Bab 16

1.2K 91 12
                                    

Kematian Ipeh juga nyatanya masih menimbulkan luka untuk Nabila hingga saat ini, walaupun kematian Ibu kandungnya di sebabkan gangguan jiwa yang di alami, namun tetap saja Nabila menganggap bahwa Salma dan keluarganya juga ikut terlibat dalam kematian Ibunya tersebut.

***

Sementara itu, Salma dan Rony telah bersiap untuk menuju ke toko perhiasan tempat dimana Rony membeli cincin kemarin.

"Sal." Panggil Rony, ia membuka percakapan sambil mengendarai mobil angkotnya.

"Hm?"

"Gue di tawarin kerja jadi sopir pribadi ama Pak Yono.  Menurut lo gimana?"

Salma menatap ke arah Rony yang tengah fokus menyetir.

"Terus, angkot lo gimana?"

"Kalo gue ngandelin angkot terus, gue gak bisa ngasih lo lebih. Lo kan tau sendiri, kalo gue narik, pendapatannya gak nentu. Gue juga harus nabung buat sekolah nya Adul."

"Ya kalo emang menurut lo pekerjaan itu lebih baik daripada narik, ambil lah. Gue cuma bisa dukung apapun pekerjaan lo, Ron. Mau lo narik angkot kek, mau jadi sopir kek, yang penting halal."

Rony tersenyum menatap istrinya, ia meletakan tangannya di puncak kepala Salma yang terbalut hijab, lalu memberikan usapan disana.

"Makasih ya, Sal. Lo selalu dukung gue."

"Makasih juga ya, Ron. Lo selalu sabar ngadepin gue yang suka tantrum gak jelas ini."

Rony pun kembali berucap sembari fokus menyetir.

"Ck, tantrum lo gak ada apa-apanya kalo di bandingin sama kesetiaan lo ke gue, Sal. Lo tau gak? Gue tuh kadang-kadang suka ngerasa sedih aja, gara-gara gak bisa bahagiain lo sama Adul. Gak jarang gue ngerasa, kalo gue ini udah gagal jadi suami dan seorang ayah. Gue gak bisa ngasih lo duit lebih buat beli makanan yang enak, gue gak bisa ngasih lo barang-barang mewah, baju-baju bagus, apalagi perhiasan. Gue juha suka kesel sama diri gue sendiri. Lo sampe harus nanemin sayur-sayuran supaya bisa lebih hemat--"

"Ron, udah lah," Salma menyela ucapan Rony.

"Gue gak apa-apa, kok. Asal anak gue masih bisa makan dan gak putus sekolah, itu udah cukup buat gue. Gue juga yakin, Adul pasti ngertiin kondisi kita."

Lagi-lagi, Rony tersenyum sambil menatap lembut istrinya.

"Makasih, ya." Kata Rony.

"Iya."

"Makasih, ya." Rony kembali berucap, yang langsung disambut tatapan tajam dari Salma.

"Iya." Jawabnya ketus.

"Makasih, ya."

"Ih, Rony!"

"Gue tuh harus banyak-banyak bilang makasih sama lo, Sal. Makasih, ya."

"Ya tapi gak usah banyak-banyak, sekali aja udah."

"Makasih ya, sayang." Kata Rony sambil mengusap lembut kepala Salma yang terbalut hijab.

"Iya Rony, sama-sama, sekali lagi bilang makasih, gak gue jawab ya."

Rony hanya tertawa renyah mendengar ucapan istri nya dengan nada kesal tersebut.

***

"Lo mau makan apa buat nanti siang?" Rony dan Salma baru saja selesai menukar cincin yang kemarin kekecilan.

"Emang lo masih ada duit lagi?" Tanya Salma meragukan.

"Ada, insya Allah. Udah, lo mau makan apa?"

"Hm, gue apa aja dah."

"Ayam bakar, mau?"

"Mau, asal bukan ayamnya si Paul." Rony hanya tertawa mendengar jawaban dari Salma yang begitu jujur.

"Gue juga ogah ayamnya si Paul mah, Sal. Bau! udah bau, alot lagi."

"Eh, bang! Kalo ngomong suka bener!"

Dan akhirnya, Salma dan Rony pun tertawa bersama.

***

Sepanjang perjalanan pulang, Salma tidak henti-hentinya bercerita tentang keseharian nya selama Rony narik, dan Adul sekolah.

Rony semakin merasa bersalah, lantaran apa yang menjadi hak istrinya malah luput dari perhatian nya. Ya, salah satu faktor rusaknya pondasi rumah tangga adalah ketika seorang istri merasa begitu lelah dalam mengatur semua urusan rumah tangga. Kelelahan itulah yang menjadi awal dari lahirnya perasaan tidak bersyukur, tidak percaya diri, bahkan tidak dihargai. Hingga hilanglah aura kebahagiaan dalam rumah tangga itu sendiri. Akhirnya, semua kata yang keluar hanya akan diliputi amarah, emosi dan kekecewaan. Keadaan seperti ini juga semakin di perparah dengan ketidakpahaman suami akan perasaan dan kelelahan istrinya. Tentu saja, Rony tidak ingin menjadi suami yang hanya bisa memantik amarah Salma tanpa bisa menjadi peredam amarahnya.

"Ternyata banyak yang belum lo ceritain ke gue, ya." Celetuk Rony yang membuat Salma menghentikan ceritanya.

"Karena setiap mau tidur lo gak pernah nanyain kondisi gue hari ini tuh kaya gimana. Tapi gue ngerti kok, lo pasti capek seharian kerja."

Rony hanya tersenyum lalu kembali fokus menyetir. Setelah mengantar Salma hingga ke rumah, Rony pun pamit untuk menjemput Adul.

"Lo langsung masuk dah, gue mau jemput si Adul dulu."

"Iya, hati-hati ya, Ron."

"Iya, sayang." Salma pun meraih punggung tangan Rony lalu mencium nya. Rony beralih mencium kening Salma.

"Lo romantis sekarang, ya. Kerjaan lo nyiumin jidat gue mulu." Ucap Salma, dia telah siap untuk membuka pintu mobil angkot milik suaminya.

"Kalo nyiumin bibir lo kan gak bisa di sini."

"Idih, frontal amat lo, Ron. Udah deh, Gue masuk dulu, ya."

"Iya, sayang." Akhirnya, Salma pun turun dari angkot dan berjalan menuju rumahnya.

Setelah terdengar suara deru mobil angkot milik Rony semakin menjauh, Salma memilih untuk menaruh belanjaan nya di meja makan. Namun, matanya terfokus pada sekelebat bayangan yang berjalan ? mengendap-endap dari arah halaman belakangnya.

Merasa curiga, Salma pun memilih menghampiri objek tersebut secara perlahan, ia meraih sapu, lalu mengambil kuda-kuda. Berjalan mengendap-endap menuju halaman belakang rumahnya. Matanya mulai menebar ke sekeliling halaman belakang nya. Hingga akhirnya Salma pun menemukan sosok yang dicarinya.

"MIDUN! GUE MINTA, YAA! DAAAAH!!"

Rupanya Nabila sudah berdiri di tangga rumahnya sambil menganduti cabai-cabai serta beberapa daun singkong colongannya dengan daster yang dikenakannya.

"WOY! NAB! TOKEK! KURANG AJAR LO, YA!!"

Nabila memang sangat cerdas, dia mendirikan tangga milik Salma persis di tembok pembatas rumahnya, sehingga dua tangga ini semakin mempermudah aksinya dalam meruntuhkan pertahanan Salma dalam hal berkebun.

Salma beralih menuju pohon cabai yang baru saja ia tanam.

"NABILAAAAA!!! CABE GUE LO SISAIN TIGA BIJI DOAANG! MALAH MASIH PENTIL LAGI! AWAS LO, YA!!" Pekik Salma, yang di sambut oleh suara tawa renyah Nabila dari balik tembok pembatas rumahnya dengan rumah saudara tirinya itu.
____________________

Kampung Senggol X PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang