Badai kembali datang. Manusia berseru kecam. Serapah yang terdengar semalam. Tidak pernah terasa riang.
Tangan yang bergetar hebat. Jantung yang berdegup cepat. Namun, ragamu enggan bergerak. Membisu di sudut itu.
Berat sekali menahan hujan perasaan. Seperti didera ribuan topan. Kamu tahu itu, tapi mengapa masih membatu? Duduk termenung di sudut itu.
Kemarin hancur menerpa. Hari ini runtuh menyapa. Kamu bisa berbuat apa? Menyerah pun kesulitan.
Orang-orang dewasa di sana hanya sibuk berteriak. Saling mencaci maki dan menghina. Gaduh yang terdengar sampai kamar. Adalah genderang perang dalam rumah.
Benak yang diterpa angin kencang. Tidak bisa berpikir rasional. Emosi dalam ledakan. Hari itu rumah adalah tempat mengerikan.
Setelah semalaman menimang-nimang. Menahan tangis dan sesak nafas. Kamu pergi dari rumah runtuh itu. Meninggalkan pesan pada selamat tinggal.
Berharap orang-orang dewasa di sana bisa berhenti sejenak. Mencarimu di seluruh kota. Atau membiarkanmu hidup sebatang kara. Dan rumah runtuh itu, tidak lagi kamu rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kini.
PoetryDan Kini, tidak lebih dari sebuah karangan tidak masuk akal. Berupa puisi yang ditulis hati-hati. Keluh kesah dan keresahan yang tidak pernah berhenti, ialah ide utama dari tulisan ini. Kumpulan tulisan ini tidak banyak yang bersuasana riang, cender...