"Kita kudu bales dendam sama si Jawir, Mpok! Kita tunggu sampe minggu besok. Minggu besok kan warga kampung ngadain bukber. Nah, kita kerjain abis-abisan dah tuh." Nabila pun turut merasa geram ketika Salma menceritakan bahwa Jerome lah biang keladi dari kesialannya beberapa hari lalu.
"Iya, Nab. Gue juga udah punya rencana mau nimpuk dia pake sendal keramat gue." Ucap Salma sembari mengeratkan sweeter miliknya. Maklum saja, wanita berdaster itu tengah menggosip di rumah Nabila saat ini.
"Waduh, lo tau gak? Gue sampe encok gara-gara jatuh dari atas tembok karena sendal jepit butut lo, mpok."
"Enak aja lo, butut." Sungut Salma, lantas ia bertanya kembali, "tumben si Putri kagak ada? Kemanain?"
"Tadi si bilangnya mau ke rumah anaknya si Gondes. Kan sama anak lo juga, mpok."
Di sisi lain, ketiga bocil dengan kenakalan luar biasa itu tengah berbincang pada seekor hewan yang mahir meniru suara manusia di belakang rumah besar milik orangtua Elisabeth. Mereka seolah mengerti bahasa hewan.
"Anggun, ai kamu teh manuk na saha?" (Anggung, lo itu burung nya siapa?) Cicit Elisabeth bertanya pada burung beo berwarna hijau kuning keorenan yang berada di depannya tersebut.
"Jajang, jajang." Jawab burung beo tersebut.
"Jajang? Kok Jajang, El?" Tanya Adul.
"Nama Ayah aku kan, Neil Jajang Nurjahman."
"Ooh." Adul hanya ber-ooh ria.
"Burung Ayah kamu bisa ngomong, El?" Tanya Polos Putri, gadis kecil itu menatap takjub burung peliharaan ayah dari sahabatnya.
"Bisa, Put. Keren, kan?" Tanya Elisabeth sedikit sombong.
"Kamu punya burung ngga, Dul?" Tanya Elisabeth.
"Punya."
"Mana?"
"Tapi masih kecil."
Putri hanya menatap penuh tanya anak bertubuh gempal yang tengah berdiri di sampingnya itu.
"Emang iya, Dul? Kamu punya burung?"
"Punya, Put."
"Mana?"
"Tapi masih kecil."
"Ah, kamu mah jawab nya gitu terus. Kita ke pos ronda, yuk? Mau nggak?" Putri sudah mengajak kedua sahabatnya untuk berkunjung ke basecamp.
"Panas, Put. Puasa. Nanti kalau Adul haus gimana?"
Lalu kedua gadis kecil itu saling menatap satu sama lain, "kalo kamu haus, kita wudhu aja." Elisabeth datang dengan ide ngawur nya.
"Wudhu? Ashar aja belum, El." Jawab Putri menyahut ucapan Elisabeth.
"Maksud aku, sekalian aja kita minum air keran nya."
"Wah, ide bagus tuh. Ya udah, Elisabeth setuju."
Lah?
"Ya udah, kita otw sekarang ya."
"Astagfirullah, ampunilah dosa Adul karena punya teman yang menyesatkan." Anak bertubuh gempal itu sudah menengadahkan tangannya.
"Aamiin. Yuk, Dul." Kedua gadis kecil itu sudah menggandeng tangan Adul dan membawa nya menuju basecamp mereka.
***
Dua orang lansia itu tengah bepusat pada papan catur yang berada di depannya. Mata nya yang tak lagi jeli seolah tak menyurutkan niat keduanya untuk membunuh waktu di pos ronda. Sudah dua jam berlalu, Rt Ucan dan Kong Haji Toing masih enggan menyudahi permainan keduanya.
"Buntu, Ing." Ucap Rt Ucan dengan nada frustasi.
"Yah, cemen. Udah berapa kali lo kalah."
"Baru juga 2 kali." Kata Rt Ucan tak mau kalah.
"Pasang lagi dah." Kedua nya pun bersegera merapihkan pion tak beraturan itu kembali pada tempatnya.
"Eh, ngomong-ngomong, Ing. Lo mau nyumbang apaan nih buat bukber warga kampung besok?"
"Noh, mangga gue banyak." Ucap Haji Toing seraya menarik pion berbentuk kuda ke tempatnya.
"Mencret dah warga gue baru buka puasa di suguhin mangga."
"Lo bikin pengumuman dong di musholla, suruh warga bawa buahan masing-masing. Kalo gak minta si Jerome narikin iuran ke warga, buat beli buah-buahan." Usul Haji Toing.
"Si Jerome mana mau, tadi pagi udah gue interogasi masalah anaknya si Sabeni yang kemalingan. Gak tau nya emang dia biang kerok nya. Emang bangor tuh anak," ucap Rt Ucan setengah emosi.
"Terus apa katanya?"
"Katanya dia khilaf, makanya tuh mejikom sama semur daging di balikin lagi." Rt Ucan kembali menjelaskan.
"Semur daging udah di makan lo balikin lagi?" Tanya Haji Toing tak percaya.
"Hehe, sisa berapa glinding doang, Ing."
"Permisi." "Assalamu'alaikum." Trio ubur-ubur pun tiba. Lantas kedua lansia itupun menoleh ke arah tiga anak kecil tersebut.
"Hm, bocah bangor. Mau ngapain lo pada?" Tanya Haji Toing.
"Huh, ternyata Bunda bohong." Elisabeth sudah mengeluh dengan suara pelan, membuat Putri dan Adul terpaksa harus mendekat ke arah Elisabeth.
"Bohong kenapa, El?" Tanya Adul dengan suara yang tidak kalah pelan.
"Kata Bunda, kalo puasa setan-setan di penjara. Tapi--"
"Tapi apaan? Mau ngomong apaan lo bocah bangor?" Tanya Haji Toing yang sudah berdiri di balik punggung ketiga anak nakal tersebut sambil mengangkat sendal jepitnya di udara.
"Dul, dul, ayo kita lari." Putri langsung membawa Adul untuk berlari sekencang mungkin.
"Eh, Put. El gimana?"
"Aaaaaa, Putriii, Aduuulll, kalian jahatt," Elisabeth sudah menitikan air matanya.
"Nah, kan, Ing. Bocah lo bikin nangis."
"Lah, nih bocah malah nangis, Can." Kini, malah kedua aki-aki tersebut yang berbalik panik.
"Woy, neng. Lo kok nangis si? Lo kata gue serem banget apa." Tanya Haji Toing.
"Iya, serem, El takut. Aaaa, hiks."
"Gue bagi mangga dah, tapi lo diem ya. Jangan nangis."
"Beneran?" Tanya Elisabeth di sela-sela tangisnya.
"Giliran di kasih mangga aja lo diem."
"El mau dua kilo boleh?"
"Buset dah, buat apaan banyak-banyak? Mencret lo makan mangga dua kilo, lo cari tau nih bocah anak siapa, Can." Haji Toing bergantian berbicara pada Elisabeth dan Rt Ucan.
"Anak nya warga baru, yang rumahnya persis di samping rumah anaknya si Sabeni."
"Bangor banget nih bocah."
"Aaaaaaa, El takuttt. Muka nya serem." Mendengar kalimat itu, membuat Elisabeth kembali menangis.
"Nah kan, Can? Songong banget, kalo kata bukan anak kecil mah udah gue garuk nih bocah. Pake ngatain muka gue serem lagi."
"Muka lo emang serem, Ing."
"Madikipe lo, Can! Udah lo tungguin di mari, gue mau pulang dulu. Gue mau ngambil mangga buat lo." Ucap Haji Toing pada Rt Ucan dan Elisabeth bergiliran.
Akhirnya, Elisabeth pun menyurutkan tangisnya setelah Haji Toing mengundurkan diri dari Pos Ronda.
______Hmm, menang banyak nih El.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!