Bab 37

727 51 4
                                    

"Huft, eh, Put, kita berhenti di rumah kamu aja ya. Haji Toing juga udah nggak ngejar kita lagi kok." Kata Elishabet menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang rumah Putri. Nafasnya terengah-engah, sama halnya seperti Putri. Sementara Adul masih berada di belakang sambil terus berlari memegangi es cekek nya.

"Hufft! Aduuh El, Put, Adul capek." Akhirnya, bocah bertubuh gempal itu menghentikan langkahnya, dadanya berdebar hebat, nafasnya memburu.

"El, kamu bilang nyolong itu dosa, tapi kamu sendiri malah nyolong mangga nya Kong Haji Toing, malah nggak ngajak-ngajak lagi." Omel Putri sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah. Berlarian menghindari Haji Toing benar-benar menguras tenaga nya.

"Tau nih, El." Kata Adul turut menyudutkan Elishabet, lalu kembali menyeruput es cekek miliknya.

"Hehehe. Mangga nya gede-gede Put, Dul. Hayu atuh da kita makan aja. Tapi makan nya di rumah kamu ya, Put."

"Ck, lain kali kalo kamu mau nyolong ajak-ajak dong, El." Kata Putri, lalu membuka gerbang rumahnya.

"Adul nggak mau ikutan, ah. Adul capek di kejar-kejar sama Haji Toing." Sahut Adul.

"Adul payah." Cibir Elishabet, ketiga nya pun membuntuti langkah Putri dari belakang.

***

Sementara itu, para ibu-ibu Kampung Senggol sudah mulai memenuhi warung sayur Mpok Lela. Hari ini penjualan naik berkali-kali lipat, kebanyakan dari mereka membeli ayam dan daging untuk santap sahur esok hari.

"Buset dah, Nab. Rame amat." Kata Salma melihat dari kejauhan warung sayur Mpok Lela yang sudah dipadati oleh para pembeli.

"Maklum, Mpok. Besok puasa."

"Misi teh." Tanpa di duga, dari arah belakang kedua nya muncul lah Novia dengan senyum ramahnya.

Nabila hanya menampilkan tatapan remeh seolah enggan menjawab sapaan wanita berdarah sunda tersebut. Sementara Salma hanya membalas nya dengan segaris senyum, tanpa membalas sapaan dari Novia.

"Empet banget gue ama dia, Mpok." Cibir Nabila setelah Novia berlalu melewati kedua nya.

"Lo mah ama siapa juga kagak demen, Nab."

"Enak aja lo, Mpok. Cuma sama keluarga nya si gondes doang yang gue kagak demen."

"Mpok Lela, ayam masih?" Tanya Salma setelah ia tiba di warung Mpok Lela.

"Banyak, Mpok Sal. Mau berapa biji?"

"Mpok, gue mau beli daging 2 kilo." Sahut Nabila turut meminta dilayani.

"Banyak amat, Nab."

"Gue bagi lo seprapat, Mpok."

"Pelit lo, bagi seprapat doang." Cibir Salma.

"Gue takut lo mules, Mpok. Lo kan nggak pernah makan daging."

"Mpok, saya mau daging nya 3 kilo ya. Yang sekilo nya di pisahin." Ucap Novia tidak mau kalah.

"Siap teteh, saya layanin ayam nya Mpok Salma dulu, ya."

Novia hanya mengangguk paham atas ucapan Mpok Lela.

Buset dah, ni orang mau nyaingin gue roman nya. Gumam Nabila dalam hati.

"Mpok, gue ayam nya seekor aja ya. Tapi yang gede." Salma menyebutkan kriteria ayam yang hendak di belinya pada Mpok Lela.

"Mau di potong berapa, Mpok Sal."

"Gue mau ayam nya 2 ekor ya Mpok." Nabila kembali menyela ucapan Mpok Lela.

"Nab, lo nyela mulu roman nya. Sabar dong." Sungut Salma.

"Takut gak kebagian, Mpok."

"Mpok, saya juga mau ayam nya 3 ekor ya. Yang seekornya juga di pisah. Tolong pilihin yang bagus ya Mpok."

"Banyak bener lo beli." Ucap Nabila, mencoba menghilangkan jejak-jejak kebenciannya pada Novia.

"Iya teh, saya beli daging 3 kilo, yang sekilo nya buat teteh yang ini." Kata Novia sembari menunjuk ibu jari nya ke arah Salma, jelas mata Salma spontan berbinar ketika mengetahui bahwa ia akan mendapatkan 1 kilo daging dari Novia secara cuma-cuma.

"Hah? Yang bener lo?" Tanya Salma tak percaya. Sementara Nabila hanya menatap kecut.

"Hilih, sekilo doang." Cibir Nabila menutupi rasa iri nya.

"Heh, dia masih mending ngasih gue sekilo. Nah lo? Ngasih gue seprapat."

"Yang penting kan ikhlas, Mpok. Daripada gue gak ikhlas ujung-ujung nya lo jadi mencret-mencret gimane?"

"Ck, alesan aje lo."

"Nih, Mpok Salma pesenan nya. Ini punya Mpok Nabila, daging 2 kilo sama ayam 2 ekor. Ini punya si teteh, daging 3 kilo, yang sekilo di pisah sama ayam 3 ekor yang seekor di pisah." Ucap Mpok Lela menyebutkan pesanan ketiga wanita muda tersebut.

"Lo itung dah, Mpok. Nih sama kentang sama sayuran sop juga." Salma kembali mendekatkan dua sayuran tersebut ke arah Mpok lela lalu melakakukan transaksi pembayaran.

"Oke. Mpok Nab mau belanja apa lagi?" Kini giliran Mpok Lela yang bertanya pada Nabila.

"Samain aja kayak Mpok gue dah."

"Ngikut-ngikut mulu lo."

"Gue bingung mau masak apa, Mpok."

"Teteh apa lagi?"

"Udah ini aja, Mpok. Sayuran saya teh masih banyak di kulkas."

"Oke. Saya hitung ya."

***

"Gimana, Put, Dul? Enak kan?" Ketiga anak kecil dengan kenakalan yang luar biasa itu begitu menikmati mangga hasil colongannya.

"Tapi ini dosa, El." Adul terus berucap dengan gigitan buah mangga yang masih memenuhi mulutnya.

"Dosa, tapi kamu makan paling banyak." Cibir Putri.

"Hehe, habis enak Put."

Putri hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Adul.

"Nanti malem, kita sholat tarawih bareng yuk."

"Gak bisa, El. Adul kan cowok."

"Maksudnya berangkat ke masjid nya bareng, Dul. Bukan sholatnya yang bareng."

"Ooh, Adul kirain Elishabet minta Adul buat sholat bareng kalian."

Lagi-lagi Elishabet dan Putri hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Eh, udah habis nih. Kulit nya jangan lupa di buang lagi, nanti ketahuan mami sama papi aku bahaya." Putri dengan sigap memunguti tumpukan kulit mangga itu lalu memasukan nya kedalam kantung kresek berwarna hitam.

***

"Alhamdulillah, baik bener bini nya si gondes. Lumayan, bisa buat seminggu nih ayam sama daging. Sayurannya masak daun singkong aja dah biar hemat." Salma begitu sumringah mendapat ayam dan dan daging gratis dari Novia.

Sementara itu, Nabila terlihat begitu kesal, ia tak henti-hentinya mengomel sambil terus berjalan menuju dapur rumahnya. "Bener-bener mau nyaingin gue tuh orang. Sok-sokan ngasih si midun daging sama ayam. Dia kira gue kagak mampu beli begituan doang?"

Sssssllleebb.

Nabila terdiam. Ia mematut di depan meja dapurnya dengan perasaan gamang. Kepalanya setengah menoleh, "Papi?" Tanya Nabila. Tidak ada jawaban. Namun ia merasa ada yang berjalan dari balik punggung nya.

"Perasaan gue doang kali, ya." Kata Nabila. Lalu ia kembali melanjutkan aktivitasnya.

Sssslllleebb.

Nabila menoleh sempurna, ia menelan ludah nya sendiri, mencaritahu siapa yang mengganggu nya sejak tadi. Tubuhnya mulai meremang. Sepertinya, desas desus warga Kampung Senggol yang meninggal karena kecebur got bukanlah isapan jempol semata.

Nabila pun turut memperhatikan sekelilingnya, tidak ada satupun orang di sana.

"Gue jadi iseng." Nabila pun buru-buru memasukan ayam dan daging itu ke dalam kulkas lalu pergi meninggalkan dapur rumahnya.

___________

Kampung Senggol X PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang