Minggu pagi, kedua saudara tiri itu tengah sibuk menyusun rencana untuk mengerjai Jerome tanpa sepengetahuan suami-suami mereka.
Maklum saja, Rony dan Paul tentu tidak akan membiarkan Nabila dan Salma melakukan perbuatan keji di bulan yang suci ini."Mpok, kira-kira kita mulai darimana dulu, nih?" Tanya Nabila dengan suara pelan sembari metikin cabai yang berada di depannya. Paul tengah bersantai ria di ruang keluarga rumahnya.
"Gue udah siapin sendal keramat gue di kresek, Nab. Lo bawa apaan?" Tanya Salma tidak kalah bisik-bisik.
"Aduh, gue masih bingung kudu ngapain tuh anak, mpok--" Baru saja ia membuka mulutnya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar rumah yang membuat wanita muda harus menggantungkan obrolan.
Tok! Tok! Tok!
Seketika, seluruh penghuni rumah menoleh ke sumber suara.
"Ya ilah, gangguin orang ngegibah aja." Gerutu Nabila.
"Lo bukain dah, Nab. Gue takut si Rony nyusulin gue."
"Pih." Alih-alih menelusuri siapa orang yang bertamu di rumahnya, Nabila malah memanggil Paul yang tengah leyeh-leyeh di sofa berwarna abu monyet tersebut.
"Hm." Kata Paul ogah-ogahan sambil menonton acara tv kesayangannya.
"Tolong bukain dong, Pih. Mamih lagi sibuk ngegibah, nih." Ucap Nabila terlalu jujur. Lantas lelaki bertubuh jangkung itu menoleh dengan tatapan tak percaya. "Bulan puasa, mih. Istigfar." Katanya.
"Lo jujur amat, Nab."
"Astagfirullah, kelepasan gue mpok. Udah dah, gue bukain dulu, daripada nyuruh laki gue, lama." Dengan sangat terpaksa, Nabila berjalan menuju arah depan rumahnya untuk mengetahui siapa orang yang berada di balik pintu tersebut.
Ceklek!
"Lah?" Kata wanita berhijab itu setelah ia menemukan siapa yang bertamu ke rumahnya, ia menatap dengan tatapan tak yakin.
"Lo?" Tanya Nabila lagi. Sementara lawan bicaranya hanya menyengir kuda.
"Hehe, assalamu'alaikum, teh."
Nabila segera meraih kesadarannya, "lo ngapain kemari?" Tanya Nabila sedikit ngegas.
"Teh, da saya mah kesini mau ngajakin teteh berdamai. Ini kan bulan puasa, masa teteh masih nggak mau juga baikan sama saya." Novia sudah memasang wajah melasnya. Lantas ia melanjutkan ucapannya.
"Sebagai permintaan maaf, ini, saya teh bawa oleh-oleh buat teteh." Kata Novia, ia menyerahkan sebuah papper bag ke arah Nabila.
Nabila mulai menerka, kira-kira, benda apa yang akan di berikan tetangganya itu.
Dengan wajah songong, Nabila meraih papper bag tersebut dan mulai mengintipnya.
Tapi tunggu, wajah Nabila berubah cerah seakan sudah menyentuh angka 9 dari iklan krim pencerah wajah yang ada di tv. Ia pun begitu sumringah, lantas mengeluarkan benda yang sudah bisa ia tebak apa yang ada di dalamnya.
"Wah, buat gue nih?"
"Iya teh, buat teteh." Jawab Novia ramah.
"KW gak, nih?" Tanya Nabila menyelidiki.
"Hehe, KW super teh."
Kemudian, Nabila tercenung sejenak.
kaga ngapa-ngapa dah KW super juga. Biasanya kan gue beli yang harganya jigoh. Nah ini, bini nya si gondes ngasih gue satu kotak cok, satu set perhiasan emas KW super.
Wanita itu membuyarkan lamunannya, "okeh, gue terima. Mulai hari ini, lo bestie gue." Nabila mengulurkan tangannya ke arah Novia. Dengan sigap wanita berambut panjang itu membalas jabatan tangan tetangganya.
"Beneran ini teh?" Tanya Novia tak percaya.
"Ilok gue bohong. Eh tapi, lo kudu gue tes dulu."
Wajah Novia berubah bingung.
"Tes? Tes apa teh?"
"Udah, ntar gue jelasin, lo masuk aja dulu."
Untuk kedua kalinya, Nabila mempersilahkan Novia masuk kedalam rumah besar miliknya. Sementara Novia yang masih dalam keadaan bingung hanya bisa pasrah ketika tetangganya memintanya untuk masuk kedalam.
**
"Assalamu'alaikum." Novia mengucap salam dengan ramah.
"Duduk, dah." Kata Nabila, ia mempersilahkan tetangganya untuk duduk di sofa mahal miliknya.
"Wa'alaikumussalam. Nab? Lo kesambet apaan bisa bawa bini nya si gondes masuk ke rumah lo?"
Tanya Salma menyambut kedatangan Novia di ruang keluarga rumah saudara tirinya itu.
"Kaga, gue gak kesambet apa-apa kok. Eh mpok, ngomong-ngomong laki gue kemanain?"
"Tau, pergi kali, gue sibuk metikin cabe." Mendengar jawaban Salma, Nabila begitu senang karena tak perlu bersusah payah menyuruh suaminya pergi atau lebih parahnya lagi ia harus menggibah dengan cara bisik-bisik.
"Bagus dah, kan enak, ngegibahnya gak perlu bisik-bisik lagi."
"Widiiih, pantesan aja lo baik sama si...? Lo siapa si namanya?" Tanya Salma pada Novia.
"Novia, teh." Kata wanita muda berdarah sunda tersebut.
"Iya, pantesan aja lo bisa berubah baik sama si Novia ya, Nab. Hmm, roman-romannya lo abis dapet hadiah nih."
Nabila segera menyembunyikan perhiasan KW pemberian tetangganya di balik tubuhnya. Takut-takut Salma pengen.
"Hadiah biasa itu mah teh." Sahut Novia.
"Tuh, lo denger kan, mpok? Hadiah biasa doang ini mah."
"Hilih, hadiah biasa ko diumpetin. Takut gue minta ye?"
"Ck, udah deh, mpok. Mendingan sekarang kita mikirin rencara kita yang tadi." Nabila kembali membawa fokus untuk Salma. Sementara Novia hanya bisa memandang kedua lawan bicaranya dengan tatapan tanya.
"Rencana apa teh?"
_________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!