Kenapa kawan, kau terduduk diam? Selesai perang kita berjanji minum anggur warna-warni. Makan daging anjing dan babi. Atau mungkin kue pie ceri.
Sekarang pergilah, kau sudah berjuang, kawan. Jangan lupa, bawa aku bersamamu. Dan kenapa tas itu kau jatuhkan? Itu tidaklah demikian berat.
Hei, murung sekali wajah berdebumu. Sedikitlah riang, ingatlah lelucon kemarin. Walau kakimu letih dan sakit, tetaplah bergerak. Tidak perlu ragu melangkah.
Hati-hati, jasadku memang sedikit berat. Aku ingin pergi ke utara, selatan juga bisa. Kalau kesusahan, seret saja juga tak masalah. Tapi, aku tahu, kau berintegritas, pria yang memegang janji.
Oh iya, sesampainya di sana, biarkan aku beristirahat. Kawan, minumlah segelas anggur atau buat perapian di atas pusara. Temani aku malam itu, berbicaralah, menggerutu atau sekedar diam membisu. Kawan, ingatlah semua perjuangan kita, luka-luka, dan rasa sakitnya.
Saat bernyanyi lagu perpisahan. Kawan, aku tahu kau kesulitan. Tapi kawan, kau harus lupakan. Anggap jasadku senang, jasadku tenang.
Kau menang, aku menang. Kita berpisah, tapi kau tetap berjalan. Kini biarkan aku sendirian, kawan. Ucapkan selamat jalan dan tinggalkan senapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kini.
PoetryDan Kini, tidak lebih dari sebuah karangan tidak masuk akal. Berupa puisi yang ditulis hati-hati. Keluh kesah dan keresahan yang tidak pernah berhenti, ialah ide utama dari tulisan ini. Kumpulan tulisan ini tidak banyak yang bersuasana riang, cender...