21. MARAH

7 2 0
                                    

Usahakan vote sebelum membaca

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku mengurung diri di kamar selama seharian. Perubahan mood karena peristiwa kemarin, rasanya membuatku malas untuk bertemu ataupun berinteraksi dengan siapapun.

"Raka, kamu gak papa? Dari kemarin belum makan. Ayo keluar Raka, buka pintunya."

"Sayang, buka pintunya atau papa dobrak nanti?"

"Rak, Maafin abang soal kemarin, keluar ya,"

"Rakaa, ayo keluar sayang." kata mama parau di akhiri dengan isakan tangis. Tak mau membuatnya bersedih, aku memutuskan untuk membuka pintu. Namun tiba-tiba saja tubuhku terasa lemas, baru saja berdiri dari pembaringan, pandanganku berputar, dengan kepala yang terasa berat. Seolah kehilangan kendali, aku berjalan sempoyongan, hingga akhirnya tubuhku terjerembab ke lantai. Gedoran pintu yang semula terdengar keras lama kelamaan terdengar pelan, dalam sekejap semuanya menjadi gelap.

..........

Aku mengerjapkan mataku berulangkali menyesuaikan sinar lampu yang memasuki pupil mata. Pemandangan pertama yang kulihat adalah Bang Rafka, mama, dan papa yang tertidur lelap.

Not her [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang