"Lo sering-sering kaya gini deh, Sal." Kata Rony setelah mereka melakukan hubungan (teeett).
"Apaan? Tiap lo minta juga gue kasih mulu, ya." Jawab Salma.
"Ya kan gak kaya gini, beda sensasi nya. Gue mau nambah, tapi takut si Adul ngomel-ngomel gara-gara gue kelamaan jemput dia." Rony tengah memakai kaus nya kembali saat ini.
"Ntar malem juga kan bisa lagi, Ron."
"Beneran? Lo mau apa? Mau makan apa? Ntar gue beliin." Tanya Rony.
"Gak ah, gue cuma mau lo sehat. Biar bisa nemenin gue ampe tua."
Rony hanya tersenyum menatap Salma, istrinya memang beda, sangat beda dari perempuan manapun. Salma bukan tipekal perempuan yang materialistis, Tapi tetap saja, di balik kata tidak seorang perempuan, pasti ada sesuatu yang dia inginkan.
"Ya udah, kalo gitu gue jemput Adul dulu, ya. Terus gue mau langsung narik lagi." Rony telah bersiap untuk menjemput Adul saat ini.
"Iya, hati-hati, ya." Salma beralih mencium punggung tangan Rony.
"Iya, sayang." Rony pun meninggalkan Salma di kamar mereka.
***
Di sepanjang perjalanan menuju sekolah Adul, Rony terus berpikir ingin memberikan sesuatu apa yang akan membuat istrinya senang. Dia memang telah mengumpulkan uang secara diam-diam, menyisihkan sedikit demi sedikit dari setoran yang diberikannya pada Salma. Di tambah Tuhan sedang berbaik hati karena memberikan rezeki tak terduga lewat komprengan angkotnya selama satu minggu.
"Gue beliin apa ya, biar si Salma senang?" Tanya Rony dalam hati.
Rony mulai menebar pandangannya ke jejeran toko di pinggir jalan.
"Nah, gue beliin itu aja deh. Duit gue juga cukup, malah ada lebihan nya. Mudah-mudahan aja Salma suka." Kata Rony, dia menepikan angkotnya di depan sebuah toko perhiasan. Memperhatikan tiap-tiap cincin yang terpajang di etalase panjang.
"Mbak, saya mau beli cincin." Kata Rony memanggil salah seorang pegawai.
"Boleh, buat siapa mas?"
"Buat istri saya, mbak."
"Ooh, mau yang berapa gram?" Tanya nya lagi.
"Saya nggak tau berapa gram nya, mbak. Tapi saya punya duit 1,2 juta."
"Oke, saya ambil sesuai harga ya, mas."
Akhirnya, pegawai toko perhiasan itu mengambil beberapa cincin. Lalu menyodorkan nya ke arah Rony. Rony mulai memilih, cincin mana yang kira-kira pantas melingkar di jari manis Salma. Namun, sejak awal, dia sudah tertarik pada satu cincin yang terlihat sederhana, namun terkesan mewah.
"Saya mau yang ini aja deh, mbak." Kata Rony, menjatuhkan pilihannya pada sebuah cincin yang sudah menjadi incarannya.
"Oke, saya siapin surat-surat nya dulu ya, mas."
Setelah menuliskan nota, Rony pun menyerahkan uang pecahan 5 ribu, 10 ribu dan 20 ribu dengan jumlah 1,2 juta ke arah pegawai tersebut.
***
"Baba lama amat si jemput Adul, nya." Sungut Adul, sambil melipat tangannya di depan dada. Anak itu sudah sedari tadi menunggu Rony di depan gerbang. Tubuhnya sudah sedikit lemas, mungkin karena belum di isi makanan.
"Ya ilah, telat dikit doang, tadi Baba ada perlu, yok dah, emak lo udah masak enak. Gue ngeri perut lo kempes kalo lo telat makan."
"Ayo, dah. Adul juga udah laper banget, nih." Adul pun segera duduk di kursi depan angkot.
***
Awan bergerak, berubah warna menjadi jingga kemerahan. Sepertinya, Rony akan mengurungkan niatnya untuk kembali mencari rezeki, sudah terlalu petang untuknya. Terlebih, dia sudah menyiapkan hadiah manis untuk Salma.
"Iya, kata si Nabila tadi dia ngelihat si Salma lagi ketawa-ketawa ama guru ngaji anaknya."
"Emang iya, mpok?"
"Iya, apa jangan-jangan ada sesuatu lagi antara si Salma ama Bang Ridwan."
"Ya Allah, kasian amat Bang Rony ama si Adul kalo ampe beneran Mpok Salma selingkuh."
Rony mendengar bisikan-bisikan sinis yang di lontarkan beberapa ibu-ibu yang juga tetangga nya. Mereka berbicara mengenai Salma yang kedapatan tengah berbicang hangat dengan Ridwan, guru ngaji Adul. Sudah pasti, berita murahan ini berasal dari Nabila. Namun mendengar nama Ridwan di sebut, membuat kobaran api menyala begitu saja di hati Rony. Dia terus mempertanyakan kebenaran dari gosip tersebut. Dia masih menahan diri, sampai menemukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan Salma.
"Assalamu'alaikum." Adul mengucap salam sambil mengetuk pintu kayu berwarna coklat rumahnya.
"Wa'alaikumussalam." Salma menjawab dengan suara yang semakin mendekat ke arah pintu rumahnya.
"Lama bener Dul, pulangnya?" Tanya Salma pada Adul.
"Baba tuh, telat jemput Adul." Adul segera masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Salma dan Rony yang masih berdiri di depan pintu.
"Lo ngapa, dah? Kusut amat muka lo? Angkot mogok lagi?" Tanya Salma yang melihat wajah Rony begitu gusar.
Rony tidak menjawab satupun pertanyaan istrinya. Dia masih berdiri di depan pintu, mencaritahu kebenaran melalui tatap mata Salma.
"Lo kenapa sih, bang?"
"Hah? Gue gak apa-apa, lo udah makan?" Tanya Rony, mengalihkan pembicaraan.
"Belom, gue kan nungguin lo sama si Adul. Makan yok, gue udah laper." Salma pun meninggalkan Rony yang masih berdiri mematung di tempatnya.
_____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!