RXA 08

9.4K 720 17
                                    

Catatan!
Jika ada kesamaan baik nama, latar, alur, atau mungkin jalannya cerita, itu hanya kebetulan semata

Hargai sebagai sesama penulis maupun pembaca, dilarang plagiat, no copy paste

Hard word / typo bertebaran
Sider's jauh-jauh sana
Jangan lupa vote komennya, bikin author seneng gak susah kok
__________________________________________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

Tapi sepertinya ia tidak menyadari satu hal.

Biarpun dia anaknya tertutup, hal itu membuat orang-orang yang sudah ia bantu merasa tertarik padanya.

Ary salah satu nya.

"Gak mau! Ary pengen ikut! Ary pengen mastiin Bang Ano baik-baik aja!"


Di kediaman Cakrawala

Ary merenggut kesal karena ia dilarang ikut mengingat karena kejadian semalam.

Tapi ia juga mengkhawatirkan kondisi orang yang sudah menolongnya itu.

"Ary, kita cuma sebentar kok, kita ke sana cuma mau tau keadaannya sekaligus ngecek apa bener dia benar-benar yang nolongin kamu atau bukan? Kamu ingatkan sewaktu kemarin dia gak buka helm nya" Ujar Lina mencoba memberi pengertian.

Memang benar saat Keano mengantar Ary pulang ia tidak menyapa ataupun berbincang singkat dengan mereka.

Ia langsung bergegas pergi dari kediaman Wijaya.

"Tapi masalahnya Ary pengen liat dengan mata kepala Ary sendiri, masa Indra aja boleh ikut?" Ujar Ary menatap jengkel ke arah Indra yang menjulurkan lidahnya meledek nasib kakaknya itu.

"Masalahnya kamu kemarin aja udah jadi buronan, yakin mau di kejar-kejar lagi?" Ujar Cakra menyahut.

Ary mendengus sebal.
"Pokoknya Ary mau ikut! Titik! Gak pake koma!"

"Hahhh... Ya udah, kamu boleh ikut, tapi di sana jangan jauh-jauh dari kita. Seenggaknya kalau mau kemana bareng sama Bang Cakra atau sama Indra" Ujar Altares mengalah akan sikap keras kepala putra nya yang benar-benar persis seperti sikapnya.

Ary seketika bersorak senang.
"Yes! Ya udah ayo ke sana!"

"Jual adek sendiri dosa gak sih?"

"Sabar kali Bang"




















Semenjak kejadian pagi tadi, suasana malam itu membuat kediaman Wijaya sepi.

Tak ada seorang pun yang ingin membuka suara. Ataupun sekedar memecahkan keheningan.

Malam itu mereka sedang berada di ruang tengah dengan harapan melihat Keano keluar dari kamarnya.

Walau itu tidak mungkin.

Tapi di sisi lain Gibran berharap jika keluarga Cakrawala tidak jadi ke sana. Ayolah atmosfer di mansion benar-benar sedang dalam mode tidak menerima tamu.

Tapi terlambat. Suara mobil yang terdengar hingga ke dalam ruangan itu membuat Gibran hanya bisa berharap mereka secepatnya pulang.

(Gak sopan banget lu. Baru dateng udah berharap di pulangin) ( ̄‐ ̄)

"Permisi Tuan besar, keluarga Cakrawala datang berkunjung" Ujar salah seorang maid yang menghampiri Albian.

"Biarkan mereka masuk" Ujar Albian dengan nada yang terdengar ragu.

[Transmigrasi] Peluru Kedua [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang