"Sal, sarung abang mana?" Rony telah bersiap untuk menjalankan tugasnya sebagai warga Kampung Senggol yang baik.
"Sarung udah buluk gitu mau lo pake ngeronda? Yang ada bapak-bapak yang lain keracunan gara-gara nyium bau sarung lo." Sekarang giliran Salma yang sudah siap dengan omelannya sembari merapikan piring yang baru saja ia cuci.
"Perasaan wangi, Sal."
"Iya wangi, wangi iler." Selanjutnya, Salma beralih ke kamarnya. Ia melesat menuju lemari pakaian, lalu meraih sarung untuk di pakai oleh suaminya.
"Nih, sarung lo tuh ada dua, bang. Tapi yang lo pake cuma itu-itu aja. Ampe sepet mata gue lihat nya." Salma memberikan sebuah sarung motif kotak-kotak ke arah Rony yang tengah menikmati sisa kopi di meja makan.
"Abang gatel kalo pake sarung yang ini."
"Gatel tinggal lo garuk."
Tok! Tok! Tok!
Sepasang suami istri itu kompak menoleh ke sumber suara.
"Assalamu'alaikum, Bang Rony. Ngeronda yuuuk."
"Wa'alaikumussalam." Jawab Salma dan Rony dengan kompak.
"Noh, si Paul udah nyamper. Udah gih dah, berangkat." Titah Salma. Rony meneguk habis sisa kopi di cangkirnya, hanya menyisakan ampas berwarna hitam di dasarnya.
"Iya dah, kalo gitu abang jalan dulu, ya." Salma pun mencium punggung tangan Rony, sebelum suaminya pergi menuju pintu depan rumahnya.
"Widih, sarung baru bang?" Baru saja Rony membuka pintu, Paul sudah bertanya perihal sarung yang di kenakan Rony.
"Kagak. Cuma nih sarung kagak pernah gue pake. Bikin gatel. Gara-gara ada benang emas nya."
"Lumayan dong, bang. Bisa lo jual."
"Yah gih dah kalo laku mah, lo jual aja."
Paul dan Rony pun melesat menuju pos ronda yang tidak jauh dari rumah keduanya.
Sementara itu, Neil sudah berada di pos ronda bersama dengan Ridwan dan beberapa bapak-bapak kampung Senggol yang lain.
"Maa syaa Allaah, Bang Rony sama Bang Paul udah akur, nih?" Tanya Ridwan menyambut kedatangan Paul dan Rony di pos ronda.
"Akur lah, ya kali gue mau ribut bae ama si Paul." Jawab Rony, ia mengambil posisi duduk di sebelah kanan Ridwan.
"Musuh gue berkurang satu, tapi gak bertahan lama. Beberapa hari kemudian, gue nemuin musuh baru." Kata Paul dengan nada sinis, ia meraih posisi duduk persis di sebelah Neil. Sementara lelaki berambut gondrong itu sudah memiliki firasat buruk malam ini.
"Lo mau ngeronda apa mau ke kantor? Rapih bener." Paul kembali berulah, ia bertanya sambil meneliti penampilan Neil yang saat ini memakai setelan kemeja formal panjang berwarna navy, serta celana kantor panjang berwarna hitam.
"Orang kaya mah bebas bang Paul, mau pakai baju apa juga." Celetuk salah seorang bapak-bapak yang tengah sibuk bermain catur.
"Hilih, orang kaya modelan apaan kaya begitu." Sahut Paul.
"Maaf, mang. Saya teh sebenernya nggak mau musuh-musuhan gini. Saya teh pengen kita jadi bestie."
Rony, Paul dan Ridwan kompak menatap geli lelaki berambut gondrong tersebut.
"Hidih, gue masih empet waktu lo naruh galah sembarangan di depan pager rumah gue. Udah gitu besoknya anak lo buang kulit rambutan di pekarangan rumah gue."
"Nah, iya, nih. Tadi pagi juga gara-gara anak lo, gue jadi ketiban sial tau kagak! Anak lo udah ngebuang sendal anak gue ke comberan!" Sungut Rony pada Neil.
Sementara Ridwan hanya menghela nafas, sepertinya, kejadian pertengkaran antara Paul dan Rony beberapa pekan lalu akan terjadi pada Neil dan kedua laki-laki yang telah berbaikan itu.
"Kan saya teh udah ganti rugi, mang."
"Tapi sama aja. Lo sama keluarga lo itu terlalu sombong buat jadi bestie kita. Ye gak, bang?" Paul beralih bertanya pada Rony.
"Apan lo dulu juga gitu, Ul. Lo lebih parah sombongnya, gak inget lo pernah ngata-ngatain gue kaum duafa?" Bahkan Rony sangat bersemangat mengingatkan bule blasteran itu tentang semua hal yang pernah ia lakukan pada Rony dan keluarganya.
"Itu kan dulu, Bang. Sekarang kita udah jadi bestie." Ucap Paul menjawab ucapan Rony.
"Kalo kata si Salma bukan sodara tiri ama si Nabila sih, gue ogah bestian ama lo."
"Mending Bang Rony ama Bang Paul ngopi dulu deh." Titah Ridwan yang telah jengah mendengar keributan antara Paul dan Rony.
"Gue udah ngupi." Jawab Rony dan Paul dengan kompak.
"Gimana kalo saya beliin martabak?" Usul Neil, di sambut meriah oleh bapak-bapak yang tengah sibuk bermain catur.
"Boleh tuh, Bang Neil."
"Kalo bisa ama gorengan buat temen ngupi." Paul malah tidak tahu diri, sudah di kasih hati, dia malah minta jantung.
"Gue titip lotion anti nyamuk di warung Mpok Lela." Rony lebih parah lagi.
"Duit nya mana, mang?" Neil sudah menengadah layaknya orang yang tengah meminta kepada seseorang.
"Ya ilah, katanya orang kaya. Serebu aja lo masih minta ganti." Sungut Paul. Padahal yang harusnya berkata seperti itu adalah Rony.
"Tau lo, kagak gue jadiin bestie nih." Ancam Rony pada Neil, lelaki gondrong itu mulai menampakkan wajah paniknya.
"Eeh, ulah kitu atuh mang. Kalo gitu teh saya ambil motor dulu, terus saya beliin semua yang udah di sebutin tadi." Selanjutnya, Neil pergi meninggalkan Rony dan yang lainnya.
"Parah bener lo, bang." Ucap Paul pada Rony.
"Yang parah lo. Gue cuma nitip lotion anti nyamuk, nah lo ngerjain orang. Jam segini mana ada tukang gorengan." Setelah menyelesaikan ucapannya, Rony segera meraih posisi duduk di sebelah bapak-bapak yang tengah bermain catur.
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Senggol X PANAROMA
FanfictionWARNING!! KHUSUS CERITA INI, DILARANG MENG-COPAST!