Tiba saatnya yang dinanti Jennie. Terapi.
Excited? Tidak juga. Tidak minat? Tidak tepat juga kata itu.
Intinya, Jennie hanya pasrah menjalani terapi ini. Lagipula sekarang mulai terasa bagi Jennie, kalau hanya tiduran sepanjang hari itu membosankan. Itupun baru dua kali Jennie keluar dari kamar inapnya, dan hanya keluar ke taman rumah sakit. Banyak yang bisa Jennie lakukan jika ia baik-baik saja sekarang, terutama untuk perusahaannya.
Ya, Jennie sedang mengembangkan optimismenya untuk terapi hari ini.
"Gimana? Udah siap?" Jungkook tampil di depannya dengan baju casual.
Jennie mengernyitkan dahinya. "Loh? Lo gak masuk sekolah?"
"Gak. Izin sekali-kali gak bikin gua di usir dari sekolah," ucap Jungkook sembari duduk di sebelah brankar Jennie. "Lagipula apa salahnya nemenin istri terapi?"
Dor!
Jennie kaget sekaget-kagetnya dengan perkataan anak adam di sebelahnya. Apa-apaan mulut pemuda Jeon yang juga terkejut itu?
Keduanya saling menatap dengan wajah terkejut masing-masing, dengan Jennie yang cegukan tiba-tiba.
"Be-benerkan, kalau lo istri gua?"
Mampus, Kook. Timpalannya sangat tidak berguna di situasi seperti ini. Telinga sampai pipi Jennie membulat, cegukan itu juga makin berirama. Jungkook dengan cepat mengambil segelas air.
Jennie mengubah posisi tidur menjadi duduk dibantu si Jeon. "Nih, minum pelan-pelan." Jennie menegak habis gelas yang diberikan.
Situasi canggung dan panik. Kombinasi yang tidak bisa digantikan oleh siapapun. Pasutri hasil perjodohan ini sedikit kelimpungan berkat tingkah mereka sendiri.
"Eh itu, hik! Gak mem- hik! pan," ucap Jennie menggelengkan kepala.
Jungkook menggaruk tengkuknya bingung. "Eh bentar."
Buka internet dulu ternyata pemuda ini. Cara menghentikan cegukan selain minum air putih, itu pencariannya. Padahal, hal seremeh ini bisa diselesaikan dengan tenang, tapi mereka sepertinya ingin menyudahinya dengan ribet.
"Oh, ini. Tahan napas. Coba tarik napas terus tahan sepuluh detik, Kak," ujar Jungkook menemukan solusinya.
Jennie menurut. Tarik napas dan tahan selama sepuluh detik adalah hal yang gampang.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh! Buang napas, Kak." Jennie pun menurut.
"Coba lagi sampai cegukannya hilang, Kak."
Jennie pun sibuk mengatur pernapasannya, Jungkook yang menghitung waktu. Hm, serasinya.
"Udah hilang, Kook," kata Jennie setelah membuang napas untuk ke tujuh kalinya.
"Bener?" tanya Jungkook dan Jennie mengangguk.
Jungkook bersandar kursi, perasaannya lega. Jennie pun begitu.
"Lo kalau ngomong yang bener dikit, napa?" protes Jennie akhirnya.
Jungkook mengerutkan dahinya bingung dan kesal. "Lah, kan, emang bener kalau kita itu—"
"Diam, bocah! Mending diam lo!" tungkas Jennie langsung.
Padahal jika diperhatikan, pipi dan daun telinga Jennie masih sama. Masih menampilkan rona samar merah muda.
Tok! Tok! Tok!
Jungkook berdiri dan membuka pintu ruang inap. Matanya langsung membulat, tapi ia dilarang untuk bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Younger) Husband (Uncontinued)
FanfictionPERJODOHAN memangnya masih berlaku dijaman seperti ini? ah kulot sekali! Namun, itu tidak membuat Tuan Kim mengurungkan niatnya. Yakni, menjodohkan anak perempuannya kepada anak saudara 'angkat'nya. Jennie Kim. siapa yang tidak kenal CEO dari Kim'...