja, ntar mamih bales."

Sepertinya, Nabila masih menyimpan dendam pada Salma, bukan tanpa sebab, jika saja tendangan Bruce Lee tidak di keluarkan oleh musuh bebuyutannya, Nabila pasti masih baik-baik saja saat ini.

"Miih, kan mamih yang salah. Udah dah, papih jalan dulu, bentar lagi adzan." Mendengar ucapan suaminya, Nabila pun segera mencium punggung tangan Paul, lalu kembali ke kamar untuk merebahkan diri.

***

"Kagak dimana-kagak dimana, ketemu nya sama kaum duafa lagi." Baru beberapa meter berjalan menuju mushola kampung Senggol, Paul tidak sengaja berpapasan dengan Rony, dan tentu saja Rony adalah sasaran empuknya untuk memuaskan diri.

"Lah? Lo ngapa, ya? Ini jalan umum, malih! Bukan jalan Baba moyang lo!" Sungut Rony.

"Mau jalan Baba moyang gue, kek! Baba moyang lo, kek! Pokoknya gue gak mau tau, lo jalannya kudu ada jarak ama gue minimal sepuluh meter! Biar gue kaga ketularan kere kaya lo!" Seloroh Paul dengan angkuhnya.

"Mushola tujuh meter lagi paling nyampe, hm, orang kaya oon kagak bisa ngitung jarak! Lagian juga gue mah kaga mau deket-deket sama lo, bau ayam." Akhirnya, Rony pun berlari meninggalkan Paul setelah memperlihatkan ekspresi meledeknya.

"Woy! Kurang asem lo, kaum duafa!" Diam-diam, Paul pun menciumi tubuhnya sendiri, takut-takut apa yang dikatakan Rony benar, bahwa dia bau ayam.

***

Suasana baru begitu terasa saat Rony di susul Paul baru saja masuk ke dalam mushola, Kong Madih yang mengemban tugas sebagai muadzin sekaligus imam mushola kampung Senggol telah resmi pensiun. Lalu, pemuda tampan bernama -Ridwan- adik iparnya Bang Jafar, baru saja resmi mengukuhkan diri sebagai muadzin serta imam mushola kampung Senggol yang baru. Ridwan sendiri di gadang-gadang memiliki suara merdu saat mengumandangkan Adzan ataupun melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Merasa penasaran, Rony dan Paul pun sangat bersemangat mengikuti sholat berjamaah di mushola malam ini.

Sawwuu Shufuufakum, Fainna Taswiyatas Shufuufi Min Iqaamatis Shalaah. "Luruskan shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari di tegakkan nya sholat." Setelah mengucapkan kalimat tersebut dengan suara bariton nya, para jama'ah mushola kampung Senggol mulai merapatkan shaf mereka masing-masing. Paul mengambil posisi shaf paling depan bagian kanan, sedangkan Rony mengambil posisi shaf paling depan bagian kiri.

Mereka mulai khusyuk mendengarkan ayat demi ayat yang di baca oleh Ridwan, memang benar, suara merdu Ridwan nyatanya mampu menghipnotis siapapun yang mendengarnya, mereka mulai terbawa suasana syahdu, meresapi ayat demi ayat yang di bacakan Ridwan dalam surah Al-Qolam di rakaat pertama, ah, merdu sekali.
Hingga beberapa orang dari mereka  mulai menteskan air mata karena memahami makna dari surah tersebut.

Selanjutnya, pada rakaat kedua, Ridwan menunjukan kemahiran nya dalam menghafal ayat-ayat Allah dengan melantunkan surah Al-Mulk, maa syaa allaah, Ridwan memang berbanding terbalik dengan Abang iparnya, yaitu Bang Jafar yang memiliki wajah menyeramkan, Ridwan malah terlihat meneduhkan di mata kaum hawa dan berkharisma di mata kaum adam. Suatu karunia dari Allah yang patut di syukuri, bukan?

Belum sampai disitu, pada rakaat ketiga, Ridwan kembali membacakan surah Ar-Rahman. Namun kali ini berbeda, jama'ah sholat di kampung Senggol dengan tubuh jompo mulai ketar-ketir karena sudah melaksanakan sholat isya hampir setengah jam namun belum selesai juga.

Para jompo serta jama'ah yang lain mulai hilang fokus ketika Ridwan membacakan surah Al-Baqarah sebagai penutup kesempurnaan sholat isya malam ini. Satu persatu dari mereka mulai berguguran, jangan di tanya apakabar dengkul dan kaki mereka, hanya orang-orang yang beriman kuat yang mampu bertahan hingga salam, termasuk Paul dan Rony yang masih bertahan, walaupun kaki Paul dan Rony sudah terasa bergetar. Bahkan, dari empat puluh jama'ah, hanya menyisakan dua puluh lima jama'ah yang masih bertahan.

Akhirnya, perjuangan itu terbayarkan setelah Paul dan Rony mendengar kalimat Salam dari imam mushola yang baru. Rony pun langsung kembali menuju rumah sambil memegangi dengkul dan kaki nya yang terasa sangat pegaaal. Begitupun dengan Paul.

***

Rony terus memegangi dengkulnya hingga sampai di depan pintu rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Rony mengucap Salam sambil mengetuk pintu rumah berwarna coklat tersebut.

"Wa'alaikumussalam." Terdengar suara Salma yang semakin mendekat ke arah Rony.

"Lo ngapa, bang?" Salma menatap heran suaminya yang terus memegangi dengkulnya seolah-olah terasa begitu sakit.

"Sal, kita kaga jadi dah indehoyan nya. Lo ambil aja duit nya sonoh. Dengkul gue ampe rasa mau copot ini." Jawab Rony terlalu jujur.

"Copot? Lo kan abis sholat, bang. Bukan abis di begal." kata Salma.

"Duh, Sal. Lo jangan banyak cingcong dah, gue mau langsung tidur aja, gue ngeri copot beneran dengkul gue." Rony pun berjalan bungkuk layaknya aki-aki, dia meninggalkan Salma yang masih menatap heran ke arah Rony dari depan pintu rumahnya.

"Itu si Rony ngapa lagi, dah. Gue udah dandan ampe ca'em begini malah di anggurin." Gerutu Salma, yang membuat nya kesal sendiri.
____________________

Kampung Senggol X PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang