Bab 43

673 58 13
                                    

"Terpaksa dah, hari ini gue masak pake dandang, huft." Ucap Salma dengan raut wajah yang nampak begitu sedih. Ia benar-benar merasa kehilangan mejikom kesayangannya. Pasalnya, mejikom itu adalah satu-satunya barang berharga yang ia punya selain tv dan cincin emas pemberian Rony yang di belikan beberapa bulan lalu.

Langkah wanita berhijab itu semakin mendekat ke arah pintu depan rumah nya, sementara Rony berada beberapa langkah dari tempatnya berdiri saat ini.

"Sal, tungguin abang."

Lantas Salma menoleh ke arah belakang, "ck, manja bener sih lo, bang. Biasa nya juga tinggal ngintilin doang. Gue lagi sedih, nih." Celetuk Salma terlalu jujur.

"Lo kenapa sih masih aja mikirin tuh mejikom? Ntar kalo abang ada rezeki, kita beli yang baru, dah--" ucapan Rony menggantung, ia membuka pintu rumah nya, lalu meraih posisi duduk di kursi kayu di ruang tamu rumah nya, di ikuti oleh Salma yang sudah menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. "Udah, lo jangan manyun mulu, ntar caem nya ilang." Ucap Rony dengan suara menggoda, lelaki itu memang selalu berhasil membuat Salma tersenyum, sekalipun musibah tengah menimpa keluarga mereka.

"Hari ini gue masak pake dandang, dong?"

"Sementara doang, sayang. Lo tau kagak? Bisa jadi itu maling emang lagi butuh buat ngasih makan keluarga nya. Sampe nasi yang udah lo masak juga ikutan di embat sama dia. Bisa jadi kita lebih beruntung daripada dia, Sal. Atau kita yang kurang sedekah sama mereka yang nasib nya jauh di bawah kita, sampe-sampe Allah negur kita dengan cara kemalingan kayak gini. Kita gak tau seberapa butuh nya itu maling, Sal. Lo ikhlasin aja ya, gue yakin, Allah pasti ganti sama yang jauh lebih baik dari mejikom kita yang dulu."

Mendengar ucapan suaminya, Salma hanya bisa menarik nafas panjanh, seolah mencoba mengikhlaskan mejikom satu-satu nya yang ia punya. Toh, apa yang di katakan Rony tidaklah sepenuh nya salah, bisa jadi selama ini mereka yang terlalu banyak dosa, sehingga Tuhan menegur mereka dengan cara kemalingan seperti ini.

"Ya udah, dah. Gue ikhlas. Mudah-mudahan Allah ganti mejikom gue sama yang jauh lebih bagus ya, bang. Walaupun gue emang sayang banget sama tuh mejikom."

"Ya udah, gue ganti baju dulu dah. Mau siap-siap nyari duit, supaya bisa kebeli mejikom yang baru buat lo." Rony pun tersenyum lembut ke arah Salma.

"Gak usah, bang. Gue udah ikhlasin tuh mejikom. Lo siap-siap dah, gue mau boker dulu."

"Ck, punya bini satu jorok amat dah."

Salma pun meletakan kembali mukena yang ia bawa ke dalam lemari, selanjutnya, ia bergegas menuju kamar mandi rumahnya. Ia belum menabung pagi ini.

"BANG!"

"ASTAGFIRULLAHAL ADZHIIM!!" Pekikan suara Salma berhasil membuat Rony beristigfar. Ia benar-benar tersentak melihat kedatangan istrinya kembali ke ruang tamu rumah nya dengan suara yang terbata-bata.

"Apaan? Ada apa?"

"I-itu!"

"Itu apa? Si Adul boker belom di siram?"

Lantas Salma menggeleng, "bukan, bang."

"Terus apaan?"

"Mejikom gue."

"Hah? Apaan si, Sal. Lo ngomong yang beneran dikit, napa."

"Mejikom gue balik lagi."

"HAH?"

Kedua nya pun bergegas menuju dapur, dan terlihatlah disana, mejikom kesayangan Salma telah kembali meski beberapa noda tanah terpampang nyata di beberapa bagian nya.

"Ya Allah, mejikom gue balik lagi." Salma pun dengan sigap memeluk mejikom kesayangannya. Sementara Rony hanya tersenyum sembari mengusap lembut kepala sang istri yang masih terbalut hijab.

"Bang, gue senang banget. Ternyata gue cuma perlu ikhlas doang."

Kali ini, Rony mengangguk seolah membenarkan ucapan Salma.

"Eh, lo buka dah. Siapa tau lo cuma kebagian mejikom nya doang. Wadah nya kagak."

"Oh iya ya, sama bae bohong kalo kagak ada wadah nya mah." Salma meletakan kembali mejikom kesayangannya di atas meja, lalu membuka perlahan, dan terlihatlah isi dalam nya.

"Aman bang, nasi nya doang sisa setengah."

"Bagenin dah, yang penting mejikom kesayangan lo udah balik."

"Iya, bang."

***

Sementara itu, Novia yang baru saja masuk ke dalam rumah nya dikejutkan oleh Neil yang tengah terduduk di ruang tamu rumah nya, bukan di sofa mewah berwarna biru langit yang menghiasi rumah besar tersebut, namun di lantai. Terduduk di lantai dengan ekspresi wajah seperti orang yang kehilangan arah.

"AA? AA teh kunaon?" (Aa, Aa kenapa?) Tanya Novia menghampiri suami nya dengan raut wajah bingung.

"Saha anu tega ngagarong speaker kanyaahan urang?" (Siapa yang tega maling speaker kesayangan gue?)

Mendengar ucapan suaminya, sontak saja wanita berdarah sunda itu mengarahkan bola matanya ke samping televisi yang berdiri tegak di atas buffet besar di ruang tamu rumah nya. Mata nya hampir terlepas.

"AA! SPEAKER KITA KAMANA??"

"Di garong, neng. Hiks." Lelaki berambut gondrong itupun menangis.

Neil nih, rambut aja yang gondrong, speaker hilang, nangis.

"Di garong ku saha, A?" Tanya Novia yang turut merasakan kesedihan seperti yang Neil rasakan.

"Teu nyaho, neng. Da tiba-tiba aja pas Aa sampe rumah udah nggak ada speaker nya."

Tiba-tiba saja...

"Pacarku memang dekat, lima langkah dari rumah, tak perlu kirim surat, SMS juga gak usah--"

"Shuuutt!!" Neil meletakan ibu jarinya di depan bibir.

"Dengekeun, neng. Aa teh jiga kenal suara na." (Dengerin, neng. Aa kayak kenal suara nya).

Novia turut mendengarkan dengan seksama suara yang di maksud oleh suami nya.

"Enak, A. Suara nya bagus."

"Lain eta, neng. Cing dengeken deui."

Novia kembali mendengarkan suara yang di maksud oleh suami nya. Sontak matanya memelotot.

"A! Eta!"

"Hayu, gaskeun!" Keduanya pun lantas menghampiri si pemilik lagu tersebut.
____________

Kampung Senggol X PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang