Lelaki berambut putih itu sudah menggerutu sejak pukul setengah tiga pagi tadi, ia masih menanti kedatangan cucu nya yang pamit izin keluar rumah untuk membeli menu makan sahur sejak pukul sembilan malam, namun hingga kini belum juga menampakan batang hidung nya. Di tambah nasib menjadi duda di usia senja menyulitkannya untuk menyiapkan segala persiapan sahur seorang diri.
"Huuft." Helaan nafas kasar lolos begitu saja dari hidung nya. Mata nya memandang tak selera ke arah meja makan yang kosong, jangankan nasi, laukpun tidak tersedia disana. Hanya ada segelas air bening di depannya.
"Punya cucu satu kerjaan nya ngayap mulu, minta izin beli makan dari jam sembilan sampe wayah gini belum juga pulang. Gue jadi penasaran tuh anak beli nya dimana," kata-kata nya menggantung, ia meneguk setengah dari air bening itu. "Terpaksa sahur ama air putih doang ini mah."
Tok! Tok! Tok!
Baru saja lelaki tua itu ingin mendaratkan bibirnya di mulut gelas, terdengar suara ketukan dari depan pintu rumah nya, membuat lelaki tua menoleh dan segera mendatangi sumber suara.
"Abis dari mana aja si lo, Jer?!" Lelaki berambut putih itu menyambut cucu nya dengan omelan setelah membukakaan pintu untuknya
"Ini, Jerome bawain makanan buat kita berdua sahur." Ucap Jerome dengan bahasa jawa nya yang khas, sambil mengangkat kantung kresek berwarna hitam ke udara.
"Lo beli dimana jam segini baru pulang? Udah buruan dah, masih ada setengah jam, untung bagus lo dateng nya sebelum imsak, kalo kagak bisa-bisa gue sahur sama air putih doang."
***
"Buset dah, Jer. Besok-besok lo beli lagi dah nih semur daging." Aki Ucan begitu lahap menyantap semur daging yang baru saja di beli oleh cucu nya.
Sementara Jerome hanya tersenyum kaku sambil manggut-manggut. Seolah ada beban dalam pikirannya.
Apa nyong kudu dadi maling ben kaki ne teyeng madhang enak terus? Batin Jerome mempertanyakan sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan.
"Lo kudu banyak-banyak amal, Jer. Beliin engkong lo makanan enak begini juga termasuk amal baik. Yang penting nih makanan halal, lo beli nya pake duit halal. Bisa di potong tangan lo kalo lo sampe jadi kayak si Jono."
Uhuk! Uhuk!
Kabar berita tentang kebebasan Jono dari penjara juga sudah menyebar keseluruh penjuru Kampung Senggol. Lelaki yang tidak kalah sangar dari Bang Jafar itu harus mendekam di sel tahanan selama dua bulan atas kasus maling ayam milik tetangga nya sendiri. Kebebasan nya kali ini membuat warga kampung diliputi rasa was-was yang berlebih.
Dengan cepat Jerome meraih gelas berisi air bening yang berada di depan nya.
"Lah? Lo ngapa tong?" Tanya Aki Ucan melihat cucu nya tersedak hingga terbatuk-batuk.
Semure? Segane? Ricecooker e? Berarti, ngko tangane gue di potong? Tanya Jerome dengan suara yang hanya bisa di dengar oleh nya.
Jerome masih terdiam, seketika wajahnya berubah panik saat ini, spontan ia mengeluarkan potongan semur daging yang masih tersisa di dalam mulutnya.
"Kenapa, Jer? Orang mah kalo lengkoas jangan di makan. Lo makan daging nya aja."
Jerome menggeleng, "Keluarna maning, Ki. Aja di pangan." Dengan sigap Jerome menepuk-nepuk punggung Kakek nya, membuat Aki Ucan turut mengeluarkan semur daging yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Jer! Lo apa-apaan, sih?" Aki-aki berambut putih itu sudah berdiri dari duduknya, berkacak pinggang seolah siap menyemburkan omelan maut pada cucu satu-satu nya itu.
"Ngampurane pisan, Ki." Jerome menyeret semur daging yang masih tersisa di dalam mangkuk, tidak lupa nasi yang ia sajikan dalam bakul milik Aki Ucan.
"Woy! Jer! Gue lagi makan, lo mau bawa kemana tuh semur daging sama nasi gue!"
"Ngko disit, aku pamit sedela."
"Bakul sama mangkok gue balikin woy! JEROME!"
Tanpa menghiraukan panggilan Kakek nya, Jerome sudah pergi meninggalkan Aki Ucan di meja makan menuju...
***
"Astagfirullah, ora bakal maning gue ngambil panganane wong. Nek ngko tangane gue di potong kepriwe, ora due tangan maning dong gue. Ndi kiyeh wadah e." Jerome terus menyerocos sembari menggali tumpukan daun pisang di pohon bambu samping musholla Kampung Senggol. Sementara mangkuk berisi semur daging serta masi dalam bakul milik Aki Ucan sudah dalam posisi aman.
"Naah, wis ketemu, gue balikna maning." Dengan hati-hati pemuda berdarah jawa itu mengambil ricecooker yang ia curi dari dalam tumpukan daun pisang, kemudian memasukan kembali nasi hasil curiannya ke dalam ricecooker. Sementara semur daging yang hanya menyisakan beberapa potong sudah ia masukan kembali kedalam kantung plastik bening.
"Huft, kalau kayak gini kan tangan gue nggak jadi di potong." Ucap Jerome dengan logat ngapak nya yang khas.
Selanjutnya, lelaki muda itu kembali mencari waktu aman untuk melancarkan aksi nya, jam sudah menunjukan pukul empat pagi, warga kampung sudah berbondong-bondong menuju musholla untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah, sementara itu ia masih tetap dalam persembunyian nya.
Mata nya mulai berkeliling, memandangi satu persatu para jamaah yang datang ke musholla Kampung Senggol. Ketika semua target sudah berada dalam musholla, lelaki muda itu bergegas menuju rumah para korban curian nya.
"Gue harus buru-buru ke rumah biyunge Salma, habis itu ke rumah biyunge sapa ya jenenge, klalen maning gue." Sambil mengendap-ngendap, Jerome mendatangi rumah warisan milik Rony, memastikan tidak ada satupun warga yang melihatnya. Beruntung kali ini pintu depan rumah Salma tidak di kunci, ia segera berjalan menuju dapur rumah sederhana itu, lalu meletakan kembali ricecooker yang hanya menyisakan sedikit nasi di dalam nya.
Selanjutnya, ia beralih menuju rumah Nabila.
Perlahan tapi pasti, ia keluar dari rumah Salma, lalu berjalan sambil membawa kantung kresek bening berisi semur daging curiannya menuju rumah Nabila.
"Ck, di kunci maning lah!" Jerome sudah berdecak kesal mendapati pagar rumah besar itu di kunci dari dalam, yang membuatnya mau tidak mau harus memanjat untuk bisa menyentuh halaman rumah Nabila.
"Kalau bukan karena gue ndak mau tangan gue di potong, ora bakalan gelem gue manjat pagar subuh-subuh kayak gini." Cerocos Jerome sembari menaiki pagar besar rumah Nabila. Setelah beberapa saat, ia pun berhasil menyentuh halaman rumah Nabila. Dengan cepat ia beralih menuju pintu depan rumah korban nya yang kedua. Sial nya, pintu depan rumah Nabila pun di kunci.
"Kepriwe kiyeh? Tak geletakena baen nang kene lah, ya. Sing penting wis tak balikna." Jerome pun meletakan plastik bening berisi semur daging itu di depan pintu rumah Nabila. Setelah itu, ia bergegas meninggalkan rumah korban nya menuju musholla Kampung Senggol.
Bakul sama mangkok nya Aki Ucan ketinggalan di pohon bambu, bisa habis kalau nggak di bawa pulang.
__________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!