RXA 33

2.9K 272 3
                                    

Catatan!
Jika ada kesamaan baik nama, latar, alur, atau mungkin jalannya cerita, itu hanya kebetulan semata

Hargai sebagai sesama penulis maupun pembaca, dilarang plagiat, no copy paste

Hard word / typo bertebaran
Sider's jauh-jauh sana
Jangan lupa vote komennya, bikin author seneng gak susah kok
__________________________________________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

Pyarr

Prang

Semua yang ada di ruang tengah kompak menoleh ke arah suara. Dan melihat ke arah bingkai kaca yang terletak pada meja nakas di sebelah televisi itu terjatuh dan pecah.

Dirga yang ada di dekat nakas tersebut tentunya mendekat dan mengambil bingkai kaca yang pecah itu.

Dan saat melihat apa yang ada di bingkai tersebut membuat nya seketika merasa cemas. Kenapa dia merasakan perasaan ini? Apa terjadi sesuatu?

"Dirga? Kenapa?" Ujar Thalia saat Dirga tak bergeming begitu sudah mengambil bingkai kaca tadi.

"Ketua belum juga ketemu?" Tanya balik Dirga seraya menatap rekannya yang lain.

Mereka semua bungkam saat melihat sebuah pin yang mereka yakini adalah untuk pangkat Ketua mereka ada di sana. Hanya saja sedikit lecet karena tergores pecahan kaca itu.

Mereka serempak bisa merasakan perasaan khawatir mereka. Mereka benar-benar cemas jika saja terjadi sesuatu pada Ketua mereka.

"Kapten"

Satu persatu anggota Black Beast terlihat menatap Rey yang sedari tadi terdiam. Mereka paham sekarang, sepertinya memang terjadi sesuatu pada Ketua mereka.

"Ini udah mulai siang, gue emang gak merintahin kalian buat langsung ngerjain tugas, mengingat kita semua punya kewajiban sebagai pelajar pada umumnya. Jadi gue bakal bagi jadi beberapa regu buat berpencar. Cari hal-hal yang bersangkutan dengan Ketua bahkan kalau itu hal sepele sekalipun" Ujar Rey memberi komando.

"Di mengerti!"

————

Dengan ragu ia mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan putranya. Sebelum akhirnya ia menggenggam tangan pucat itu.

Tia dengan hati-hati mendekatkan tangan yang ia genggam ke wajahnya. Di usap pelan dengan tangannya sebelum akhirnya bersentuhan dengan pipinya. Ia benar-benar merasa gagal, ia gagal melindungi putranya.

Putranya kembali terluka hanya untuk melindungi mereka. Putranya yang nekat menghampiri kuburannya sendiri demi keselamatan mereka. Ia merasa gagal karena tidak menyadari akan adanya ancaman itu.

"Mom, aku sudah mengirim orang-orang ku untuk segera mencari puncak masalah ini, mereka semua belum mau mengaku siapa yang memerintahkan mereka untuk mencelakai kita"

Tia terdiam sejenak. Sebelum akhirnya ia kembali menatap putra bungsu nya yang belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.

"Selesaikan saja"

Dua kata. Hanya dua kata sudah langsung menggerakkan ke empat putra nya yang tertua. Mereka berempat sudah bergerak semenjak tiga hari lalu untuk mencari tau siapa saja yang menjadi masalah untuk para keluarga di sini. Tanpa pandang bulu tentunya. Keempat putranya ini bisa terbilang salinan antara dirinya dan Ethan.

Sama-sama bengis jika sudah berhadapan dengan musuh mereka. Tidak ada kata ampun bagi mereka yang sudah mengusiknya.

Tak hanya keempat putranya, para putra sulung keluarga yang lain juga ikut bergerak dengan pasukan mereka masing-masing. Mereka memutuskan untuk menyibukkan diri mencari tau asal masalah ini terjadi. Baru setelahnya mereka akan bertindak.

[Transmigrasi] Peluru Kedua [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang