RXA 05

10.9K 768 32
                                    

Catatan!
Jika ada kesamaan baik nama, latar, alur, atau mungkin jalannya cerita, itu hanya kebetulan semata

Hargai sebagai sesama penulis maupun pembaca, dilarang plagiat, no copy paste

Hard word / typo bertebaran
Sider's jauh-jauh sana
Jangan lupa vote komennya, bikin author seneng gak susah kok
__________________________________________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

Ary, Kai dan juga Rifki terdiam membisu.

Tak ada seorang pun yang berani untuk bersuara. Mereka sama-sama diam bukan karena mulut mereka sakit. Tapi karena seseorang yang sedang mengobati luka mereka dengan aura gelap yang benar-benar menakutkan.

Mereka bisa menjamin jika setelah ini mereka pasti akan kena ceramah.

"B-bang A-ano.." Ary mencoba memanggil si empu yang sama sekali tidak menyahut ucapannya.

Entah kerasukan apa ia sampai memanggilnya dengan sebutan Abang. Yang bahkan ia tidak tau umur asli Keano.

"Lanjutin aja debat kalian, gak usah peduliin gue" Ujar Keano tanpa menatap mereka.

Ia kini membereskan barang-barang yang di gunakan setelah ia mengobati luka memar yang mereka dapat.

Ketiganya kembali bungkam. Sepertinya mereka sudah membuat Keano marah besar. Buktinya tekanan aura gelapnya seolah mencegah mereka untuk bernafas normal.

Hingga akhirnya setelah di diamkan 15 menit, Keano berucap
"Udah selesai debatnya?"

Ketiganya kompak menunduk dengan anggukan lesu seolah berkata 'iya'.

"Gue gak mau banyak omong, gue cuma ngingetin, kalau mau debat inget tempat" Ujar Keano terkesan ogah-ogahan.

Meski begitu mendengar nada bicaranya membuat ketiga nya perlahan mendongak untuk menatapnya.

"Sorry.. Ary janji gak akan gitu lagi.." Ujar Ary dengan wajah memelas nya.

Kai dan Rifki menatapnya heran. Tak biasanya Ary akan tunduk atau bahkan menciut hanya karena orang baru. Bahkan di keluarganya sendiri belum ada yang bisa membuat nya benar-benar sepatuh ini.

Entah itu ayahnya, ibunya atau bahkan kakaknya, tak ada seorang pun yang bisa membuat nya berucap memelas begitu. Tapi orang di depannya ini...

Jika dilihat ia jelas orang yang baru Ary kenal. Tapi dari tindakannya sudah membuat Ary menciut.

"Ary tau Ary salah.. Ary tadi cuma bercanda sama temen Ary karena udah 4 tahun gak ketemu.. Makanya tadi sedikit cekcok bentar.. Kebiasaan Ary kalau ketemu sama temen itu bakal berantem.. Sekali lagi maaf udah ngerepotin Abang..."

Kai dan Rifki kompak melongo tak percaya melihat bagaimana Ary yang menciut ketakutan di hadapan Keano.

Bahkan mendengar nada bicara anak itu membuat keduanya membatin kaget.

'Biasanya cuma Bang Cakra yang bisa bikin dia ciut kek gini'

Yha kurang lebih gitu.

Keano mendengus sebal sebelum akhirnya mengangkat tangannya.

Ary memejamkan matanya bersiap menerima rasa sakit jika Keano akan memukulnya.

Tuk

"Aduh.."

Tapi ia justru tersentak kaget saat Keano meng-poke dahinya sedikit keras.

"Lain kali ubah kebiasaan mu, ketemuan sama temen boleh berantem nya enggak, di rubah sikapnya biar gak nambahin masalah buat mu sendiri" Ujar Keano seraya beralih mengusap kepala Ary

[Transmigrasi] Peluru Kedua [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang